DIALEKSIS.COM | Lhokseumawe - Ulama kharismatik Aceh, Abi Muslim At-Thahiri, menegaskan kembali pentingnya lembaga Wali Nanggroe sebagai salah satu bentuk keistimewaan Aceh yang tidak dimiliki daerah lain di Indonesia.
Menurut Pimpinan Dayah Darul Mujahidin itu, fungsi Wali Nanggroe harus benar-benar dijalankan sebagaimana mestinya, yakni sebagai penengah dan “orang tua” dalam setiap perselisihan di Aceh.
“Wali Nanggroe harus berfungsi seperti orang tua. Kalau ada perselisihan antara DPRA dengan Gubernur atau pihak lain, beliau yang menjadi penengah. Keistimewaan ini hanya dimiliki Aceh, maka jangan sampai lembaga ini kehilangan perannya,” ujar Abi Muslim kepada media dialeksis.com, Selasa (23/9/2025).
Abi Muslim menilai, keberadaan Wali Nanggroe bukan sekadar simbol, melainkan institusi penting yang diharapkan mampu meredam konflik sosial maupun ketegangan antar-lembaga di Aceh.
Ia mengingatkan agar masyarakat dan pemimpin di Aceh tidak memandang enteng fungsi strategis lembaga tersebut.
Selain menyoroti lembaga Wali Nanggroe masa kini, Abi Muslim juga mengulas sosok Hasan di Tiro, pendiri Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang semasa hidupnya dikenal sebagai Wali Nanggroe.
Menurutnya, Hasan Tiro adalah putra terbaik Aceh yang berpengaruh besar, bukan hanya di tanah air, tetapi juga hingga ke kancah internasional.
“Beliau mungkin tidak tergantikan sampai sekarang. Pengaruhnya luar biasa, baik di dalam maupun luar negeri. Tidak pantas kita mencaci atau menggunjing orang yang sudah wafat, apalagi beliau yang telah berjasa memperkenalkan Aceh ke dunia,” tegas Ketua Ikatan Muslim Aceh Meudaulat (IMAM) ini.
Abi Muslim mengingatkan generasi muda Aceh untuk menghormati jasa-jasa Hasan Tiro. Ia menyebut, tanpa perjuangan almarhum, masyarakat mungkin tidak lagi mengenal sejarah kedaulatan Aceh di masa lampau.
“Generasi muda harus membaca sejarah dan mengenang beliau sebagai pejuang. Hasan Tiro seorang mujahid, seorang militan. Walaupun pengikutnya ada kekurangan, perjuangan beliau membuat orang mencari tahu tentang Aceh. Itu warisan besar yang harus dihargai bersama,” lanjutnya.
Abi Muslim juga mengingatkan bahwa sejarah perjuangan Hasan Tiro tidak bisa dilepaskan dari kesadaran Aceh sebagai bangsa berdaulat sebelum bergabung dengan Indonesia. Menurutnya, banyak orang luar tidak memahami konteks sejarah Aceh yang berbeda dengan daerah lain.
“Aceh lebih tua daripada Indonesia. Tidak mungkin yang lebih tua disebut pemberontak. Justru Aceh pernah membantu kemerdekaan Indonesia dengan menyumbangkan pesawat, emas, dan berbagai sumber daya. Itu harus diingat, jangan dilupakan,” ujarnya.
Ia menilai, generasi muda Aceh wajib belajar dan memahami sejarah ini secara utuh agar tidak mudah terprovokasi oleh narasi yang melemahkan identitas bangsa Aceh.
Abi Muslim menekankan agar anak-anak muda Aceh tidak terjebak pada sikap saling menghujat, terutama terhadap tokoh yang telah wafat.
Sebaliknya, mereka diminta mengisi ruang keistimewaan Aceh dengan kontribusi nyata bagi pembangunan, sembari tetap menjaga warisan sejarah dan perjuangan para pendahulu.
“Kita harapkan generasi Aceh ke depan jangan melupakan sejarah. Jangan mencaci orang yang sudah tiada, apalagi yang telah berjasa. Belajarlah, kenanglah, dan teruskan semangat perjuangan itu dalam bentuk pembangunan yang bermanfaat bagi Aceh,” pungkasnya.