kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Adli Abdullah: Deplu Telah Bekerja Keras Menggunakan Konstitusi Thailand

Adli Abdullah: Deplu Telah Bekerja Keras Menggunakan Konstitusi Thailand

Sabtu, 12 September 2020 08:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Indri

[Foto: Ist/Net]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Raja Thailand, RajaRama X dalam rangka ulang tahunnya ke 68 pada tanggal 28 Juli 2020, telah menganugerahkan pengampunan kepada 51 nelayan asal Aceh terpidana penangkapan ikan illegal diwilayah territorial dan ZEE mareka. Selama ini 51 nelayan tersebut ditahan di penjara Phang Ngah, Selatan Thailand. 

Dr. M. Adli Abdullah dosen Hukum Universitas Syiah Kuala mengatakan, berita menyenangkan bagi komunitas nelayan Aceh setelah ditetapkan dalam keputusan Hakim Pengadilan Phang Ngah pada Rabu 9 September 2020. Pemberian amnesti (royal pardon) dari raja Thailand kesepuluh dari Dinasti Chakri, yang digelar Rama X ini diatur dalam konstitusi kerajaan Thailand pada pasal 221 dan 225 UUD Thailand dan Pasal 259 hingga 267 KUHP Thailand (BE 2548). 

"Hal ini dikarenakan Thailand adalah sedikit Negara di dunia yang masih menganut sistem monarki konstitusional," ungkap dosen senior Fakultas Hukum Unsyiah yang aktif melakukan advokasi dan pendampingan nelayan kecil Aceh. 

Berbicara capaian atas keberhasilan advokasi dari pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri terhadap 51 nelayan Aceh yang terjerat hukum di negara Thailand, Adli Abdullah mengucapkan apresiasi terhadap usaha maksimal yang membuahkan hasil dari pemerintah Indonesia.

"Tim pemerintah Indonesia sangat lihai memahami celah hukum yang dapat ditempuh, termasuk melakukan lobi kepada pemerintah Thailand untuk membebaskan 51 nelayan Aceh disana. Ini patut dihargai, saya atas nama masyarakat Aceh mengucapkan terima kasih sekali kepada pemerintah Indonesia. Kalau tidak menggunakan diplomatik mustahil 51 nelayan ini bisa bebas segera," papar mantan sekjen Panglima Laot Aceh itu. 

Memahami praktek hukum di Thailand, Adli Abdullah menjelaskan, dalam KUHP Thailand permohonan pengampunan terhadap terpidana setelah adanya keputusan yang berkekuatan hukum tetap (final and binding) hanya kebijaksanaan raja berdasarkan rekomendasi menteri kehakiman yang dapat membebaskannya. 

"Itupun bila ada permohonan yang diajukan oleh narapidana itu sendiri, wali atau perwakilan diplomatik bila yang ditahan itu orang asing," kata Adli Abdullah  anggota tetap International Collective Support of Fishing Community (ICSF) perwakilan Indonesia.

Adli memberikan informasi, bahwa 51 nelayan ini akan dipindahkan ke Pusat Detensi Imigrasi di Bangkok, untuk selanjutnya akan repatriasi ke tanah air. Keseluruhan 51 nelayan Indonesia dari Aceh ini 30 orang dan 3 anak dibawah umur ditangkap pada pada bulan Januari 2020, kemudian 21 nelayan dan 3 anak dibawah umur ditangkap bulan Februari 2020. 6 anak anak dibawah umur ini telah direpatriasi pada 16 Juli 2020.

Terakhir dirinya menyampaikan agar elit politik jangan mengklaim bahwa kepulangan 51 nelayan Aceh karena berkasus di Thailand adalah jasa besar mereka. Terkadang kesalnya Adli Abdullah banyak manuver elit politik mengklaim ada andil besar memulangkan mereka."Janganlah cari panggung dan mengambil keuntungan pencitraan atas nama korban atau nelayan Aceh tersebut," tegasnya. 

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda