kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Aceh Masih Berpeluang Melaksanakan Pilkada Tahun 2022

Aceh Masih Berpeluang Melaksanakan Pilkada Tahun 2022

Minggu, 05 September 2021 21:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Praktisi hukum sekaligus advokat Erlanda Juliansyah Putra SH.,MH. [Foto: Ist]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Praktisi Hukum sekaligus Advokat Erlanda Juliansyah Putra SH.,M.H. menilai Aceh masih berpeluang melaksanakan Pilkada Tahun 2022 meskipun telah diputuskan Aceh akan melaksanakan pilkada serentak pada tahun 2024.

Rilis yang diperoleh oleh Dialeksis.com, Minggu (05/09/2021), Hal ini dikarenakan ketentuan yang diatur didalam Pasal 199 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 yang terkait dengan pelaksanaan pilkada serentak menyebutkan bahwa, ketentuan dalam undang-undang ini berlaku juga bagi penyelenggaraan pemilihan di provinsi Aceh, DKI Jakarta, Yogyakarta, dan Papua. 

“Sepanjang tidak diatur lain dalam undang-undang tersendiri," ucap Erlanda 

Ketentuan tersebut menurut Erlanda, masih berlaku sampai saat ini meskipun UU No. 1/2015 mengalami perubahan menjadi UU No. 8/2015 dan UU No. 10/2016 akan tetapi ketentuan Pasal 199 tidak dilakukan perubahan.

Adanya frasa, “Sepanjang tidak diatur lain dalam undang-undang tersendiri, sekaligus mempertegas bahwa dasar hukum pelaksanaan pilkada serentak ini mengakui adanya lex specialis yang terdapat didalam UU Otsus tersebut," tukasnya.

Hal ini yang mungkin tidak disadari oleh para pemangku kebijakan kita sehingga perjuangan memperjuangkan UUPA terasa tidak kentara sehingga kita tetap menerima keputusan pelaksanaan pilkada serentak tahun 2024.

Pasal 65 UU No. 11/2006 tentang pemerintah aceh telah secara tegas menyebutkan bahwa 'Gubernur/Wakil Gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat setiap 5 (lima) tahun sekali melalui pemilihan yang demokratis, bebas, rahasia serta dilaksanakan secara jujur dan adil', adalah esensi khusus yang diatur tersendiri didalam undang-undang. 

Hal ini lah yang dimaksudkan oleh Pasal 199 UU No.1/2015 sehingga Aceh seharusnya tetap melaksanakan pilkada secara 5 tahun sekali. Apabila hal ini diabaikan maka secara tidak langsung penyelenggara pemilu beserta pemerintah tidak memahami esensi kekhususan aceh. 

Meskipun sering sekali disampaikan bahwa pilkada bukan bagian dari kekhususan aceh akan tetapi secara Lex Scripta ketentuan tesebut tertulis didalam UUPA dan secara Lex Certa rumusan Pasal 65 UUPA sudah secara jelas mengatur pelaksanaan pilkada Aceh dilakukan 5 tahun sekali artinya pemerintah pusat seharusnya paham bahwa ini adalah bahagian dari esensi kekhususan.

Untuk itu Erlanda mendorong paling tidak Pemerintah Aceh bersama dengan DPRA untuk tetap memperjuangkan ketentuan yang terdapat didalam UUPA sebagai wujud nyata dalam memperjuangkan UUPA sebagai UU yang bersifat khusus. 

Walaupun pemerintah pusat melalui kementrian dalam negeri telah merekomendasikan pelaksanaan pilkada aceh tahun 2024 akan tetapi penafsiran tersebut seharusnya dikonsultasikan kepada yang berhak menafsirkan ketentuan yang terdapat didalam Pasal 199 tersebut yakni Mahkamah Konstitusi sebagai the guardian of constitution (pengawal konstitusi) sebelum memutuskan untuk menunda pelaksanaan pilkada aceh ke tahun 2024.

Disamping itu terkait dengan tahapan yang mungkin sudah bergeser karena alasan pelaksanaan pilkada dilakukan serentak tahun 2024, Erlanda menilai tahapan tersebut masih memungkinkan untuk diatur meskipun secara penjadwalan dan pelaksanaan pilkada bisa saja bergeser bulan pelaksanaannya namun bukan tidak mungkin untuk tetap dilaksanakan di tahun 2022. 

Terkait anggaran yang mungkin belum dianggarkan, Erlanda menyarankan agar persoalan Pasal 199 bisa menjadi dasar diakuinya keberadaan UUPA untuk melaksanakan Pilkada di tahun 2022 dan pemerintah pusat wajib menganggarkan anggaran bila aturan tersebut berdasar secara hukum. (*)

Keyword:


Editor :
Alfatur

riset-JSI
Komentar Anda