kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Apa Ada yang Salah Mengapa Penurunan Stunting di Aceh Hanya 2 Persen?

Apa Ada yang Salah Mengapa Penurunan Stunting di Aceh Hanya 2 Persen?

Rabu, 01 Februari 2023 17:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Baga

Dr. Ichsan, M.Sc, SpKKLP, Dosen Fakultas Kesehatan USK. [Foto: for Dialeksis]


DIALEKSIS.COM| Banda Aceh- Angka penurunan stunting di Aceh dari tahun 2021 hingga 2022 masih rendah, penurunannya hanya 2 persen. Apakah ada yang salah dalam penangangan stunting di Aceh?

Tahun 2021 angka stunting di Aceh mencapai 33,8 persen. Sementara Bali yang paling rendah berhasil meraih angka 10,8 persen. Sementara di tahun 2022 berdasarkan data SSGI persentasenya mencapai 31,2 persen, artinya hanya turun dua persen.

Apa yang salah? Dialeksis.com meminta keterangan Dr. Ichsan, M.Sc, SpKKLP, Dosen Fakultas Kesehatan USK, yang juga ketua Konsorsium Perguruan Tinggi Aceh untuk percepatan penurunan stunting.

Dalam keterangan kepada Dialeksis.com, Rabu (01/02/2023) Ichsan menyebutkan, Aceh selama ini masih fokus menanggulangi anak-anak yang sudah lahir stunting, tetapi belum memberikan perhatian yang cukup untuk pencegahan, untuk ibu hamil melahirkan anak stunting.

“Yang terselesaikan itu baru separuhnya, masalah yang belum diprioritas bagaimana remaja putri di Aceh tidak mengalami anemia. Adanya pemberian tablet tambah darah bagi remaja putri di Aceh masih minim sekali dilakukan,” sebutnya.

“Kami dari tim penelitian USK sudah dua kali melakukan penelitian tentang hal pemberian tablet tambah darah, kerjasama dengan BKKN. Kebetulan saya ditunjuk pemerintah pusat sebagai koordinator konsersium perguruan tinggi Aceh untuk penangulangan stunting,” jelasnya.

Pencegahan stunting kita, sebutnya, masih lemah pemberian tablet tambah darah. Penyuluhan bagi calon pengantin untuk penguatan gizi belum dilakukan secara optimal.

“Hasil penelitian kami baru di Bireuen dan di Bener Meriah dilakukan, namun itu dilakukan secara sporadic, namun belum secara merata dan massif. Di Aceh belum dilakukan secara maksimal,” katanya.

Pemberian pil tambah darah bagi ibu hamil, coba lihat laporan di dinas kesehatan, jelasnya. Rata rata laporan pemberian pil tambah darah itu rata-rata 80 persen, 90 persen, 100 persen.

Namun sayangnya hasil penelitian adalah jumlah tablet yang dikeluarkan oleh dinas. Tablet rilis itu yang dlaporkan capaianya tinggi.

“Tetapi apa yang kita dapati dilapangan, ibu hamil itu tidak minum sampai 90 tablet yang diberikan semesti 90 tablet yang diberikan semester pertama itu diminum seluruhnya,” kata Ichsan.

Karena rasa tabletnya tidak enak, mual karena hamil, ahirnya ada yang tidak meminum semuanya, hanya minum 10 atau 12 butit, sisanya disimpan di rumah. Sehingga, ibu ibu hamil jadi masih anemia. Kalau ibu hamil anemia, anaknya pasti stunting.

“Pemerintah Aceh fokus dengan anggaran besar, lebih fokus kepada untuk pemberian makanan tambahan pada anak pada balita, namun mencegah anak anak dilahirkan stunting itu tidak dilakukan,” jelasnya.

Menurut Dr. Ichsan, pihaknya dari konsorsium pergurun Tinggi Aceh, khususnya di USK sudah menghitung berapa jumlah keluarga yang berpotensi melahirkan anak stunting di setiap kabupaten kota. Itu yang semestinya dijadikan fokus oleh Provinsi Aceh.

“Agar keluarga yang beresiko melahirkan anak stunting tidak melahirkan anak stunting. Jadi intervensinya itu kesana. Bukan hanya melulu membahas bagaimana memberikan makanan tambahan. Ada juga gerakan GISA, gerekan GISA itu itu bagus menurut kami dari akademisi,” jelasnya.

Namun, Itu baru parsial dalam penanganan stunting. Betul yang sudah imunisasi di Aceh rendah sehingga berpotensi anak mengalami infeksi. Kalau anak mengalami infeksi dibawah dua tahun, maka upsorsi penyerapan ususnya buruk, sehingga walaupun makananya baik dia tidak akan bisa diserap, sehingga kurang gizi juga. Sehingga stunting juga.

Mengapa daerah lain turunnya signifikan, Aceh hanya turun dua persen. Aceh jaya misalnya mengapa turun luar biasa sampai 19 persen. Apa yang dilakukan di Aceh Jaya kita sedang kerjsama dengan BKKN untuk melakukan studi kasus disana. Apakah turunya alamiah atau turunya by design.

“Kami sudah koordinasai dengan satgas stunting Aceh, kita lihat trend penurunan di Aceh turunya tidak merata. Ada yang turun siginikan, justru ada juga yang naik dari tahun lalu. Artinya kalau kita lihat statistiknya yang turun tidak didesign dengan baik, yang turun juga tidak didesain dengan baik, jadi tidak by program,” sebut Ichsan.

“Itu yang harus diselesaikan Aceh saat ini, karena Perpres 72 tentang penanggulan stunting. Kita dari akademisi sudah membuat rancangan apabila berbagai program dilakukan, bila program pertama turun sekian, kedua turun sekian, sebenarnya idealnya di tahun 2022 Aceh itu turun 6 persen. Tetapi ternyata turun hanya dua persen. Itu jadi pertanyaan kita” jelasnya.

Apakah ada keseriusan pemerintah dalam memperhatikan konsersium tanya Dialeksis.com, Dr Ichsan tidak langsung menjawabnya, namun dia menjelaskan, sebelum Perpres 72 turun, semuanya melihat tugas stunting itu adalah tugas dinas kesehatan mulai dari level propinsi hingga ke desa.

Namun setelah keluar perpers ini leading sektornya bukan lagi dinas kesehatan, tetapi BKKBN. Artinya Pak Presiden ingin menunjukan dengan Perpres 72 bahwa masalah stunting itu bukan masalah kesehatan saja tetapi lintas sektoral.

“Dari studi yang dilakukan dibanyak negara, masalah intervensi gizi sensitive lebih besar dari pada gizi sfesifik. Gizi spesifik itu bekenaan dengan dinas kesehatan hanya 30 persen mewakili masalah stunting. Sedangkan masalah gizi sensitive, misalnya pengairan, masalah kebersihan, sanitasi, prilaku masyarakat, itu lebih besar 70 persen,” jelasnya.

Menentukan masalah stunting kalau misalnya pemerintah daerah Aceh itu menggelunturkan dana ratusan miliar untuk dinas kesehatan untuk pembrian makanan tambahan, mencegah penyakit infeksi, pemberian tablet tambah darah dan seterusnya, itu baru menyelesaikan masalah stunting 30 persen saja. Sedangkan 70 persen lagi bukan dibidang kesehatan namun ada diintervensi gizi sensitive, jelasnya.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda