Adakah Restorative Justice untuk Pemuda Bireuen yang Melecehkan Bendera, Winardy: Penyidik yang Tentukan
Font: Ukuran: - +
Reporter : akhyar
Kabid Humas Polda Aceh, Kombes Winardy. [Foto: Dialeksis/ftr]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - RA (21), Pemuda asal Bireuen yang melecehkan bendera merah putih berhasil diamankan Ditreskrimum dan Ditintelkan Polda Aceh.
Pelaku yang merobek dan membakar bendera merah putih serta merekam aksinya lewat media sosial tersebut dikenakan pidana dengan Pasal 66 juncto Pasal 24 huruf a Undang-undang No.24/2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara, Serta Lagu Kebangsaan Indonesia. Pelaku juga terancam pidana penjara paling lama lima tahun.
Lantas, atas aksinya tersebut, adakah kemungkinan pelaku tersebut dilakukan pendekatan hukum Restorative Justice?
Saat dikonfirimasi, Kabid Humas Polda Aceh Kombes Pol Winardy SH SIK MSi menyatakan, dari kasus pelecehan bendera merah putih ini Polda Aceh melakukan penyidikan dengan alat bukti serta pemenuhan mens rea (niat) dan actus reus (perbuatan) berdasarkan data dan fakta.
“Pihak Polda Aceh juga lagi mendalami niat tersangka serta perbuatan yang bersangkutan untuk dibuktikan bahwa dilakukan dengan sadar,” ujar Winardy kepada reporter Dialeksis.com, Banda Aceh, Sabtu (27/8/2022).
Sementara untuk pertanyaan mengenai keadilan restoratif, Winardy menyatakan, penentuan tersebut akan ditentukan oleh penyidik dengan patokan hukum sebagai dasar.
“Semua nanti penyidik yang akan menentukan, karena penyidik bekerja secara profesional dan berpatokan dengan hukum,” pungkas Winardy.
Dikabarkan di media ini, Jumat (26/8/2022) kemarin Polda Aceh melakukan konferensi pers mengenai penangkapan pemuda asal Bireuen yang melecehkan bendera merah putih dan merekam aksinya ke media sosial.
Dari kronologi kejadian, pembakaran bendera merah putih terjadi pada 21 Agustus 2022 sekitar Pukul 00.30 WIB di lantai dua sebuah warung di Kawasan Pante Gajah, Kecamatan Peusangan Bireuen.
Tersangka tersulut amarah setelah diprovokasi rekannya WY, warga negara Indonesia yang berkerja di Malaysia.
Saat itu, WY mengatakan, Aceh bukan bagian dari Negara Indonesia dan menjanjikan jika tersangka RA berani membakar bendera akan direkrut bergabung dengan Tentara Aceh Merdeka (TAM).
Tersangka RA menyuruh temannya MA sebagai saksi untuk naik ke lantai dua warkop tempat kejadian, kemudian meminjam handphone milik MA untuk melakukan video call dengan WY.
WNI yang bekerja di Malaysia memprovokasi tersangka RA untuk melakukan perobekan, pembakaran, dan menginjak-injak bendera.
Barang bukti yang diamankan dari tersangka diantaranya sandal yang dipakai tersangka saat membakar bendera, celana, bendera merah putih sisa sobekan dan bekas terbakar, korek api, topi yang berlambang bendera bulan bintang dan handphone yang digunakan RA untuk mengunggah video pembakaran bendera. [Akhyar]