Pembangunan 11 Ruas Jalan Prioritas Optimalkan Aksebilitas, Mobiltas dan Produktivitas Masyarakat
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Dalam kerangka optimalkan dana otonomi khusus (Otsus), dan untuk mencapai target pembangunan infrastruktur jalan, yang tertuang dalam RPJMA, Pemerintah Aceh, pada 2019, telah melakukan perencanaan untuk penanganan peningkatan 11 ruas jalan prioritas di provinsi ujung pulau Sumatera ini.
Rencana penanganan 11 ruas jalan tersebut, selanjutnya dituangkan dalam kesepakatan antara legislatif dan eksekutif, dengan mengalokasikan anggaran Rp2,47 triliun lebih, dan pembangunannya dilaksanakan dengan sistem kontrak multi tahun atau multiyears (MYC).
Kepala Dinas PUPR Aceh, Fajri mengatakan, penanganan 11 ruas jalan tersebut, dimulai pada 2020, dan diproyeksikan akan tuntas pada 2022, dan kontrak pembangunannya dilangsungkan dengan skema tahun jamak atau MYC. Ke-11 ruas jalan tersebut, katanya, merupakan jalan provinsi, yang termasuk dalam infrastruktur jalan prioritas yang telah direncanakan dan dimulai pada masa pemerintahan Gubernur Aceh, Ibrahim Hasan, dengan program jalan terobosan.
Kemudian dilanjutkan oleh Gubernur Syamsuddin Mahmud, dengan nama jaring laba laba, dan kemudian pada masa Gubernur Abdullah Puteh dengan proyek Ladia Galaska. Sejak Aceh menerima dana otonomi khusus (Otsus) pada 2008, penanganan 11 ruas jalan tersebut juga dilakukan.
Namun, anggaran yang dialokasikan masih belum maksimal. Yakni, porsi pembiayaan yang diberikan untuk penanganannya masih sangat minim. Kemudian, sambung Fajri, pada masa kepemimpinan Plt Gubernur Aceh, Ir Nova Iriansyah, MT, kehendak untuk menuntaskan ke-11 ruas jalan ini, telah menjadi komitmen besar yang bersangkutan. Sebab, sambungnya, pemerintah Aceh, saat ini menyadari, penuntasan ke-11 ruas jalan tersebut, akan memberikan pengaruh dan dampak signifikan terhadap aksesibilitas, mobilitas dan produktivitas masyarakat.
“Pak Nova ingin, di periode akhir pemerintahan beliau, ke-11 ruas jalan ini tuntas, sebagai wujud pemerataan pembangunan diseluruh Aceh,” jelasnya. Sebagai langkah nyata Pak Nova, sambung Fajri, pada 2020, proyek penting, dengan anggaran Rp2,6 triliun, untuk membebaskan sebagian wilayah Aceh dari keterisolasian akan dipacu penyelesaiannya dan tuntas 2022.
Dengan selesainya kedua ruas jalan itu, akan menghubungkan Gayo Lues dan kabupaten Aceh Timur, terutama untuk mendukung mobilitas dan produktivitas masyarakat kedua wilayah. Ruas jalan tersebut juga, akan langsung menghubungkan Gayo Lues ke Sumatera Utara via Aceh Timur, dan hal ini sangat penting untuk membuka keterisolasian daerah, dan sangat penting bagi tumbuhnya akses dan pusat ekonomi baru antar wilayah tersebut.
Pun begitu juga dengan ruas jalan Peurelak-Peunaron-Lokop, yang ditargetkan rampung 2022. Akses jalan ini merupakan satu-satunya jalan penghubung masyarakat untuk ke ibukota kabupaten. Selama ini, ungkap Fajri, warga Gayo Lues ke Peurelak di Aceh Timur, melalui jalan nasional Banda Aceh Medan, butuh waktu tempuh 8 jam, dan dengan selesainya kedua ruas jalan ini, diperkirakan waktu tempuh menjadi 3 jam saja, dan menuju Sumut hanya 6 jam.
“Banyak warga Aceh yang terdapat tinggal pada kedua ruas jalan tersebut yang mendambakan akses ini dapat segera tuntas,” jelas Fajri.
Selanjutnya, sambung alumni FT Unsyiah tersebut, pihaknya juga akan menuntaskan dua ruas jalan penghubung, yakni Blangkjren-Tongra-Batas Aceh Barat Daya, sepanjang 90,15 kilometer dan Ruas jalan Babah Rot-Batas Gayo Lues, sepanjang 27,57 kilometer. Kedua ruas jalan dengan total sepanjang 117,72 kilometer yang akan tuntas pada 2022 tersebut, akan menghubungkan lintas tengah Aceh, dan kawasan Barat selatan. Dengan tuntasnya kawasan ini, akan mendukung konektivitas, mobilitas dan produktivitas perekonomian antar wilayah yang puluhan tahun masih terhambat.
