Beranda / Berita / Aceh / Anggaran Belanja Barang dan Jasa Senilai Rp356 Miliar di RSUDZA Dipertanyakan

Anggaran Belanja Barang dan Jasa Senilai Rp356 Miliar di RSUDZA Dipertanyakan

Senin, 02 September 2024 21:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Alfi Nora

Koordinator TTI Nasruddin Bahar. [Foto: for dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Transparansi Tender Indonesia (TTI) mempertanyakan belanja barang dan jasa senilai Rp 356 miliar pada RSUDZA disatukan dalam satu paket secara E-katalog. 

“TTI mengendus ada niat jahat dari pejabat RSUDZA Banda Aceh hal tersebut bukan tanpa alasan, menggabungkan paket menjadi satu dengan nilai yang pantastis menjadi pertanyaan besar. Paket senilai Rp 356.290.354.371 digabungkan menjadi satu paket ini jelas punya niat jahat,” kata Koordinator TTI Nasruddin Bahar dalam keterangan tertulis kepada Dialeksis.com, Senin (2/9/2024). 

Seharusnya, kata dia, pengguna anggaran dalam hal ini Direktur Rumah Sakit ZA memuat dalam SiRUP sesuai dengan paket yang dianggarkan sehingga masyarakat mudah memantau atau mengontrol item apa saja yang dibutuhkan pihak Rumah Sakit bukan dengan menggabungkan satu paket dalam jumlah besar. 

“Patut diduga dengan digabungkan beberapa jenis pekerjaan memudahkan mengatur atau menunjuk rekanan, dimana proses pemilihan penyedia secara Epurchasing sangat tertutup dan tidak transparan,” ungkapnya. 

Metode e-purchasing, kata dia, boleh dikatakan sama dengan penunjukan langsung tanpa proses tender. KPA dengan kewenangannya boleh menunjuk siapa saja rekanan yang dia mau. 

“Bayangkan saja paket Rp 350 miliar dikelola oleh satu orang sangat mudah untuk menarik komisi atau lebih dikenal dalam dunia e-katalog Cash Back dana yang dikembalikan yang jumlahnya sangat fantastis bisa mencapai 15-25%,” sebutnya. 

Menurutnya, pengelolaan anggaran di RSUDZA sangat tertutup sekali hanya dikendalikan oleh satu orang kepercayaan Direktur. Publik tidak bisa mengakses informasi yang seharusnya publik diberikan hak mendapat informasi sesuai dengan undang-undang keterbukaan informasi publik nomor 14 tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Seharusnya, kata dia, Kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan kejanggalan dalam pengelolaan anggaran pada RSUDZA, BPK seharusnya tahu mana item barang yang diduga Mark Up, padahal BPK sangat jeli melihat kelebihan bayar pada proyek-proyek APBK dan setiap tahun menjadi temuan di Kabupaten Kota bahkan kelebihan bayar Rp 25 juta diekspos di media. 

“Menjadi pertanyaan kenapa BPK setiap tahun memberikan status Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) pada RSUDZA, ada apa dengan BPK,” tanyanya. 

Nasrudddin mengungkapkan, setiap tahun anggaran pemeliharaan alat medis di mark-up mencapai puluhan miliar, kenapa Inspektorat tidak pernah menemukan kasus, padahal Inspektorat setiap tahun turun memeriksa. 

“Inspektorat Aceh tidak pernah kita baca ada temuan, selalu dalam keadaan baik-baik saja,” tutupnya.[nor]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda