Antropolog: Temuan Makam Kuno di Areal Bendungan Keureuto Bukti Jejak Kuno Masyarakat
Font: Ukuran: - +
Reporter : Nora
Antropolog Aceh Dr. Muhajir Al Fairusy. Foto: for Dialeksis.com
DIALEKSIS.COM | Aceh - Antropolog Aceh Dr. Muhajir Al Fairusy mengatakan, penemuan Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB) di tepi sungai Krueng Keureuto bagian pedalaman yang kini menjadi areal lokasi Bendungan Keureutocukup mencengangkan.
Karena, kata Muhajir, selama ini belum pernah ada survei arkeologis yang dilakukan di tempat tersebut.
“Penemuan makam-makam kuno dengan ciri nisan yang menyerupai nisan kuno dari Kesultanan Perlak (ciri bahu nisan lengkung satu) dan Kesultanan Samudera Pasai (ciri bahu nisan lengkung dua) menunjukan Krueng Keureuto bagian jejak kuno masyarakat abad 13 Masehi hingga abad 14 Masehi,” jelasnya kepada Dialeksis.com, Sabtu (26/8/2023).
Dosen STAIN Teungku Dirundeng Meulaboh ini menjelaskan, menurut informasi dari Tim Verifikasi Lapangan yang telah bekerja dari lokasi yang terdiri dari Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah I, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Aceh, dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bener Meriah memastikan tinggalan tersebut orisinil dan menjadi penanda ada permukiman-permukiman di Krueng Keureuto berusia 700 tahun yang lalu.
“Kita menghargai penemuan makam-makam kuno tersebut dan menyayangkan aksi pemindahan sepihak yang dilakukan PT. Brantas Abipraya. Seharusnya PT. Brantas Abipraya terlebih dahulu melaporkan temuan objek diduga cagar budaya yang sangat penting tersebut,” jelasnya lagi.
Pertama, kata Muhajir, bisa melaporkan kepada Pemerintah Kabupaten Bener Meriah karena lokasi penemuan memang di Kabupaten Bener Meriah.
Kedua, sambungnya, akibat pemindahan yang salah kaprah menyebabkan hilangnya data-data penting yang tentu ini kerugian bagi ilmu pengetahuan, kerugian bagi sejarah, kerugian bagi kebudayaan.
Selanjutnya, PT. Brantas Abipraya jangan lagi memindahkan situs karena itu bukan tugasnya. Lakukan saja pekerjaan sesuai kontrak yaitu menyelesaikan pekerjaan Waduk atau Bendungan Keureuto. Adapun jika memang harus dipindahkan, biar pemerintah yang melakukannya.
“Keempat, pihak pemberi kerja ke PT Brantas Abipraya harus ikut tanggung jawab dengan bekerjasama dengan pemerintah yang sigap melakukan upaya penyelamatan atas temuan yang sangat luar biasa nilai pentingnya tersebut,” tuturnya.
“Di satu sisi, kita menghargai upaya gerak cepat yang dilakukan masyarakat Gayo di Bener Meriah, Pemerintah Bener Meriah, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Aceh dan Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah I yang mampu berkolaborasi menyelamatkan aset-aset penting sejarah, ilmu pengetahuan, kebudayaan di lokasi Bendungan Keureuto,” ucapnya.
Alumnus antropologi Universitas Gadjah Mada (UGM) itu berharap, semoga contoh baik kolaborasi ini bisa juga menyelesaikan masalah-masalah persoalan cagar budaya lainnya yang ada di Aceh.