DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Dana Otonomi Khusus (Otsus) Aceh yang selama ini menjadi penopang utama pembangunan, termasuk pembinaan pendidikan dayah, hanya tersisa dua tahun lagi.
Sesuai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, mulai 2022 hingga 2027, Aceh hanya menerima dana otsus sebesar 1 persen dari total Dana Alokasi Umum (DAU) Nasional. Artinya, porsi dana yang masuk ke Aceh kian mengecil dan berpotensi berakhir pada tahun 2027.
Kondisi ini dipastikan berdampak langsung pada banyak program, termasuk program pembinaan dayah di Aceh. Selama ini, relatif besar dukungan anggaran untuk dayah bersumber dari dana otsus melalui Dinas Pendidikan Dayah Aceh. Karena itu, para pimpinan dayah diimbau mempersiapkan diri sejak dini menghadapi era pasca-otsus.
“Harus disampaikan secara jujur, suka atau tidak, 2027 adalah batas akhir dana otsus jika lobi Aceh tidak berhasil tahun ini. Pasca Otsus Pemerintah Aceh mungkin tidak lagi punya kemampuan besar untuk membantu dayah seperti selama ini,” ujar Tgk Akmal Abzal Pimpinan LPI Al-Anshar Kaye Lee, Aceh Besar pada Dialeksis.com, Selasa (30/9/2025).
Gubernur Aceh, Muzakkir Manaf, juga diharapkan mampu mewujudkan salah satu prioritas kebijakannya adalah mewujudkan kemandirian dayah. Caranya, dengan mendorong lahirnya pendidikan vokasional sebagai pelengkap kurikulum dayah.
Dengan begitu, para santri yang tamat nantinya dapat hidup mandiri.
Selain itu, dayah juga didorong mengembangkan unit usaha produktif di lingkungan pesantren. Upaya ini diharapkan menjadi pondasi kemandirian finansial agar tidak terus bergantung pada bantuan pemerintah.
“kalau perlu ke depan jumlah dayah dan pembangunan fisiknya dapat dibatasi. mengingat ribuan dayah berbagai type sudah lebih dari cukup, sekarang saatnya fokus pada peningkatan kualitas dan kemandirian dayah,” tegas Tgk Akmal Alumni Dayah BUDI Lamno.
Secara moral, Pemerintah Aceh dan DPRA disebut tetap berkepentingan mendukung peningkatan kualitas dayah. Hal ini sejalan dengan cita-cita tokoh pendiri Dinas Pendidikan Dayah Aceh, seperti Abu Panton, yang menginginkan lahirnya dayah mandiri dan berkualitas.
Karena itu, setiap anggaran untuk Dinas Pendidikan Dayah seharusnya benar-benar diarahkan untuk pemberdayaan ekonomi dayah. Potensi ekonomi dayah dinilai besar, tetapi jika tidak dikelola dengan baik akan terbuang percuma.
“Pasca-otsus, kemandirian dayah adalah keniscayaan. Tanpa itu, dayah akan kehilangan arah,” pungkas mantan Komisioner KIP Aceh tersebut.[arn]