Aktifitas Dakwahnya Dilarang, Ust Haris: Kami Diajarkan Untuk Patuh Pada Pemimpin Muslim
Font: Ukuran: - +
Ust. Haris Abu Naufal
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Tokoh agama yang selama ini aktif mengisi kajian keagamaan dan dituding beraliran salafi Wahabi Ustad Haris Abu Naufal mengaku heran dengan pihak yang selama ini merasa terganggu dengan dakwah yang dilakukan pihaknya. Menurutnya, mayoritas masyarakat Banda Aceh justru menerima dengan baik aktifitas dakwah yang dilakukan dia dan teman-temannya.
"Kita merasa aneh saja, sebenarnya yang digelisahkan, dan diusik dengan keberadaan dakwah itu siapa sebenarnya. Karena kalau kita hitung-hitung, orang yang hadir di pengajian lebih banyak dari orang yang menolak," ujar Ust Haris saat dihubungi Dialeksis.com via sambungan selular, Jumat, (21/6/2019).
Ketika disinggung terkait adanya larangan aktifitas kajian keagamaan yang selama ini rutin dilakukan dibeberapa mesjid di Banda Aceh, Ust Haris mengatakan, dalam mazhab yang diyakininya di ajarkan untuk patuh pada pemimpin muslim dan tidak membangkang. Namun, ia mempertanyakan tentang alasan larangan itu yang disebut meresahkan masyarakat.
"Kita butuh arti yang benar, apa definisi dari pengajian meresahkan itu. Di mesjid Oman misalnya, pemateri yang dihadirkan berasal dari berbagai golongan, dari IAIN, pihak dayah, dan kelompok lainnya. Kalau pertimbangannya audien, alhamdulillah, silahkan nilai sendiri," tegasnya.
Ust Haris menilai, mayoritas masyarakat yang hadir dalam setiap kegiatan pengajiannya merupakan golongan orang-orang yang telah teruji secara keilmuan.
"Banyak dari dokter, dosen, bahkan professor, mereka ini orang-orang yang berakal kan. Kalau seperti aliran Gafatar misalnya, orang-orang itu pasti akan melihat dengan aneh. Dalam pengajian kita, perasaan orang itu harus dijaga, tidak mengusik orang lain. Buang ludah aja tidak boleh sembarangan," sebut Ust Haris.
Ia pun menyinggung Arab Saudi yang selama ini dianggap menganut paham Wahabi. Menurutnya, tidak ada pembatasan bagi umat muslim untuk masuk ke negara Saudi ketika memiliki pandangan berbeda.
"Orang yang pergi umrah dan naik haji, apakah ada dirazia di bandara, 'kamu Wahabi atau bukan'. Kan tidak. Itu bukti nyata dan riil seperti kita melihat matahari siang hari," ucapnya.
Ia mencontohkan tentang imam besar FPI Habib Rizieq yang selama ini berada di Arab Saudi, namun tidak di usik keberadaan nya oleh pemerintah disana.
"Itu kan yang ikut menolak kemarin (insiden Mesjid Al-Fitrah Keutapang) juga ada dari FPI, kita bisa lihat melalui simbol yang digunakan. Tapi, meskipun demikian, tokoh FPI yang saat ini berada di Arab Saudi tidak diganggu kan," tukasnya.
Ust Haris menegaskan akan tetap focus dengan dakwah yang dijalani. Menurut dia setiap hal benar yang disampaikan, pasti ada tantangannya tersendiri.
"Logikanya begini. Aturan PNS masuk jam 8 dan pulang jam 5. Lantas, dia berupaya untuk menyampaikan hal tersebut kepada teman-temannya yang belum melaksanakan aturan itu. Kira-kira dia disukai atau tidak? Pasti tidak kan. Apalagi kita berbicara sesuatu yang sudah diyakini oleh banyak orang. Wajar akan terjadi pertentangan ditengah masyarakat," ulasnya.
Di akhir wawancara, Ust Haris menyatakan akan bersedia diajak untuk berdiskusi dengan para pihak yang selama ini menganggap kajiannya sesat dan menyimpang, dengan catatan pertemuan itu dihadiri oleh pihak berkompeten.
"Imam Syafii pernah berkata 'kalau seandainya saya berdebat dengan orang pintar, saya akan menang'. Namun, kalau kita berdebat dengan kemampuannya hanya seluas 'Plat BL', kita akan kesulitan. Kecuali, kalau dilibatkan semua golongan yang ada, misalnya dari Muhammadiyah, Persis, atau dari intelektual yang ada di Indonesia, atau Aceh secara khusus," demikian Ust Haris Abu Naufal.