Antisipasi Bencana di Aceh Semakin Tinggi, YEL Aceh Minta Pemerintah Fokus Tangani Wilayah Kritis
Font: Ukuran: - +
Reporter : Hakim
Foto: Istimewa
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Maraknya bencana terjadi di Aceh saat ini jelas mengindikasikan kondisi lingkungan tidak baik-baik saja, melainkan masih buruk dan perlu perhatian sangat serius dari pemangku kebijakan mulai dari tingkat pusat, provinsi hingga kabupaten/kota. Data-data bencana yang disampaikan oleh BPBA sebenarnya tidak terlalu jauh dengan kejadian tahun-tahun sebelumnya, bisa saja di penghujung tahun 2021 nanti justru akan semakin tinggi, jika tidak dilakukan penanganan serius dan terencana serta fokus pada wilayah-wilayah kritis.
Hal itu disampaikan langsung oleh Koordinator Yayasan Ekonomi Lestari (YEL) Aceh, TM. Zulfikar kepada Dialeksis.com, hari Sabtu (03/07/2021).
“Catatan saya dari beberapa sumber yang ada luas tutupan hutan di Aceh sepanjang tahun memang semakin menyusut sepanjang tahun. Misalnya saja seperti yang sampaikan oleh Yayasan HAkA, tahun 2018 luas hutan sebesar 3.004.353 hektar, dan pada tahun 2019 berkurang menjadi 2.989.212 hektar. Jika kita bandingkan dengan luas Kota Banda Aceh, kira-kira kita di Aceh kehilangan hutan seluas 2,5 kali ukuran luas Kota Banda Aceh.” Sebutnya.
Zulfikar mengatakan mulai tahun 2020 hingga saat ini, masyarakat kesulitan untuk mencari pendapatan di perkotaan, dikhawatirkan sumber daya hutan dan lahan justru menjadi sasaran empuk sebagai sumber mata pencaharian baru bagi masyarakat yang kehilangan pekerjaan. Hal ini menjadi salah satu perhatian pemerintah. Masyarakat butuh makan, namun disisi lain lingkungan juga harus terus terjaga.
Selain faktor deforestasi dan degradasi hutan dan lahan, Zulfikar mengatakan kerusakan lingkungan dari sektor pertambangan juga perlu menjadi perhatian serius.
“Penambangan illegal (illegal minning) menurut pantauan saya juga banyak terjadi di berbagai kawasan di Aceh. Mulai dari penambangan emas tanpa izin, hingga hingga pengambilan pasir dan batu secara serampangan dan tidak terkontrol. Selain itu konversi lahan baik yang berizin maupun tidak masih terus dilakukan. Sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) kita di Aceh juga rata-rata sudah rusak dan sangat memprihatinkan.” Ungkapnya.
Ia menyarakan agar kejadian bencana bisa berkurang, Pemerintah segera melakukan tindakan secara serius. Seperti rehabiltasi hutan dan lahan dilakukan di seluruh kawasan hutan dan lahan sudah sangat kritis, tindak tegas para pelaku illegal logging maupun minning, termasuk pelaku pembakaran hutan dan lahan. Visi, Misi dan Rencana Pembangunan Aceh terkait lingkungan dan hutan sebenarnya sudah cukup baik, namun sampai saat ini masih miskin implementasi.
“Oleh karena itu mumpung masih ada waktu tersisa, saya rasa RPJM Aceh 2017-2022 perlu dikaji kembali, kita lihat program-program apa saja terkait lingkungan yang perlu dipriotaskan, dan kemudian coba direvisi kembali menyesuaikan dengan masa kerja Pemerintah Aceh yang akan berakhir pada tahun 2022, dan dilakukan penyesuaian hingga tahun 2024, karena kita tahu bahwa RPJM Aceh yang baru akan disusun kembali pada tahun 2024-2029. Semoga saja kebijakan lingkungan yang sudah ada dapat segera diimplementasikan di lapangan sehingga tujuan Pembangunan kita untuk Aceh yang lestari dapat benar-benar terwujud.” Pungkasnya [Hakim].