Jum`at, 17 Oktober 2025
Beranda / Berita / Aceh / Abu Sibreh: CSR untuk Masjid Adalah Amal Sosial, Bukan Pelanggaran

Abu Sibreh: CSR untuk Masjid Adalah Amal Sosial, Bukan Pelanggaran

Kamis, 16 Oktober 2025 17:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Ratnalia

Tgk. H. Faisal Ali, atau yang akrab disapa Abu Sibreh, angkat bicara menanggapi polemik penggunaan dana Corporate Social Responsibility (CSR) untuk pembangunan Masjid Giok Nagan Raya. [Foto: Naufal Habibi/dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, Tgk. H. Faisal Ali, atau yang akrab disapa Abu Sibreh, angkat bicara menanggapi polemik penggunaan dana Corporate Social Responsibility (CSR) untuk pembangunan Masjid Giok Nagan Raya. 

Ia menilai pandangan yang menolak penggunaan dana CSR untuk pembangunan masjid merupakan bentuk kekeliruan memahami makna tanggung jawab sosial perusahaan.

Dengan nada teduh namun tegas, Abu Sibreh menyampaikan bahwa pembangunan rumah ibadah merupakan bagian penting dari ikhtiar sosial yang berorientasi pada kemaslahatan umat.

“Masjid bukan hanya tempat ibadah, tetapi pusat kehidupan sosial umat. Di sana orang belajar, berdialog, menyantuni, dan memperkuat persaudaraan. Jika ada perusahaan yang menyalurkan CSR untuk mendukung pembangunan masjid, itu bukan pelanggaran, tapi bagian dari amal sosial yang membawa manfaat luas,” ujar Abu Sibreh kepada Dialeksis saat dihubungi via seluler, Kamis (16/10/2025).

Menurut Abu Sibreh, dalam sejarah Islam, masjid selalu menjadi pusat peradaban. Ia mencontohkan bahwa sejak masa Rasulullah SAW, masjid bukan hanya tempat ibadah, melainkan juga tempat musyawarah, pendidikan, bahkan pusat pelayanan masyarakat.

“Nilai sosial dari masjid itu sangat besar. Di Aceh, fungsi masjid meluas hingga menjadi tempat penyaluran zakat, pendidikan anak-anak, dan pembinaan akhlak. Maka, membantu pembangunan masjid berarti ikut menegakkan sendi-sendi sosial yang kokoh di tengah masyarakat,” tuturnya.

Karenanya, ia menilai pandangan yang menolak penggunaan CSR untuk masjid menunjukkan pemahaman yang belum utuh terhadap nilai-nilai sosial dan spiritual masyarakat Aceh.

“CSR itu tanggung jawab sosial. Sosial di Aceh tidak bisa dipisahkan dari nilai keislaman. Justru perusahaan yang memperhatikan aspek spiritual umat menunjukkan komitmen sosialnya dengan lebih lengkap,” tambahnya.

Abu Sibreh menyatakan dukungannya terhadap langkah Pemerintah Kabupaten Nagan Raya yang berinisiatif mengarahkan sebagian dana CSR untuk pembangunan Masjid Giok, yang kini menjadi ikon religius sekaligus destinasi wisata spiritual daerah tersebut. Ia menilai kebijakan itu selaras dengan semangat syiar Islam dan pembangunan moral masyarakat.

“Apa yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Nagan Raya patut kita apresiasi. Mereka tidak hanya membangun infrastruktur duniawi, tapi juga memperkuat pondasi spiritual masyarakat. Itu langkah yang bernilai ibadah,” ujar Abu Sibreh.

Ia menambahkan, selama pelaksanaan dan pengelolaannya dilakukan dengan prinsip transparansi dan tanggung jawab, tidak ada alasan bagi siapa pun untuk menolak program CSR yang diarahkan untuk masjid.

“Yang perlu dijaga adalah niat dan tata kelolanya. Jika dikelola dengan baik, maka dana CSR untuk masjid menjadi amal jariyah yang pahalanya terus mengalir, bukan sumber polemik,” ucapnya dengan nada lembut.

Dalam pandangan Abu Sibreh, upaya sebagian pihak memisahkan antara urusan sosial dan urusan keagamaan adalah bentuk kekeliruan berpikir. Islam, katanya, memandang keduanya sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan.

“Jangan sampai ada pandangan bahwa yang sosial itu harus tanpa agama. Justru nilai-nilai sosial sejati lahir dari keimanan. Masyarakat Aceh hidup dengan spirit Islam, jadi membantu membangun masjid bukan sekadar proyek, tapi bagian dari tanggung jawab moral,” tutur Ketua MPU Aceh itu.

Abu Sibreh menekankan, CSR sejatinya adalah bentuk tanggung jawab moral dan etis perusahaan terhadap masyarakat tempat mereka beroperasi. Karena itu, mengalokasikan dana CSR untuk membangun fasilitas keagamaan yang menguatkan karakter masyarakat adalah pilihan yang mulia dan patut dicontoh.

Menutup pernyataannya, Abu Sibreh mengingatkan seluruh pihak agar tidak menjadikan urusan agama sebagai bahan polemik politik.

“Masjid adalah rumah Allah. Jangan bawa rumah Allah ke ranah pertikaian. Jika perusahaan ingin berbuat baik, pemerintah mendukung, dan masyarakat merasakan manfaatnya, maka itu sudah cukup menjadi bukti kemaslahatan,” katanya.

Dengan nada yang bijaksana, Abu Sibreh mengajak semua pihak untuk melihat CSR tidak sebatas angka dan laporan, tetapi sebagai jembatan kebaikan antara dunia usaha dan masyarakat.

“CSR bukan sekadar kewajiban perusahaan, tetapi amanah moral. Jika dana itu membantu umat beribadah, menuntut ilmu, dan hidup damai, maka keberkahan akan datang bukan hanya bagi masyarakat, tapi juga bagi perusahaan itu sendiri,” pungkasnya. [ra]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI