27 Tahun Kautsar Mencari Jawaban, Akhirnya Dia Tahu Alasan Pejuang Tak Bisa Duduk Bersama
Font: Ukuran: - +
Reporter : Akhyar
Sekretaris Departemen Politik dan Pemerintahan DPP Partai Demokrat, Kautsar Muhammad Yus. [Sumber: Facebook/Kautsar]
DIALEKSIS.COM | Nasional - Sekretaris Departemen Politik dan Pemerintahan DPP Partai Demokrat, Kautsar Muhammad Yus mengaku bahwa dirinya memulai pemahaman politik dasar dari buku sejarah.
Menurutnya, hanya melalui sejarah politik yang susah bisa mudah dipahami dan dipelajari. Sebab sejarah adalah kumpulan cerita masa lalu. Membacanya imbang seperti membaca cerita, mengalir dan penuh hal-hal yang tak terduga sekaligus menambah rasa ingin tahu yang terus menerus tak terhentikan.
Kautsar bercerita, ada dua kategori buku sejarah yang dia baca. Pertama, buku yang hanya sekedar menulis catatan dan peristiwa berdasarkan waktu, tokoh dan tempat saja. Kedua, buku sejarah yang ditulis sejarawan secara mendalam memakai berbagai pisau analisa dalam membedah setiap peristiwa yang terjadi.
Kautsar kemudian membedah klasifikasi kedua kategori buku yang dibaca. Dari buku pertama, dirinya mengaku hanya mengetahui serangkaian peristiwa sejarah tanpa mengetahui maksud dari peristiwa tersebut.
“Dari sini kita akan melihat sejarah sebagai sebuah peristiwa tok. Kita hanya bisa mengenal pahlawan dan bandit saja. Itupun tergantung ditulis oleh siapa dan sudut mana yang dipakai untuk melihat sebuah perisitiwa. Setiap penulis memiliki otoritas untuk memilih siapa pahlawan dan siapa bandit sesukanya dalam setiap peristiwa sejarah,” tulis Kautsar di akun Facebooknya dan dikutip Dialeksis.com, Banda Aceh, Senin (26/9/2022).
Sekretaris Departemen Politik dan Pemerintahan DPP Partai Demokrat itu melanjutkan, klasifikasi buku sejarah kedua, menurutnya pembedahan setiap alur peristiwa disajikan secara mendetail. Mulai dari causalitas peristiwa, hubungan peristiwa yang terjadi, hubungan pertalian aktor, dinamika pertentangan, latar belakang pertentangan dan kepentingan yang mengikuti setiap peristiwa hingga ujung cerita, entah itu berakhir bahagia, sedih ataupun tragis.
“Saya gemar membaca buku sejarah sejak usia remaja dan sampai di semester lima saja. Setelah itu, ada membaca tapi tak segiat usia remaja,” ungkapnya.
Di sela-sela pernyataannya, Kautsar bahkan mengaku ada beberapa hal yang tidak ia mengerti dari setiap bacaan yang dia baca. Khususnya tentang pertemanan dalam perjuangan. Sama-sama berjuang melawan kekuasaan dengan taruhan nyawa, atau tentang solidaritas pertemanan dalam perjuangan yang melampaui persaudaraan dalam pertalian keluarga.
Meski demikian, lanjut dia, sejarah mencatat bagaimana seorang Tan Malaka dan Amir Syarifuddin sebagai pejuang harus mati diujung bedil tentara pejuang, atau bagaimana Natsir dan Syahrir harus masuk penjara lantaran perintah sahabatnya sendiri [Soekarno]. Atau bagaimana seorang Soekarno bisa tega melihat Kartosoewiryo, teman satu kamar kosnya di Surabaya harus mati diujung senapan tentara di saat dirinya sendiri sedang menjabat sebagai Presiden Indonesia.
“Sejarah dalam negeri ini juga terjadi di luar negeri, khususnya pada cerita-cerita revolusi komunis di Rusia yang saya baca. Selalu ada pertumpahan darah sesama kawan setelah revolusi selesai,” tuturnya.
Atas fenomena yang terjadi, Kautsar mengaku penasaran, bahkan dirinya sempat bertanya kepada Abu, panggilan untuk ayahnya. Kautsar remaja bertanya kepada Abu, Kenapa sesama pejuang, sesama kawan tidak bisa duduk baik-baik dan sama-sama saling menjelaskan, sama-sama saling bertenggang rasa untuk cita-cita kemerdekaan?
Namun, pertanyaan Kautsar remaja tak kunjung dijawab. Pada waktu itu Kautsar remaja bertanya-tanya, apakah Abu tak bisa menjelaskan kenapa, tak tahu harus menjawab apa, jawabannya terlalu panjang, atau memang jawaban tersebut tak pantas diketahui Kautsar remaja.
Walaupun di usia remaja, Kautsar tak menerima jawaban apa-apa dari pertanyaannya tersebut. selang 27 tahun kemudian, akhirnya Kautsar mengaku tahu jawabannya sekarang.
“Jawabannya baru saya temukan sekarang. Bukan dari literasi sejarah, tidak juga dari pendapat siapapun tetapi saya temukan dari praktek politik keseharian. Dalam politik kadang kita menjadi teman dan kadang kita menjadi musuh,” pungkasnya.(Akhyar)
- Supaya Tak Timbul Masalah, Adian Napitupulu Minta AHY Setop Bicara
- Raker dengan Menteri Bahlil, Muslim Kembali Dorong Rencana Investasi Pulau Banyak
- Anies, AHY, Surya Paloh, Syaikhu dan JK Bertemu, Demokrat: Doakan Sinyal Koalisi
- AHY:Jutaan Rakyat Sedang Bertafakur, Demokrat Istiqamah Berjuang Bersama Rakyat