Penuntasan kedua ruas ini, papar Fajri, akan meningkatkan aksesibilitas kedua wilayah dalam transaksi perdagangan dan juga mobilitas penduduk antar kabupaten. Dan hal ini, akan mendorong berbagai pusat ekonomi baru, berupa pertukaran komoditas antar daerah. Yang kesemuanya itu, secara langsung akan meningkatkan perekonomian masyarakat.
Selama ini, jarak tempuh kedua wilayah butuh waktu 5 hingga 6 jam. Dan dengan tuntasnya akses kedua ruas tersebut, sambung Fajri, hanya dibutuhkan waktu 2 jam saja untuk menghubungkan antara Aceh Barat dan Gayo Lues, dan sebaliknya. Kemudian, terang Fajri, target yang ingin dituntaskan Plt Nova Iriansyah di periode kepemimpinannya, adalah ruas Jantho-Lamno batas Aceh Jaya, sepanjang 66,33 kilometer. Tuntasnya jalur ini pada 2022, akan mengakselerasi pergerakan masyarakat dan produktivitas ekonomi, wilayah Barat Selatan Aceh menuju Lintas Timur.
Selama ini, akses warga Barasela ke ibukota provinsi melalui Geurete. Dan dengan tuntasnya jalur alternatif Lamno-Jantho, akan lebih mendekatkan jarak tempuh, dan sekaligus menjadi akses pilihan jika terjadi bencana pada jalur Guerete Aceh Jaya yang kerap banjir dan Longsor. “Jantho-Lamno ini sangat penting untuk segera dituntaskan,” kata Fajri.
Selanjutnya, sebut Fajri, jalan sepanjang 57,08 kilometer, yakni ruas jalan Simpang Redelong-Pondok Baru-Samar Kilang, akan membukan isolasi masyarakat di kawasan Samar Kilang. Tentunya, selain membuka isolasi kawasan Samar Kilang, akses jalan tersebut akan mendorong konektivitas pengangkutan barang dan jasa, serta meningkatkan produktivitas masyarakat dengan mudahnya akses, berupa transaksi komoditas. Tuntasnya ruas jalan ini pada 2020, juga akan memperpendek jarak tempuh dari Bireuen-Takengon-Samar Kilang, menjadi 1 jam saja, yang sebelumnya butuh waktu 3 jam.
Konektivitas Aceh Timur dan Aceh Utara, juga akan terhubung dengan kawasan Samar Kilang. Ruas jalan Batas Aceh Timur-Kota Karang Baru, sambung Fajri, juga merupakan infrastruktur yang akan dituntaskan pemerintah Aceh. Jalan sepanjang 43,52 kilometer ini, tambahnya juga ditargetkan rampung 2022. Selesainya ruas jalan ini, ujarnya, akan membuka keterisolasian masyarakat di Simpang Jernih, Aceh Timur. Tuntasnya pengerjaan jalur ini, akan mendukung produktivitas komoditas barang, dan masyarakat sebab telah tersambungnya daerah tersebut dengan jalan nasional batas Aceh Tamiang-batas Sumut.
“Penyelesaian ruas jalan ini, juga akan memperpendek waktu tempuh dari 3,5 jam, menjadi hanya 1 jam saja,” tukasnya. Selanjutnya, pemerintah Aceh, juga akan menuntaskan dua ruas jalan, yakni Trumon-Batas Aceh Singkil, sepanjang 51,42 kilometer dan ruas jalan batas Aceh Selatan-Kuala Baru-Singkil Telaga, sepanjang 44?93 kilometer.
“Kedua ruas jalan sepanjang 96,35 kilometer ini, ditargetkan rampung pada 2022,” katanya. Penyelesaian kedua ruas jalan tersebut, akan menghubungkan Aceh Selatan dan kabupaten Singkil, dan sekaligus meningkatkan arus barang dan orang, serta transaksi perdagangan antar kedua wilayah. Penyelesaian dua ruas jalan itu, sambung Fajri, yang terpenting adalah memperpendek jarak tempuh. Selama ini, ke Aceh Selatan menuju Singkil atau sebaliknya, dibutuhkan waktu 5 jam lebih, melalui jalan nasional via kota Subulussalam.
