Jum`at, 15 Agustus 2025
Beranda / Berita / Aceh / GM Bandara SIM Jelaskan Penyebab Pesawat Jusuf Kalla Batal ke Aceh

GM Bandara SIM Jelaskan Penyebab Pesawat Jusuf Kalla Batal ke Aceh

Jum`at, 15 Agustus 2025 08:15 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

General Manager PT Angkasa Pura Indonesia, Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda (SIM) Aceh, Setiyo Pramono. Dokumen untuk dialeksis.com.


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Insiden bird strike yang menimpa pesawat yang ditumpangi Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12, Jusuf Kalla (JK), pada Kamis (14/8/2025), menjadi perhatian publik. 

Pesawat yang lepas landas dari Jakarta menuju Banda Aceh itu terpaksa kembali ke Bandara Soekarno-Hatta hanya 10 menit setelah mengudara akibat burung masuk ke mesin.

JK dijadwalkan hadir untuk menerima Peace Award dari Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh sebagai tokoh perdamaian, dalam rangka peringatan 20 tahun Hari Damai Aceh. Namun, insiden tersebut membuatnya batal mendarat di Aceh.

Menanggapi hal tersebut, General Manager PT Angkasa Pura Indonesia, Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda (SIM) Aceh, Setiyo Pramono, menjelaskan bahwa bird strike adalah salah satu risiko yang dihadapi penerbangan di seluruh dunia. Meski area sekitar bandara sudah diupayakan bebas dari gangguan satwa, kemungkinan kejadian ini tetap ada.

“Kalau di area sekitar bandara, biasanya hal-hal seperti ini sudah dieliminir. Namun, secara kondisi memang dimungkinkan ada potensi kejadian seperti ini, apalagi saat pesawat berada di ketinggian tertentu setelah lepas landas,” ujarnya kepada media dialeksis.com, Jumat, 15 Agustus 2025.

Menurut Setiyo, ketika burung tersedot ke mesin pesawat, dampaknya bisa sangat serius.

“Jika burung masuk ke dalam engine, bisa berakibat fatal dan menyebabkan kerusakan pada mesin pesawat. Proses perbaikannya tentu memakan waktu, tidak bisa langsung selesai dalam hitungan menit,” jelasnya.

Menanggapi dugaan bahwa pesawat yang terbang ke Aceh banyak yang tidak layak terbang atau kerap bermasalah, Setiyo menegaskan bahwa pernyataan tersebut tidak tepat tanpa konfirmasi resmi dari pihak maskapai.

“Sebenarnya ini harus dikonfirmasi ke maskapai pengangkutnya terkait kategori kerusakan pesawatnya. Bird strike adalah faktor eksternal, bukan karena pesawatnya tidak layak. Bahkan pesawat yang kondisinya sangat baik pun bisa mengalaminya,” kata Setiyo.

Setiyo menekankan bahwa keputusan untuk memutar balik pesawat hanya 10 menit setelah take off merupakan prosedur keselamatan yang benar. Langkah ini memastikan penumpang, awak, dan pesawat tidak berada dalam risiko lebih besar.

“Keselamatan penerbangan adalah hal utama. Lebih baik pesawat kembali dan menjalani pemeriksaan menyeluruh, daripada melanjutkan perjalanan dengan potensi bahaya,” pungkasnya.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI