Aliansi Pemuda Aceh Tolak Penambahan Personel BKO, Desak Prioritas Pembangunan Ekonomi
Font: Ukuran: - +
Reporter : Naufal Habibi
Koordinator Aliansi Pemuda Aceh, Muhammad Amin. Dokumen untuk dialeksis.com.
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Polemik terkait penambahan personel Bawah Kendali Operasi (BKO) di Aceh kembali mencuat setelah salah satu anggota DPR RI asal Aceh mengusulkan kebijakan tersebut. Aliansi Pemuda Aceh (APA) dengan tegas menolak usulan itu.
Koordinator Aliansi Pemuda Aceh, Muhammad Amin, menyampaikan serangkaian alasan penolakan yang didasarkan pada analisis kondisi keamanan dan kebutuhan pembangunan Aceh saat ini.
Muhammad Amin menyebut bahwa kondisi Aceh pasca penandatanganan MoU Helsinki telah berangsur damai dan stabil. Oleh karena itu, wacana penambahan personel BKO dianggap tidak relevan dengan situasi terkini.
Muhammad Amin menegaskan bahwa situasi keamanan Aceh tidak lagi memerlukan penambahan personel BKO.
Menurutnya, Aceh telah menjalani masa damai yang stabil sejak perjanjian damai pada tahun 2005.
"Permintaan untuk menambah personel BKO hanya akan menciptakan kesan bahwa Aceh masih dalam kondisi rawan, padahal kenyataannya kami sudah lama menikmati kedamaian. Ini justru dapat merugikan citra Aceh di mata nasional dan internasional,” jelas Amin kepada Dialeksis.com, Senin, 18 November 2024.
Lebih lanjut, ia menyebut bahwa langkah tersebut dapat memicu persepsi negatif yang berpotensi menghambat investasi dan wisatawan untuk datang ke Aceh.
“Kami tidak ingin Aceh dipandang sebagai wilayah konflik lagi, karena itu bukan cerminan keadaan sebenarnya,” tambahnya.
Aliansi Pemuda Aceh menilai bahwa permasalahan mendasar yang dihadapi Aceh saat ini adalah kemiskinan dan pengangguran. Menurut data yang dihimpun APA, tingkat kemiskinan di Aceh masih berada di atas rata-rata nasional.
Oleh sebab itu, Aliansi menekankan bahwa anggaran negara sebaiknya dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur, peningkatan kualitas pendidikan, dan pengembangan ekonomi lokal.
“Penambahan BKO tidak akan menyelesaikan masalah kemiskinan yang terus menghantui masyarakat Aceh. Alih-alih mengutamakan keamanan yang sudah stabil, lebih baik fokus pada pembangunan ekonomi yang berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat,” papar Muhammad Amin.
Muhammad Amin juga mendorong pemerintah untuk memperkuat kapasitas polisi lokal daripada menambah personel BKO dari luar.
“Kami percaya bahwa solusi keamanan yang lebih efektif dan berkelanjutan adalah dengan memperkuat kepolisian lokal serta melibatkan masyarakat dalam menjaga ketertiban,” ujarnya.
Pendekatan berbasis komunitas ini dianggap lebih sejalan dengan semangat desentralisasi dan otonomi khusus yang dimiliki Aceh.
Menurut Muhammad Amin, pendekatan ini tidak hanya lebih efisien tetapi juga dapat membangun kepercayaan antara masyarakat dan aparat keamanan.
“Keterlibatan masyarakat dalam menjaga keamanan juga akan memperkuat kohesi sosial,” tambahnya.
Muhammad Amin mengingatkan agar isu penambahan personel BKO tidak dijadikan alat politisasi. Menurutnya, langkah ini berpotensi merusak kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
"Politisasi isu keamanan hanya akan memperkeruh suasana dan mencederai semangat perdamaian yang telah dibangun dengan susah payah,” tegasnya.
Aliansi Pemuda Aceh mengajukan sejumlah rekomendasi kepada anggota DPR RI asal Aceh. Muhammad Amin mendesak agar para wakil rakyat lebih memperhatikan aspirasi masyarakat dengan mendorong program-program yang berfokus pada revitalisasi ekonomi lokal.
“Kami mengusulkan adanya pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), serta program pelatihan kerja bagi generasi muda Aceh. Ini akan memberikan dampak jangka panjang dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat,” ungkapnya.
Lebih lanjut, ia juga menyoroti pentingnya pengawasan yang lebih ketat terhadap penggunaan Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA).
“Kami meminta agar pengelolaan DOKA dilakukan secara transparan dan akuntabel. Dana ini seharusnya digunakan untuk membangun infrastruktur dan meningkatkan layanan dasar seperti kesehatan dan pendidikan,” kata Amin.
Muhammad Amin meminta agar pemerintah lebih sering melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan yang berdampak langsung pada kehidupan rakyat Aceh.
“Kami berharap ada ruang dialog yang lebih luas antara pemerintah, perwakilan rakyat, dan masyarakat Aceh. Aspirasi dan kebutuhan rakyat harus menjadi prioritas utama,” pungkasnya.