DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, mengambil langkah tegas dalam percepatan penanganan korban bencana banjir dan longsor di wilayah Sumatera.
Dalam rapat terbatas (ratas) yang digelar di Lanud Sultan Iskandar Muda, Aceh Besar, Minggu (7/12/2025) malam, Prabowo memerintahkan kementerian dan lembaga terkait untuk memastikan ketersediaan lahan bagi pembangunan hunian sementara (huntara) bagi warga terdampak.
Bahkan, Presiden secara terbuka menyampaikan opsi pencabutan sementara Hak Guna Usaha (HGU) apabila ketersediaan lahan menjadi kendala utama.
“Kalau perlu HGU-HGU bisa dicabut sementara, dikurangi. Ini kepentingan rakyat, ini lebih penting. Lahan harus ada,” tegas Prabowo di hadapan para menteri dan pimpinan lembaga negara dalam akun youtube Sekretariat Presiden dilansir media dialeksis.com, Senin, 8 Desember 2025.
Dalam ratas tersebut, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto melaporkan bahwa hingga kini masih banyak warga yang bertahan di tenda-tenda pengungsian dengan kondisi yang jauh dari layak.
BNPB mendorong agar para pengungsi segera dipindahkan ke hunian sementara agar memiliki tempat tinggal yang lebih manusiawi, sehat, dan aman.
“Masyarakat yang masih di pengungsian kita alihkan ke hunian sementara. Huntara kami sarankan dibangun oleh satgas TNI“Polri,” kata Suharyanto.
Menurutnya, kehadiran satgas gabungan TNI-Polri akan mempercepat proses pembangunan huntara, sekaligus menjamin pengawasan kualitas bangunan serta distribusi yang adil.
Suharyanto menjelaskan bahwa huntara akan dibangun dengan konsep rumah tipe 36 dengan ukuran 8 x 5 meter, dilengkapi kamar mandi dan menggunakan metode bangunan prefab, sehingga pengerjaannya lebih cepat namun tetap layak huni. Biaya pembangunan satu unit huntara diperkirakan sekitar Rp30 juta.
“Daripada masyarakat tinggal di tenda, lebih representatif mereka tinggal di huntara. Ada kamar mandi dan bahan prefab, lebih aman dan sehat,” jelasnya.
Setiap kepala keluarga diperbolehkan menempati huntara selama maksimal satu tahun, sebelum nantinya dipindahkan ke hunian tetap (huntap) yang akan dibangun secara permanen oleh Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP).
BNPB juga telah menyiapkan skema distribusi lahan apabila pemerintah daerah mampu menyediakan area yang mencukupi. Setiap kepala keluarga direncanakan mendapat kavling berukuran 8 x 10 meter.
Bagian belakang kavling digunakan sebagai lokasi huntara, sementara bagian depan dipersiapkan sebagai area pembangunan huntap di masa depan, sehingga warga tidak perlu berpindah lagi.
“Kalau lahan cukup, kita bisa siapkan skema kavling. Huntara di belakang, huntap di depan. Tapi kalau lahan tidak tersedia, demi menghindari warga terlalu lama di tenda, kami gunakan model barak dulu,” terang Suharyanto.
Model barak ini tetap dirancang lebih layak, aman, dan terlindungi dibanding tenda darurat yang banyak digunakan saat ini.
BNPB memperkirakan proses pembangunan huntara akan memakan waktu sekitar enam bulan, bergantung pada kesiapan lahan dan kondisi cuaca.
Pengalaman sebelumnya dalam relokasi 8.000 kepala keluarga di kawasan Gunung Lawatobi menjadi referensi utama skema percepatan ini.