kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Aceh Punya UUPA Soal Kewenangan Pengelolaan Tambang, Tak Bisa Ikut UU Minerba

Aceh Punya UUPA Soal Kewenangan Pengelolaan Tambang, Tak Bisa Ikut UU Minerba

Kamis, 10 Desember 2020 15:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Akhyar
Rapat pembahasan keberlanjutan pengelolaan pertambangan Minerba di Kantor Dinas ESDM Aceh, Kamis (10/12/2020). [Foto: Akhyar/Dialeksis]

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Jelang sehari sebelum peralihan Kewenangan Pertambangan Mineral dan Batubara dialihkan ke pusat, Pemerintah Aceh melalui Sekretariat Daerah melakukan rapat pembahasan di Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh, Kamis (10/12/2020).

Acara rapat tersebut membahas Keberlanjutan Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) di Aceh.

Kepala Dinas (Kadis) ESDM, Mahdinur mengatakan, Aceh tidak bisa tunduk pada UU Minerba, lantaran Aceh punya Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA) yang mengatur secara khusus pengelolaan Sumber Daya Alamnya (SDA) sendiri.

"Kententuan UU Minerba ini dalam pasal 173 A disebutkan berlaku juga kepada daerah-daerah Istimewa seperti Papua, Aceh, DKI Jakarta, Yogyakarta, dan Provinsi Papua barat, itu sepanjang Undang-Undang khusus itu tidak mengatur pengelolaan SDA-nya sendiri," ujarnya.

Ia melanjutkan, Aceh punya UU No. 11 Tahun 2006 tentang kepemerintahan Aceh (UUPA). Kemudian di dalam pasal 156 UU PA, di situ dijelaskan kewenangan Aceh untuk mengelola Sumber Daya Alamnya sendiri.

"Jadi, kita tidak ikut dengan ketentuan UU Minerba itu," jelasnya.

Kemudian, Kadis ESDM itu mengatakan, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Republik Indonesia juga mengakui kekhususan wilayah Aceh.

"Melalui rekaman, mendagri mengakui kekhususan Aceh," katanya.

Kemudian, Mahdinur mengatakan, sebelum UU Minerba ini diterbitkan, Pemerintah Aceh pernah menyurati Kemendagri terkait permasalahan kewenangan wilayah Aceh, tapi sampai saat ini belum ada balasan.

"Sampai saat ini belum ada tanggapan, tiba-tiba saja Kemendagri melalui Direktorat Jenderal (Dirjen) Mineral dan Batubara mengirim surat kepada seluruh pemerintah daerah mengenai peralihan kewenangan pengelolaan tambang, surat yang dibalas ke Aceh pun tidak sesuai dengan surat yang pertama kami kirim," tuturnya.

Selanjutnya, perwakilan kepemerintahan Aceh, Asisten I Pemerintah Aceh bidang Pemerintahan dan Keistimewaan Sekretariat Daerah (Sekda) Aceh, Muhammad Jafar mengatakan, terdapat dua permasalahan dalam pelaksanaan UU Minerba.

Pertama, ketentuan keistimewaan UUPA ini diakui oleh UU Minerba. Kedua, pelaksanaan UU Minerba sendiri terjadi ketimpangan pada kebijakan pemerintah pusat.

"Dalam pelaksanaannya, Pemerintah Pusat menyamakan kewenangan keistimewaan provinsi-provinsi ini dengan provinsi lain yang tidak diatur kewenangan pengelolaan SDA sendiri, saya rasa itu letak permasalahannya," terang Asisten I kepada peserta rapat.

Kemudian, Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Irpannusir mengatakan, penyebab terjadi penyamaan pelaksanaan UU Minerba ini di Aceh, karena pihak pusat tidak mengerti dengan kekhususan wilayah Aceh.

Ia melanjutkan, segala pihak yang terkait untuk memperjuangkan hak rakyat Aceh sesuai dengan ketentua UU PA.

Ketua Komisi II DPRA ini berpesan kepada Kadis ESDM supaya menyurati provinsi istimewa lainnya untuk ditanyai tanggapan mereka.

"Pak Kadis, coba pak Kadis koordinasikan ke daerah yang disebutkan kekhususan. Tanya pendapat mereka mengenai ini. Kalau mereka mau tunduk, kita jangan," seru Irpannusir kepada Kadis ESDM.

Selanjutnya, ia juga berpesan kepada Asisten I untuk kembali menyurati Pemerintah Pusat tentang kewenangan Aceh.

"Pak Asisten juga, mohon disurati kembali," pesan Ketua Komisi II DPRA itu kepada Asisten I.

Irpannusir berharap, dengan sedikit kerja keras dan dorongan dari Pemerintah Aceh, Pemerintah Pusat mau memberikan hak pengelolaan Sumber Daya Alam secara sendiri sebagaimana yang telah termaktub dalam UUPA.

"Saya yakin, Pemerintah Pusat akan memberikan hak kita rakyat Aceh," pungkasnya.

Dalam rapat tersebut turut hadir perwakilan dari berbagai instansi seperti dari Biro Hukum Setda Aceh, Biro Ekonomi, kepala DPMPTSP, Akademisi, Staf Khusus Wali Nanggroe, Anggota Kejaksaan Tinggi Aceh, Kepala Bidang Hukum Kepolisian Daerah, dan lain-lain.

Keyword:


Editor :
Sara Masroni

riset-JSI
Komentar Anda