Beranda / Berita / Aceh / 4 Tahun Dipimpin Secara Tunggal, PJ Gubernur Harus Paham Kondisi Terkini Aceh

4 Tahun Dipimpin Secara Tunggal, PJ Gubernur Harus Paham Kondisi Terkini Aceh

Rabu, 23 Februari 2022 21:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Dosen STAI Al-Washliyah, Fauza Andriyadi, S.H.I., M.S.I. [Foto: For Dialeksis]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Bertepatan 5 Juli 2022, masa kerja Nova Iriansyah sebagai Gubernur Aceh berakhir. Setelah masa kepemimpinan Nova Iriansyah, maka Aceh memasuki masa transisi dimana akan dipimpin oleh PJ sampai tahun 2024.

Hal ini disampaikan oleh Dosen STAI Al-Washliyah, Fauza Andriyadi, S.H.I., M.S.I sesuai keterangannya kepada Dialeksis.com, Rabu (23/2/2022). 

“Bila kita melihat sejarah perjalanan perpolitikan di Aceh, sejatinya pemimpin tunggal di Aceh sudah berlangsung sejak 2018, hal ini terjadi akibat terjadinya OTT terhadap Gubernur Aceh periode 2017-2022, kemudian Nova sebagai wakilnya menggantikan posisi Gubernur,” ucap Fauza Andriyadi yang juga Kandidat Doktor Fiqh Modern UIN Ar-Raniry Banda Aceh.

Kemudian, dirinya menjelaskan, sejak 2018 posisi Nova sebagai PLT sampai kemudian 2020 baru dilantik sebagai gubernur definitive di Aceh dan dalam masa dua tahun terakhir wacana mencari wakil gubernur selalu bergulir, namun dinamika perpolitikan selalu saja ada hasrat yang akan dicapai yang berakibat pada kepemimpinan Nova tiada wakil gubernur yang mendampingi sampai akhir masa jabatan beliau.

“Jadi dalam 4 tahun Aceh dipimpin secara tunggal, dan bila kemudian Pilkada serentak akan berlangsung pada tahun 2024, maka selama 6 tahun Aceh dipimpin secara tunggal. Tentunya hal ini akan mempengaruhi apa yang ingin dicapai oleh Aceh dalam memajukan daerah, baik yang tercantum dalam RPJM ataupun RPJP,” jelasnya. 

Selama sejarah kepemimpinan tunggal di Aceh dalam 4 tahun terakhir, kata Fauza, tentunya banyak dinamika yang terjadi di Aceh, mulai dari angka kemiskinan yang tinggi baik di Sumatera ataupun secara nasional.

“Peredaran narkoba yang semakin marak, serta pelanggaran Syariat Islam yang juga semakin meningkat dan juga dimamika politik lokal dimana selain parnas, di Aceh juga ada parlok. Bagi saya sendiri, PJ Tentunya Aceh membutuhkan PJ yang sangat memahami kondisi terkini di Aceh, terutama dalam hal menurunkan angka kemiskinan, meningkatkan syiar keagamaan dan pemberantasan narkoba,” ungkapnya. 

Dalam konteks menurunkan angka kemiskinan, Fauza menyampaikan, walaupun setiap tahun Aceh ada dana OTSUS yang sangat besar, ada baiknya pemerintah Aceh (dalam hal ini PJ) nanti jangan hanya berpangku tangan dari dana OTSUS tersebut.

“Harus ada program-program yang sangat bermanfaat untuk masyarakat sehingga dapat menurunkan angka kemiskinan di Aceh, tetapi program tersebut jangan hanya program simsalabin dalam menghabiskan anggaran tahunan,” tegasnya.

Lanjutnya, dalam dimensi syiar keagamaan, sangat penting bagi PJ Gubernur untuk meningkatkan hubungan dengan berbagai stakeholder untuk bersama-sama meningkatkan syiar keagama serta memberantas kemaksiatan.

 “Peredaran narkoba juga sangat marak di Aceh, sehingga nantinya PJ Gubernur Aceh harus sangat sering berkomunikasi dengan pihak keamaan. Agar nanti pihak keamanan dapat meningkat patrol serta melakukan sosialiasi bagaimana efek buruk dari pada narkoba itu sendiri, narkoba memag membuat kaya tetapi hanya bagi Bandar, tetapi bagi pemakai itu adalah cara untuk terjerum dalam kemiskinan,” pungkasnya. []

Keyword:


Editor :
Alfatur

riset-JSI
Komentar Anda