Minggu, 26 Oktober 2025
Beranda / Berita / Aceh / ABMA Minta Gubernur Aceh Tinjau Ulang 13 Izin Tambang Emas

ABMA Minta Gubernur Aceh Tinjau Ulang 13 Izin Tambang Emas

Minggu, 26 Oktober 2025 11:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Ketua Aliansi Bumi Aceh Mulia (ABMA), Azhari. Dokumen untuk dialeksis.com.


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Ketua Aliansi Bumi Aceh Mulia (ABMA), Azhari, meminta Gubernur Aceh untuk segera meninjau ulang dan mengevaluasi 13 izin usaha pertambangan (IUP) emas yang telah diterbitkan di sejumlah kabupaten di Aceh.

Permintaan ini lahir dari keprihatinan mendalam terhadap meningkatnya aktivitas tambang yang dinilai berpotensi merusak lingkungan dan memperlebar ketimpangan ekonomi masyarakat.

Azhari menilai kebijakan pemerintah daerah dalam memberikan izin tambang belum menunjukkan keberpihakan yang adil antara kepentingan ekonomi dan kelestarian alam. 

Ia menyebut banyak izin yang diterbitkan tanpa kajian lingkungan yang matang dan tanpa mempertimbangkan keberlanjutan hidup masyarakat sekitar lokasi tambang.

“Kami menilai banyak izin tambang diterbitkan tanpa studi lingkungan yang komprehensif. Pemerintah seolah lebih berpihak kepada kepentingan korporasi besar, sementara rakyat kecil dan lingkungan hidup menjadi korban,” tegas Azhari kepada media dialeksis.com, Sabtu, 26 Oktober 2025.

Menurut catatan ABMA, sedikitnya belasan perusahaan kini telah menguasai lahan tambang emas mencapai lebih dari 24 ribu hektare di berbagai wilayah Aceh, termasuk di Nagan Raya, Aceh Barat, dan Pidie. Kondisi ini dinilai ironis karena terjadi di saat pemerintah sedang gencar menertibkan tambang rakyat.

“Ini paradoks. Di satu sisi tambang rakyat ditutup dengan alasan merusak lingkungan, tapi di sisi lain justru izin-izin baru untuk perusahaan besar diterbitkan. Ini menimbulkan pertanyaan serius soal transparansi dan keadilan kebijakan publik,” ujar Azhari menambahkan.

Ia menekankan bahwa pemerintah Aceh perlu menjelaskan secara terbuka dasar hukum dan prosedur penerbitan izin-izin tersebut agar masyarakat tidak curiga terhadap adanya permainan politik atau kepentingan ekonomi tertentu di baliknya.

ABMA juga meminta Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh serta Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) untuk melakukan audit menyeluruh terhadap seluruh izin tambang emas, baik dari segi legalitas, dokumen AMDAL, maupun keterlibatan masyarakat lokal dalam proses konsultasi publik.

Menurut Azhari, kerusakan lingkungan akibat tambang tidak hanya berdampak pada hutan dan air, tetapi juga berpotensi memicu konflik horizontal antarwarga yang berebut akses terhadap lahan dan sumber daya alam.

“Selain mencemari sungai dan merusak hutan, aktivitas tambang yang tidak terkendali juga bisa memecah belah masyarakat. Kita tidak menolak pembangunan, tapi pembangunan yang merusak alam adalah bentuk pengkhianatan terhadap generasi mendatang,” tegasnya.

Dalam waktu dekat, ABMA berencana mengirimkan surat resmi kepada Gubernur Aceh yang berisi rekomendasi peninjauan ulang 13 izin tambang emas, serta usulan pembentukan tim independen pemantau lingkungan tambang Aceh. 

Tim tersebut diharapkan beranggotakan unsur akademisi, aktivis lingkungan, serta perwakilan masyarakat adat dan petani yang terdampak langsung.

“Rakyat Aceh sudah cukup menderita akibat eksploitasi sumber daya alam yang tidak memberi manfaat besar bagi daerah. Kami ingin tambang dikelola untuk kesejahteraan rakyat, bukan menjadi kutukan bagi masa depan,” tutup Azhari.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI