Rabu, 23 Juli 2025
Beranda / Berita / Aceh / Aktivis Perempuan Protes Pembatalan Jambore Pramuka Banda Aceh Karena Drama Jabatan

Aktivis Perempuan Protes Pembatalan Jambore Pramuka Banda Aceh Karena Drama Jabatan

Selasa, 22 Juli 2025 19:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Aktivis perempuan Aceh, Yulindawati. [Foto: dokumen untuk dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Aktivis perempuan Aceh, Yulindawati, mengatakan kekecewaan terhadap pembatalan kegiatan Jambore Cabang (JAMCAB) Pramuka Kota Banda Aceh yang rencananya digelar di Bumi Perkemahan Jantho, Aceh Besar, pada 24 hingga 27 Juli 2025.

Menurutnya, pembatalan ini bukan sekadar persoalan teknis, melainkan sarat muatan politik yang merugikan banyak pihak, terutama anak-anak peserta Pramuka dan sekolah yang telah mempersiapkan diri.

“Ini bukan hanya soal acara gagal, ini soal kekecewaan anak-anak dan guru-guru yang sudah mempersiapkan segalanya jauh-jauh hari. Dan sekarang, semuanya dibatalkan hanya karena tarik-menarik kepentingan politik,” kata Yulindawati kepada Dialeksis.com, Selasa (22/7/2025).

Yulindawati menyebut pembatalan mendadak ini sangat mencederai semangat pembinaan karakter yang selama ini menjadi nilai utama dalam kegiatan Pramuka.

 Ia menilai keputusan tersebut sebagai bentuk penyalahgunaan kekuasaan yang berdampak langsung pada anak-anak yang seharusnya dilindungi dan dibina.

“Kalau benar kegiatan ini dibatalkan karena tidak adanya pelantikan Afdhal sebagai Ketua Kwarcab, dan adanya tekanan agar pengurus lama segera mengundurkan diri, maka ini sangat memprihatinkan. Apakah kepentingan anak-anak kita kalah penting dibanding kursi ketua?” ujarnya geram.

Sebelumnya, Ketua Harian Gerakan Pramuka Kwarcab Kota Banda Aceh, Taufiq, dalam surat edaran resminya, menyatakan bahwa seluruh kegiatan Pramuka, termasuk JAMCAB 2025, ditunda sampai terpilihnya Ketua Kwarcab yang baru melalui Musyawarah Cabang Luar Biasa (Muscablub).

Surat tersebut merujuk pada arahan Wali Kota Banda Aceh, Illiza Sa’aduddin Djamal, selaku Ketua Majelis Pembimbing Cabang (Mabicab), yang meminta pengunduran diri Ketua Kwarcab saat ini, Amiruddin.

 Yulindawati menyebutkan proses ini seharusnya tidak mengganggu kegiatan utama Pramuka yang telah dipersiapkan sedemikian matang oleh sekolah dan para pembina.

“Sekolah kami sudah menyewa tempat, menyiapkan perlengkapan, bahkan latihan intensif dilakukan selama berminggu-minggu. Kami bahkan sudah menyiapkan menu makanan untuk anak-anak di lokasi perkemahan. Tapi semua itu dibatalkan dalam sekejap karena elite di atas tidak bersepakat. Ini sangat tidak adil,” tegas Yulindawati.

Yulindawati menyebutkan bahwa pembatalan ini adalah kali kedua dalam tahun yang sama. Sebelumnya, kegiatan serupa juga sempat batal tanpa alasan yang jelas.

Hal ini membuat banyak siswa dan pembina kehilangan semangat serta menurunkan kepercayaan terhadap pengelolaan kegiatan Pramuka di Banda Aceh.

“Anak-anak kecewa. Mereka sudah siapkan atribut, latihan formasi, hingga hafal yel-yel. Bahkan orang tua sudah berkontribusi secara moral dan material. Tapi tiba-tiba semuanya dibatalkan begitu saja,” ujarnya.

Ia juga mengungkapkan bahwa beberapa sekolah mengalami kerugian finansial karena sudah membayar biaya sewa tenda dan logistik lainnya yang tak bisa dikembalikan.

“Sekolah rugi, anak-anak kecewa, dan yang paling menyedihkan, nilai-nilai Pramuka seperti disiplin, tanggung jawab, dan semangat kebersamaan dikorbankan demi perebutan posisi,” lanjutnya.

Yulindawati mendesak agar Pemerintah Kota Banda Aceh dan pengurus Pramuka tidak mencampuradukkan urusan politik dengan kegiatan pendidikan karakter.

“Wali Kota harus bersikap bijak. Jangan sampai hanya karena ingin memastikan Afdhal menjadi Ketua Kwarcab, kegiatan yang menyangkut pembentukan karakter generasi muda dibatalkan seenaknya. Pramuka bukan alat politik, dan anak-anak bukan pion di papan catur kekuasaan,” tandasnya.

Ia juga meminta agar semua pihak menjaga netralitas Pramuka sebagai organisasi pendidikan non-politik yang selama ini menjadi ruang aman bagi generasi muda Aceh untuk belajar nilai-nilai kebangsaan, kejujuran, dan tanggung jawab sosial.

“Pertanyaannya sederhana, pramuka ini ada demi siapa? Kalau demi kepentingan anak-anak dan pendidikan karakter, maka hentikan campur tangan politik yang justru merusak semuanya,” tutup Yulindawati. [nh]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI