Abzari Jafar: Pemerintah Aceh Harus Prioritaskan Pelestarian Naskah Kuno
Font: Ukuran: - +
Reporter : Arn
Abzari Jafar MA, dosen UIN Ar-Raniry Banda Aceh. [Foto; dokumen untuk dialeksis.com]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pelestarian naskah kuno dan dokumen sejarah Aceh menjadi perhatian serius akademisi dan budayawan. Abzari Jafar MA, dosen UIN Ar-Raniry Banda Aceh, menegaskan pentingnya langkah konkret pemerintah Aceh untuk menjaga warisan intelektual yang bernilai tinggi tersebut.
“Setiap naskah kuno adalah jejak sejarah yang mengandung pengetahuan, identitas, dan kebanggaan budaya. Jika tidak dirawat dengan baik, kita berisiko kehilangan warisan berharga yang tidak tergantikan,” ujar Abzari kepada Dialeksis.com saat ditemui di kampus UIN Ar-Raniry, Kamis (16/1/2025).
Ia menyoroti lemahnya perhatian terhadap pengelolaan naskah kuno, baik dalam hal pelestarian fisik maupun digitalisasi. Menurut Abzari, pemerintah Aceh perlu segera mengalokasikan anggaran khusus untuk merawat naskah-naskah tersebut, termasuk membangun fasilitas penyimpanan yang memadai.
“Banyak naskah Aceh yang kini tersebar di berbagai tempat, bahkan di luar negeri. Pemerintah Aceh harus proaktif mendata, melestarikan, dan jika memungkinkan, membawa kembali naskah-naskah itu ke tanah asalnya,” kata Abzari.
Ia juga menekankan pentingnya pelibatan akademisi dan lembaga pendidikan dalam upaya ini. “Universitas dan lembaga penelitian bisa menjadi mitra strategis pemerintah. Selain merawat fisik naskah, kita juga perlu menggali isi dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, sehingga dapat dimanfaatkan oleh generasi mendatang,” tambahnya.
Selain aspek fisik, Abzari menilai digitalisasi naskah sebagai langkah penting untuk memperluas akses publik.
“Era digital membuka peluang besar untuk melindungi dan mempromosikan naskah kuno. Dengan digitalisasi, kita tidak hanya melestarikan isi naskah tetapi juga mempermudah generasi muda mempelajarinya,” jelasnya.
Ia juga mengingatkan bahwa pelestarian naskah kuno bukan hanya tugas pemerintah, tetapi juga tanggung jawab bersama masyarakat Aceh.
“Kesadaran kolektif harus dibangun. Kita semua, sebagai pewaris kebudayaan Aceh, punya tanggung jawab untuk menjaga harta intelektual ini agar tidak punah,” tegas Abzari.
Sebagai penutup, Abzari berharap pemerintah Aceh memberikan perhatian lebih besar terhadap upaya ini.
“Pelestarian naskah kuno adalah bagian dari menjaga sejarah dan identitas kita. Jika tidak sekarang, kapan lagi?” pungkasnya. [ar]