Aktivis Lingkungan Sebut Aceh Dalam Kondisi Darurat Ekologis
Font: Ukuran: - +
Reporter : Nora
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Bencana banjir yang tengah dialami oleh masyarakat Aceh Utara, Aceh Timur, Aceh Tamiang dan sekitarnya bukanlah banjir biasa. peristiwa itu sudah seharusnya ditangani serius oleh Pemerintah Aceh, karena bencana alam banjir ini hampir setiap saat terjadi berulang-ulang.
Kerugian yang dialami masyarakat pun tak sedikit, apalagi bagi mereka yang hidup pas-pasan tentu mengalami dampak yang besar. masyarakat tak hanya kehilangan harta benda bahkan juga merenggut nyawa.
Korban meninggal akibat banjir di Kabupaten Aceh Utara dan Aceh Timur hingga Selasa (4/12/2022) pagi sudah mencapai lima orang. Jumlah warga yang terpaksa mengungsi juga terus bertambah. Para korban banjir, terutama yang berada di pengungsian dilaporkan mulai terserang berbagai penyakit, terutama gatal-gatal.
Pemerintah Aceh dari berbagai instansi juga telah mengirimkan bantuan masa panik sebanyak berupa beras, minyak goreng, gula pasir, air mineral kemasan, telur, mi instan, air bersih, pakaian dan sebagainya.
Aktivis Lingkungan Aceh, TM Zulfikar mengatakan Pemerintah daerah maupun pusat seharusnya lebih peka terhadap segala kondisi yang dialami oleh masyarakat yang mereka pimpin.
"Persoalan bencana ini bukan sesuatu yang baru, kita sudah setiap saat menyampaikan bahwa Aceh saat ini sudah dalam kondisi darurat ekologis. Kerusakan lingkungan kita sudah sangat besar dan massif," jelasnya kepada Dialeksis.com, Kamis (06/01/2021).
Untuk itu, lanjutnya, butuh penanganan serius dalam menanggulangi hal tersebut. Selama ini terkesan seolah-olah terkejut ketika bencana besar terjadi, padahal kantong-kantong atau titik bencana sudah hampir merata di seluruh wilayah.
"Silahkan cek, berapa banyak sudah daerah aliran sungai (DAS) kita yang rusak oleh berbagai kegiatan. Begitu juga tingkat kerusakan hutan kita mulai dari hulu, tengah hingga ke hilir juga semakin luas. Hal ini perlu penanganan segera dan tidak usah lagi saling menyalahkan hujan," tegas Zulfikar yang juga Wakil Ketua Forum Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Aceh.
Karena memang, kata dia, semakin hari perubahan iklim semakin tak menentu. Tentu harus disikapi dengan berbagai cara seperti melakukan mitigasi dan adaptasi terhadap fenomena iklim tersebut.
Dewan Daerah WALHI Aceh menjelaskan masyarakat seharusnya sadar bahwa saat ini di Aceh sudah dalam kondisi darurat atau rentan bencana. Terutama masyarakat yang tinggal di sekitar hutan dan daerah aliran sungai (DAS).
"Dengan semakin buruknya kondisi iklim kita, ditambah dengan meningkatnya kerusakan hutan dan DAS maka tidak ada cara lain, masyarakat dan pemerintah harusnya melakukan tindakan cepat secara bersama-sama," tuturnya.
Penerima Kasim Arifin Award Tahun 2021 Universitas Syiah Kuala itu menyampaikan harus ada aksi bersama dalam rangka rehabilitasi hutan dan lahan, mulai dari hulu hingga pesisir.
"Lalu pastikan kegiatan ilegal dapat diminimalisir atau dihilangkan. Paling tidak secara bertahap mari kita pulihkan kondisi lingkungan kita," katanya.
Jika tidak, tambahnya, bencana banjir seperti itu akan terus terjadi sepanjang tahun. Mungkin ini menjadi sebuah peringatan bagi semua untuk lebih bijak dalam menyikapi kondisi alam saat ini.
"Lingkungan harus terus terjaga, hutan lestari dan rakyat sejahtera semoga tidak menjadi slogan semata," pungkasnya.