Nah, jika kedua ruas ini tuntas, jarak tempuh kedua wilayah hanya tinggal 1,5 jam saja, tanpa melalui jalan nasional Tapaktuan-Subulussalam, terang Fajri. Dan target terkakhir ruas jalan yang akan dituntaskan pemerintah Aceh, adalah akses Sinabang-Sibigo sepanjang 92,64 kilometer dan ruas jalan Nasreuhe-Lewak-Sibigo, sepanjang 129,42 kilometer. “Total ruas jalan yang akan dibangun pihaknya di wilayah ini, adalah sepanjang 219,06 kilometer,” sebutnya. Penyelesaian jalur ini, akan memudahkan masyarakat Sibigo menuju pusat ibukota Simeulue, yang selama ini dibutuhkan waktu 8 jam hingga 9 jam, maka kedepan jarak tempuhnya tinggal 3 jam saja.
Selain itu, selama ini, guna memperpendek jarak tempuh ke Kota Simeulue, warga Sibigo, terkadang harus menggunakan jalur laut. Nah, dengan selesainya jalur kedua ruas jalan ini kedepan, maka kendala akses masyarakat akan teratasi, sambungnya. Perlu ditekankan, tegas Fajri, pemilihan skema pembangunan ke-11 ruas jalan, dengan sistem tahun jamak atau MYC, semata-mata untuk mengoptimalkan dana Otsus Aceh, yang sejak 2008, belum secara maksimal digunakan untuk penyelesaian infrastruktur penting di provinsi ini. Skema MYC, juga untuk memastikan pembiayaan selama tiga tahun kedepan, tidak terjadi perubahan sebab dimungkinkan proses politik anggaran yang berlangsung.
Dan yang juga terpenting, skema MYC, juga untuk memastikan waktu pelaksanaan yang tidak terikat pada lelang dan tender tiap tahunnya, ujar Fajri. Sebagai instansi teknis, tegas Fajri, Dinas PUPR akan memastikan ke-11 ruas jalan prioritas ini selesai dengan target dan waktu yang telah ditetapkan. Dan dukungan masyarakat sangat diharapkan pihaknya, agar pada 2022, target RPJM Aceh yakni pertumbuhan jalan provinsi dapat tercapai. Sesuai dengan RPJM Aceh, kata Fajri, pada akhir 2022, target kondisi mantap jalan, atau panjang jalan provinsi yang teraspal adalah 98,65 persen. Dan hingga akhir 2019, persentase capaian baru 76,86 persen.
Saat ini, sebut Fajri, total panjang ruas jalan provinsi 1.781,72 kilometer, yang terdiri atas 81 ruas jalan yang menghubungkan seluruh kabupaten dan kota di ujung pulau Sumatera ini. Dan yang tentu harus menjadi perhatian seluruh elemen masyarakat, sambungnya, tidak semata melihat aspek politik terkait dengan penuntasan jalan ini.
Namun, lebih daripada itu, adalah bagaimana kemudian kita melihat hal ini sebagai wujud pemerataan pembangunan dan target capaian RPJM Aceh, serta membuka keterisolasian sebagain masyarakat Aceh, yang selama ini, sarana jalan masih menjadi kendala utama meningkatkan produktivitasnya.
Sementara itu, asisten II Setda Aceh, T Ahmad Dadek, menambahkan, alasan utama pemerintah menggunakan skema MYC dalam penanganan 11 ruas jalan provinsi tersebut adalah optimalisasi waktu. Sebagai contoh, lanjut Dadek, ruas jalan Jantho-Lamno, telah digagas dan dimulai sejak 1980, namun karena porsi anggaran minim, hingga saat ini infrastruktur ruas jalan ini belum dapat dimanfaatkan dan digunakan masyarakat.
Dan yang terpenting, pemerintah Aceh, menginginkan agar pengguna an dana Otsus lebih fokus dan terarah untuk penyelesaian infrastruktur penting. Agar, kendala aksesibilitas dan produktivitas masyarakat dapat meningkat. Ini juga bagian dari upaya pemerintah dalam mengentaskan akar persoalan kemiskinan, dan gap antar wilayah.
Kepala Biro Humas dan Protokol Setda Aceh, Muhammad Iswanto, menambahkan, percepatan pembangunan infrastruktur kawasan, terutama jalan prioritas di provinsi ini, juga sejalan dengan semangat nawacita Presiden RI Joko Widodo. Program nawacita Bapak Joko Widodo, yakni penyediaan infrastruktur sebagai daya dukung investasi, dan mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional, ujarnya.