Aminullah Usman Keynote Speaker Festival Lebah Madu Indonesia
Font: Ukuran: - +
Wali Kota Banda Aceh, Aminullah Usman, menerima penghargaan dari Yayasan Karsa Lagena Alam, Sabtu (19/2/2022) di Gedung ILTC, Banda Aceh. [Foto: Pemko Banda Aceh]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Wali Kota Banda Aceh, Aminullah Usman, menerima penghargaan dari Yayasan Karsa Lagena Alam. Penghargaan tersebut diberikan kepada Aminullah atas pencapaian dalam membangkitkan UMKM di tengah Pandemi Covid-19 dan melahirkan Lembaga Keuangan Mikro Syariah Mahirah Muamalah.
Piagam itu diberikan kepada Wali Kota saat Menjadi Keynote Speaker dalam kegiatan Festival Lebah Madu Indonesia dengan tema “Edu Wisata Belajar Hidup Dari Lebah”, yang digelar di Gedung ILTC, Banda Aceh, Sabtu (19/2/2022).
Turut hadir Wakil Wali Kota Banda Aceh Zainal Arifin, Ketua Umum Inspirator Lebah Madu Indonesia Debby Bustomu, Ketua Program Studi Ekonomi Islam USK M Haris, Ketua Yayasan Karsa Lagena Alam Muhammad Abthal Aufar, Penasehat Yayasan Aditya, para penggiat lebah madu, dan para unsur SKPD Kota lainnya.
Wali Kota Banda Aceh Aminullah Usman usai menerima penghargaan tersebut mengucapkan terimakasih. Ia pun memberikan apresiasi kepada Yayasan Karsa Lagena Alam atas pelaksanaan kegiatan Festival Lebah Madu Indonesia di Kota Banda Aceh yang di mulai dari tanggal 9 sampai dengan 20 Februari 2022.
“Mudah-mudahan kegiatan Festival Lebah Madu Indonesia dengan berbagai rangkaian kegiatan dapat berjalan dengan lancar, meskipun gelaran ini kita laksanakan masih dalam suasana Covid-19, namun semangat yang kita rasakan pada hari ini tetap sama seperti biasanya dan sama sekali tidak berkurang,” kata Aminullah.
Ia mengatakan, madu dapat menjadi obat dari beragam penyakit. Keistimewaan madu dan lebah luar biasa, sehingga tercantum dalam surat tersendiri di dalam Al-Quran.
“Dalam Alquran surah An-Nahl ayat 68-69, Allah SWT mengungkapkan keistimewaan dan khasiat yang terkandung dalam madu. Dalam Al-Quran Surat An-Nahl kita akan mengetahui produk lebah yang dapat dijadikan obat tidak terbatas hanya pada madu saja. Produk perlebahan selain madu dapat berupa royal jelly, tepung sari dan propolis lebah,” ungkapnya.
Disamping itu, kata Aminullah, Riset ilmiah terbaru membuktikan bahwa madu potensial sebagai antioksidan, anti mikroba, anti jamur, perawatan kulit, pengawet makanan, dan sebagai obat luka.
“Konsumsi madu penduduk Indonesia saat ini hanya 15 gram/kapita/tahun, sedangkan tingkat konsumsi madu masyarakat di negara-negara maju, seperti Jepang, Jerman, Inggris, Perancis dan Amerika Serikat mencapai 1000 s/d 1600 gram/kapita/tahun,” sebutnya.
Lanjut Aminullah, jumlah penduduk Indonesia saat ini lebih kurang 220 juta orang.
“Bila konsumsi madu sekitar 15 gram/kapita/tahun, maka setiap tahun dibutuhkan madu sebesar 3.300 ton. Sementara itu produksi madu dalam negeri kurun waktu 1996-2000 hanya 1.538-2.824 ton/tahun. Selain untuk konsumsi, madu juga dibutuhkan pada industri farmasi dan kosmetik yang mencapai 10.000 s/d 15.000 ton/tahun,” sebutnya lagi.
Ia meyakini, dengan memperhatikan konsumsi madu dan capaian produksi madu domestik, maka budidaya lebah madu layak dikembangkan di Aceh. Setidaknya ada lima faktor pendukung.
Pertama, Aceh memiliki spesies lebah lokal yang adaptif dengan iklim tropis dan produksi madu cukup tinggi. Kedua, Aceh merupakan wilayah agraris dengan daratan yang luas terdiri dari hutan, perkebunan, tanaman pangan, hortikultura, semak belukar dan rumput yang menghasilkan Nektar (bahan utama madu).
Ketiga, produksi madu domestik sangat rendah sehingga budidaya lebah madu sangat prospektif untuk dikembangkan. Keempat, budidaya lebah madu membutuhkan biaya produksi yang rendah. Kelima, lebah menghasilkan produk yang bermanfaat bagi manusia, sehingga menarik perhatian untuk di konsumsi.
“Untuk menjadi pemenang di era ekonomi digital, kita perlu bisa menangkap peluang inovasi yang dapat dilakukan baik oleh pemerintah dan pelaku bisnis,” jelas orang nomor satu di Banda Aceh itu. [HBA]