DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Muhammad Umar Fahmi, yang akrab disapa Umar menyampaikan kepada dunia internasional untuk membantu korban akibat bencana banjir besar, longsor yang melanda berbagai wilayah Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat sejak 26 November 2025.
Melalui sebuah pesan berbahasa Inggris yang diterjemahkan oleh pewarta Dialeksis.com pada Jumat, 5 Desember 2025, Umar menyampaikan kondisi memilukan yang sedang dialami rakyat Aceh dan wilayah sekitarnya.
Dalam pesannya, Umar menggambarkan bagaimana selama hampir dua pekan terakhir masyarakat hidup dalam ketakutan dan kehilangan. Ia menyebut sejumlah wilayah seperti Bener Meriah, Aceh Tengah, Langsa, Aceh Tamiang, Aceh Utara, Aceh Barat, hingga wilayah di Sumatra Utara dan Sumatra Barat sebagai daerah-daerah yang terdampak paling parah.
“Selama 26 November, masyarakat Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat telah hidup melalui dampak yang mengerikan dari pencahayaan dan penurunan tanah. Sudah seminggu lebih, tapi kami masih tidak tahu berapa banyak keluarga dan teman-teman kami yang meninggal,” tulis Umar dalam pesannya.
Umar adalah siswa SD Aceh Islamic Natural School (AINS). Di usianya yang masih belia, ia gemar membaca buku dan bermain sepatu roda.
Ia adalah buah hati dari pasangan Fahmi Yunus dan Cut Aida Afiati. Namun, di balik keseharian cerianya sebagai anak-anak, Umar kini menyuarakan jeritan kemanusiaan untuk dunia internasional.
Dengan bahasa yang polos namun menghantam perasaan, Umar menyampaikan kenyataan pahit yang kini dihadapi ribuan orang.
“Komunitas internasional yang tercinta, kami tidak punya makanan lagi untuk dimakan. Mereka lapar. Rumah-rumah mereka hancur ketika air laut menerobos, mengangkut jembatan dan menghancurkan hutan. Tidak ada makanan lagi," ujarnya.
Kalimat sederhana itu menggambarkan betapa berat beban yang kini ditanggung oleh anak-anak, orang tua, dan keluarga yang kehilangan tempat tinggal, sumber pangan, bahkan orang-orang tercinta.
Dalam pesannya, Umar juga mengingatkan dunia akan tragedi besar yang pernah menimpa Aceh, yakni tsunami 2004.
Ia mengenang bagaimana saat itu dunia internasional berdiri bersama Aceh dengan gelombang bantuan yang luar biasa.
Namun, menurut Umar, skala bencana yang terjadi saat ini justru terasa lebih mengerikan di beberapa wilayah.
“Kami ingat bagaimana saat tsunami 2004, Anda berdiri bersama kami dengan kasih sayang yang luar biasa. Tapi bencana kali ini di banyak daerah jauh lebih mengecewakan. Ini lebih mengerikan daripada apa yang kami alami semasa tsunami 2004,” tulisnya.
Ia bahkan mengungkapkan ketidakpastian tentang jumlah korban yang sesungguhnya. “Kami tidak bisa membayangkan berapa banyak nyawa yang telah hilang atau terluka yang mungkin belum kami ketahui. Kerusakannya lebih dari apa yang bisa kami bayangkan," ujarnya.
Dalam pesannya, Umar juga menyebut bahwa pada saat ini pemerintah masih mengalami keterbatasan dalam menjangkau seluruh wilayah terdampak.
“Saat ini, pemerintah kami sendiri terkejut dan tidak dapat menjangkau banyak rakyat kami yang hilang, tidak diperhatikan, atau penuh dengan kebutuhan," ujarnya.
Umar menyampaikan langsung kepada negara-negara sahabat, lembaga internasional, dan komunitas global untuk membantu Aceh.
“Kepada negara-negara sahabat, NGO internasional, komunitas pendana, media, dan teman-teman saya, tolong bantu anak-anak, orang tua, dan keluarga yang masih hidup. Kami tidak tahu di mana mereka berada atau apakah mereka masih hidup. Tolong bantu kami. Tolong bantu rakyat kami. Kami percaya pada kekuatan keamanan global ketika ia bersatu,” tutupnya.