DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Akademisi dari UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Dr. Teuku Zulkhairi, mengimbau masyarakat Aceh untuk tetap waspada dan tidak terpengaruh oleh konten menyesatkan yang beredar di media sosial, khususnya akun TikTok @Tersadarkan5758.
Akun tersebut diketahui secara aktif memposting video yang mengandung penistaan terhadap agama Islam, penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW, serta ajakan untuk keluar dari Islam.
Unggahan akun tersebut memicu kemarahan dan kecaman publik, terutama di Aceh, daerah yang dikenal religius dan menjunjung tinggi nilai-nilai syariat Islam. Warganet menilai tindakan pemilik akun itu telah melewati batas kebebasan berekspresi dan masuk dalam kategori penodaan agama.
Dr. Teuku Zulkhairi, yang juga menjabat sebagai Humas Pengurus Besar Himpunan Ulama Dayah Aceh (PB HUDA), menilai perbuatan itu sangat berbahaya karena bisa menimbulkan keresahan dan kebingungan di tengah masyarakat, terutama bagi generasi muda yang aktif di dunia maya.
“Tindakan menghina Rasulullah SAW dan mengajak umat Islam untuk murtad bukanlah bentuk kebebasan berpendapat, tetapi pelanggaran moral dan spiritual yang berat. Jika dibiarkan, hal ini berpotensi menimbulkan keresahan sosial yang lebih luas. Karena itu, aparat harus bertindak tegas dengan menangkap pemilik akun tersebut,” tegasnya saat diwawancarai media dialeksis.com, di Banda Aceh, Jumat (10/10/2025).
Menurut Zulkhairi, perilaku seperti ini mencerminkan krisis moral dan spiritual yang semakin nyata di era digital. Banyak individu yang tergoda mengejar sensasi dan popularitas di media sosial tanpa mempertimbangkan batas etika maupun dampaknya terhadap masyarakat luas.
“Menghormati agama adalah bagian dari ketakwaan, sementara merendahkannya adalah tanda rusaknya hati. Ini bukan lagi soal konten, tapi soal keimanan dan akhlak,” ujarnya.
Ia menilai bahwa aparat penegak hukum perlu bertindak cepat dan tegas terhadap akun-akun yang menyebarkan kebencian terhadap Islam, agar kasus serupa tidak terulang kembali.
Tgk Zulkhairi menegaskan bahwa kebebasan berekspresi di dunia maya tidak boleh dijadikan alasan untuk merusak keharmonisan umat beragama.
Lebih lanjut, ia juga mendorong peran aktif lembaga pendidikan Islam, para ulama, dan dai untuk memperkuat literasi digital Islami, agar umat mampu membedakan mana informasi yang benar dan mana yang menyesatkan.
“Media sosial bukan ruang bebas nilai. Umat Islam harus mampu menghadirkan konten yang mencerminkan rahmatan lil-‘ālamīn, bukan sebaliknya. Karena itu, masyarakat Aceh saya imbau untuk tidak terpengaruh oleh ajakan-ajakan murtad yang disebarkan lewat media sosial,” ujarnya.
Tgk Zulkhairi menambahkan, kasus ini menjadi peringatan serius bagi pemerintah, aparat keamanan, dan masyarakat untuk memperkuat sistem pengawasan terhadap konten digital yang berpotensi merusak aqidah dan ketenteraman sosial.
“Kalau dibiarkan, ini bukan hanya melukai umat Islam, tapi juga bisa menimbulkan perpecahan di masyarakat. Aparat harus sigap, masyarakat harus cerdas,” pungkasnya. [nh]