Selasa, 09 Desember 2025
Beranda / Berita / Aceh / Adi Laweung Minta Pemerintah Pusat Permudah Masuknya Bantuan Asing Pascabanjir Aceh

Adi Laweung Minta Pemerintah Pusat Permudah Masuknya Bantuan Asing Pascabanjir Aceh

Senin, 08 Desember 2025 22:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Suadi Sulaiman, yang lebih dikenal dengan nama Adi Laweung, mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). [Foto: Naufal Habibi/dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Kondisi Aceh pascabencana hidrometeorologi yang melanda sejumlah daerah dalam beberapa pekan terakhir dinilai semakin mengkhawatirkan.

Suadi Sulaiman, yang lebih dikenal dengan nama Adi Laweung, mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) menilai, situasi Aceh saat ini sudah memasuki fase darurat yang membutuhkan uluran tangan tidak hanya dari dalam negeri, tetapi juga dari negara-negara sahabat.

“Kondisi Aceh hari ini hampir mirip dengan situasi pascatsunami 2004. Kita butuh bantuan besar, cepat, dan terkoordinasi. Bantuan asing atau bantuan internasional itu sangat diperlukan. Kita butuh uluran tangan dari negara sahabat,” kata Adi Laweung kepada wartawan Dialeksis.com, Senin (8/12/2025).

Menurutnya, skala bencana yang terjadi tidak bisa lagi ditangani secara biasa-biasa saja. Ribuan warga masih terjebak di pengungsian, sebagian daerah masih terisolasi, sementara kebutuhan logistik, kesehatan, dan sanitasi sangat mendesak.

Adi Laweung secara tegas meminta pemerintah pusat agar tidak terlalu terpaku pada birokrasi yang berbelit terkait masuknya bantuan dari luar negeri. Ia berharap aturan bisa diperlonggar demi keselamatan dan kemanusiaan.

“Kita berharap pemerintah pusat jangan terlalu memikirkan birokrasi. Aturan mohon diperlonggar agar bantuan asing bisa segera masuk ke Aceh. Harus segera disalurkan bantuan tersebut supaya tidak berdampak buruk bagi para pengungsi,” tegasnya.

Ia menilai keterlambatan sedikit saja dalam penyaluran bantuan akan berdampak langsung pada kondisi psikologis dan fisik para korban bencana, terutama anak-anak, lansia, dan kelompok rentan lainnya.

Selain kebutuhan pangan dan tempat tinggal, Adi Laweung menekankan bahwa masalah kesehatan dan sanitasi merupakan persoalan paling krusial di tengah situasi darurat saat ini.

Genangan air, keterbatasan air bersih, serta kepadatan pengungsian berpotensi besar memicu wabah penyakit. “Yang paling penting juga adalah masalah kesehatan dan sanitasi. Korban butuh penanganan segera. Kalau ini terlambat, dampaknya bisa lebih fatal dari bencananya sendiri,” ujarnya.

Ia mengingatkan, penyakit seperti diare, infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), penyakit kulit, hingga demam berdarah sangat mungkin merebak jika sanitasi tidak segera ditangani dengan baik.

Adi Laweung juga mendorong kondisi sejumlah daerah yang hingga kini masih sulit dijangkau bantuan, khususnya wilayah lintas tengah Aceh dan Aceh Tamiang. Menurutnya, distribusi bantuan ke daerah-daerah tersebut harus menjadi prioritas utama.

“Harus segera disalurkan bantuan, apalagi ke daerah-daerah terisolasi seperti lintas tengah dan Aceh Tamiang. Jangan sampai mereka terlambat menerima bantuan hanya karena persoalan akses,” katanya.

Ia menyayangkan jika proses penyaluran bantuan justru diperlambat oleh persoalan administrasi, sementara warga di lapangan berjuang mempertahankan hidup.

Dalam kesempatan itu, Adi Laweung juga secara terbuka menyayangkan belum ditetapkannya status bencana nasional terhadap musibah besar yang melanda Aceh saat ini.

Menurutnya, penetapan status nasional akan mempercepat masuknya dukungan skala besar dari dalam dan luar negeri.

“Kita sangat menyayangkan status nasional tidak ditetapkan. Padahal dampaknya sangat luas, korbannya banyak, dan wilayah terdampaknya menyebar. Kalau status nasional ditetapkan, tentu bantuan internasional akan lebih cepat masuk,” ungkapnya.

Adi Laweung juga mengatakan pentingnya sikap terbuka dari pemerintah terhadap bantuan dari pihak mana pun, baik lembaga internasional, negara sahabat, maupun organisasi kemanusiaan luar negeri.

Ia menyebut, dalam kondisi darurat, yang paling utama adalah keselamatan jiwa dan pemulihan cepat bagi para korban.

“Pemerintah tidak boleh melarang atau mempersulit masuknya bantuan dari negara luar untuk penanganan bencana hidrometeorologi yang melanda Tanah Rencong. Ini harus terbuka, menerima bantuan dari pihak mana pun,” tutupnya. [nh]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI