Selasa, 16 Desember 2025
Beranda / Politik dan Hukum / Bantuan Raib di Bandara Rembele, Korban Banjir Gayo Terancam Kelaparan

Bantuan Raib di Bandara Rembele, Korban Banjir Gayo Terancam Kelaparan

Sabtu, 13 Desember 2025 14:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Redaksi

Warga Bener Meriah Jalan Kaki berjam-jam ke Aceh Utara, Bireuen, hingga Lhokseumawe demi sembako. Foto: for Dialeksis 


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Di tengah penderitaan ribuan korban banjir Gayo yang masih bergelut dengan ancaman kelaparan dan keterisolasian, kabar memilukan justru mencuat. Puluhan ton bantuan kemanusiaan yang dikirim melalui jalur udara dilaporkan raib setelah tiba di Area Bandara Rembele, Kabupaten Bener Meriah. 

Bantuan yang seharusnya menjadi penopang hidup masyarakat terdampak, diduga tidak lagi utuh sebelum sampai ke tangan para korban.

Informasi yang dihimpun Dialeksis menyebutkan, terdapat kelompok tertentu yang memanfaatkan situasi bencana dengan menguasai dan memindahkan bantuan logistik di area bandara. Praktik ini terjadi saat kondisi masyarakat benar-benar kritis, sebagian hidup dalam bayang-bayang maut akibat kekurangan bahan pangan, akses jalan terputus, dan pasar yang lumpuh total.

Sejumlah relawan mengaku terpukul dan kecewa. Bantuan yang mereka kirimkan melalui jalur udara, demi mempercepat distribusi ke wilayah terisolasi di Aceh Tengah, justru tidak seluruhnya diterima. Ironisnya, bukan hanya bantuan milik komunitas relawan, bantuan yang secara resmi ditujukan untuk Posko Pemerintah Daerah Aceh Tengah pun dilaporkan raib dan tidak diterima secara utuh.

“Jangankan bantuan yang akan kami salurkan ke masyarakat, bantuan yang ditujukan langsung kepada Pemda Aceh Tengah saja bisa hilang. Tidak lagi utuh diterima,” ujar seorang relawan kepada Dialeksis, Rabu (10/12/2025).

Kabar hilangnya bantuan kemanusiaan ini dengan cepat menyebar di tengah masyarakat dan menimbulkan kemarahan serta kekecewaan. Dugaan adanya pihak yang bermain di balik distribusi logistik semakin menguat. Dampaknya sangat nyata: sebagian warga korban bencana masih kekurangan makanan, sementara sebagian lainnya relatif mampu bertahan karena menerima bantuan lebih awal. Kesenjangan distribusi pun terlihat jelas.

Pasca mencuatnya dugaan tersebut, pengamanan di Bandara Rembele kini diperketat. Aparat keamanan bandara mulai menata dan mengawasi arus keluar-masuk logistik secara ketat. Sejak pengamanan dilakukan, distribusi bantuan di bandara dilaporkan mulai tertib dan tidak lagi ditemukan kasus kehilangan seperti sebelumnya.

“Sekarang pengamanan sudah ketat dan lebih tertib. Semoga tidak ada lagi bantuan kemanusiaan yang dikirim via udara kembali hilang,” ujar seorang warga yang menanti pasokan bantuan.

Namun, persoalan di lapangan masih jauh dari selesai. Masyarakat Aceh Tengah, khususnya di wilayah pegunungan dan akses sulit, masih hidup dalam ancaman kelaparan. Bantuan beras Bulog yang diterima warga hanya sekitar 3 kilogram per kepala keluarga, sementara satu KK rata-rata terdiri dari lima hingga enam jiwa.

“Bagaimana masyarakat mau bertahan hidup dengan bantuan seperti ini? Tidak ada kepastian kapan bantuan berikutnya disalurkan. Sementara di pasaran, beras hampir tidak ada,” keluh Dedi Kurniawan, salah seorang korban bencana dari Kecamatan Bintang.

Kondisi semakin memprihatinkan dengan melonjaknya harga beras. Beras kemasan 5 kilogram yang biasanya dijual sekitar Rp65 ribu, kini melonjak tajam hingga Rp180 ribu. Bagi masyarakat yang kehilangan mata pencaharian dan bekerja serabutan, harga tersebut nyaris mustahil dijangkau. Tangisan anak-anak yang kelaparan menjadi beban batin paling berat bagi para orang tua.

Para relawan di lapangan juga dihadapkan pada berbagai kendala. Selain sulitnya transportasi dan akses jalan yang rusak, harga BBM eceran melonjak tinggi. Di sisi lain, aturan ketat di bandara turut memperlambat proses pengambilan dan pendistribusian bantuan.

Situasi ini membuat masyarakat sangat berharap pemerintah segera membuka akses jalan darat, baik jalur KKA menuju Lhokseumawe maupun ruas Takengon“Bireuen yang pembangunan jembatannya sempat ditinjau langsung Presiden Prabowo. Jika jalur darat dapat difungsikan, ancaman kelaparan di wilayah pegunungan diyakini dapat diminimalisir.

Sejalan dengan keresahan masyarakat dan laporan dari lapangan, Gubernur Aceh, Muzakir Manaf atau Mualem, mengungkapkan adanya informasi awal terkait dugaan hilangnya sekitar 80 ton bantuan logistik untuk korban bencana di Kabupaten Bener Meriah. Pernyataan itu disampaikannya dalam konferensi pers di Pendopo Gubernur Aceh, Rabu (10/12/2025) malam.

“Saya dengar berita, berita burung, ada 80 ton bantuan yang hilang entah ke mana. Donatur banyak menyumbang, tetapi tidak tepat sasaran,” ujar Mualem.

Menurutnya, secara pemerintah provinsi, distribusi bantuan ke wilayah Tengah, terutama Bener Meriah dan Aceh Tengah, telah dilakukan secara maksimal. Bandara Rembele dipilih sebagai titik utama pengiriman karena mendukung mobilisasi cepat. Namun, persoalan diduga terjadi pada tahap penyaluran ke lokasi sasaran.

“Kalau kita pikir-pikir, distribusi sudah maksimal. Tapi di lapangan, ke tempat sasaran itu tidak,” katanya.

Meski belum mengetahui penyebab pasti hilangnya bantuan tersebut, Mualem menegaskan akan meminta Pangdam Iskandar Muda dan Kapolda Aceh untuk melakukan investigasi mendalam. Ia menilai dugaan penyimpangan bantuan tidak boleh dibiarkan terjadi di tengah situasi bencana.

Dalam kesempatan itu, Mualem juga mengimbau Bupati Bener Meriah agar memastikan pembagian bantuan dilakukan secara adil, transparan, dan tepat sasaran. Ia meminta seluruh aparat dan masyarakat ikut mengawasi distribusi agar tidak ada lagi bantuan yang disalahgunakan.

Selain persoalan logistik, Gubernur Aceh juga mengungkapkan keterbatasan pasokan BBM di wilayah Tengah akibat banyaknya jalan dan jembatan yang rusak. Kondisi tersebut berdampak langsung pada keterlambatan pengiriman bantuan logistik, medis, dan kebutuhan pokok lainnya ke wilayah terdampak.

Kini, masyarakat Aceh Tengah benar-benar berada di ujung ketahanan. Kepanikan, kelelahan, dan trauma bencana menyatu dalam kehidupan sehari-hari. Jika akses jalan tidak segera dibuka dan distribusi bantuan tidak segera dibenahi secara serius, ancaman kelaparan yang kini membayangi dikhawatirkan akan memicu persoalan kemanusiaan yang lebih besar.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI