Beranda / Berita / Aceh / Akademisi FH USK Jelaskan Sistem Pemilu Diantara Proporsional Terbuka dan Tertutup

Akademisi FH USK Jelaskan Sistem Pemilu Diantara Proporsional Terbuka dan Tertutup

Rabu, 04 Januari 2023 11:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Nora

Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala (USK), Zainal Abidin SH MSI MH [Foto: ist]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala (USK), Zainal Abidin SH MSI MH merespons pernyataan Ketua KPU RI terkait sistem Pemilu 2024 yang akan berpotensi digelar dengan sistem proporsional tertutup. 

Zainal menjelaskan, pada dasarnya terdapat 2 sistem Pemilu dalam khasanah ilmu politik, yakni sistem distrik (memilih langsung wakilnya) dan sistem perwakilan berimbang atau proporsional sistem (memilih organisasinya/partai politik). 

“Sistem Pemilu proporsional menjadi sistem yang paling banyak dipilih. Indonesia salah satu negara yang memilih Sistem proporsional dan dalam perkembangannya semacam hybrid system yang memadukan aspek representativitas yang menjadi keunggulan sistem proporsional dengan aspek kedekatan pemilih dan terpilih yang merupakan keunggulan sistem distrik,” jelasnya saat diwawancarai Dialeksis.com, Rabu (4/1/2023). 

Lebih lanjut, kata dia, lahirlah apa yang dikenal dengan sistem proporsional terbuka. Sistem ini lahir dari putusan Mahkamah Konstitusi sebagai koreksi atas buruknya sistem proporsional tertutup sekian lama berlaku sepanjang Orde Baru. 

Menurutnya, kelemahan sistem proporsional tertutup itu akan mereduksi prinsip kedaulatan rakyat menjadi daulat partai, rakyat diajak memilih partai sehingga wakil rakyat yang dihasilkan tersubordinasi sepenuhnya dibawah organisasi politik peserta Pemilu. 

Sementara kelebihan sistem proporsional tertutup ini, lanjutnya, partai politik menjadi fokus utama dalam kontentasi Pemilu, determinasi partai politik dan mendorong institusionalisasi partai politik.

Untuk itu, Zainal menegaskan, pada Pemilu 2024 lebih tepat menggunakan sistem proporsional terbuka. 

Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 menegaskan kedaulatan tertinggi ada pada rakyat, sehingga demokrasi dalam Pemilu harus memberi ruang partisipasi rakyat seluas-luasnya. 

“Rakyat sebagai subyek dalam dimensi daulat rakyat, tidak pada tempatnya pemilik kedaulatan dijadikan sebagai objek oleh kontestan Pemilu. Hanya melalui sistem Pemilu Proporsional terbuka artikulasi prinsip kedaulatan rakyat dapat didayadorongkan secara leluasa,” jelasnya lagi. 

Di sisi lain, ia juga mengakui tidak ada sistem Pemilu yang sempurna atau ideal, alternatif bisa diketemukan mungkin pada sistem Pemilu diharap dapat meminimalisir anasir yang mengandung kelemahan dalam mencerminkan suara rakyat (a less disproportional electoral system). 

Maka dalam hal ini, ia menegaskan sistem proporsional terbuka jelas lebih baik dan demokratis dibandingkan dengan sistem proporsional tertutup. 

“Sehingga pada Pemilu 2024 sistem Pemilu Proporsional terbuka lebih tepat untuk dilaksanakan. Untuk itu kelemahan dalam sistem proporsional terbuka tidak mesti direspon dengan mengubah sistem proporsional terbuka menjadi tertutup,” terangnya. 

Tetapi, sambungnya, dalam sistem proporsional terbuka dapat dikombinasikan atau dibuat memperkuat partai politik sebagai pilar demokrasi dan electoral berbasis daulat rakyat untuk mendukunmg Pemilu yang demokratis. (Nor)

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI
Komentar Anda