Jum`at, 25 April 2025
Beranda / Berita / Nasional / Januari-Maret 2025, KemenPPPA Tangani 38 Kasus Kekerasan Terhadap Anak

Januari-Maret 2025, KemenPPPA Tangani 38 Kasus Kekerasan Terhadap Anak

Kamis, 24 April 2025 12:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Menteri PPPA, Arifah Fauzi menyatakan dalam setiap penanganan kasus kekerasan , pihaknya bekerjasama dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinas PPPA), Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) dan beberapa stake holders lainnya. [Foto: dok. KemenPPPA]


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Sepanjang Januari hingga Maret 2025, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) telah menangani 38 kasus kekerasan terhadap anak yang mendapat banyak sorotan masyarakat. 

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi menyatakan dalam setiap penanganan kasus, pihaknya bekerjasama dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinas PPPA), Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) dan beberapa stake holders lainnya.

“Sepanjang Januari hingga Maret 2025, kami telah menangani 38 kasus anak yang memerlukan perlindungan khusus yang sempat viral di masyarakat. Kasus kekerasan terhadap anak yang kami tangani mayoritas adalah kekerasan seksual dan fisik, termasuk terhadap anak yang berkonflik dengan hukum serta anak berkebutuhan khusus. Kemen PPPA bergerak cepat melalui koordinasi intensif dengan Dinas PPPA dan UPTD PPA setempat, serta menjalin kolaborasi lintas sektor bersama aparat penegak hukum (Polisi, Jaksa, dan Hakim), rumah sakit, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Dinas Sosial, serta para psikolog forensik,”ujar Menteri PPPA dalam keterangan resmi, Kamis (24/4/2025).

Menteri PPPA menambahkan pendampingan terhadap anak korban dilakukan secara menyeluruh, mulai dari pemeriksaan psikologis, proses hukum, penyediaan bantuan spesifik dan tempat tinggal sementara, hingga pelaksanaan kegiatan psikososial dan sosialisasi perlindungan anak di sekolah.

Untuk setiap kasus viral, Menteri PPPA menyatakan pihaknya berusaha keras untuk dapat segera merespon keresahan publik atas stigma “No Viral, No Justice”, atau “Jika Tak Viral, Tak Ada Keadilan” dengan memperluas jangkauan dan akses layanan pengaduan SAPA129. Harapannya, masyarakat dapat dengan mudah melaporkan setiap tindakan kekerasan yang dilihat atau dialami, tanpa harus menunggu kasus tersebut menjadi viral terlebih dahulu

“Kami tidak ingin keadilan hanya hadir bagi mereka yang kasusnya viral. Setiap anak yang menjadi korban berhak mendapatkan perlindungan, tanpa syarat, tanpa harus viral terlebih dahulu dan memang negara wajib hadir dan melindungi,” tegas Menteri PPA.

Menteri PPPA, menyampaikan apresiasi kepada masyarakat yang telah berani melaporkan dan memviralkan kasus kekerasan terhadap anak. Menurutnya, setiap laporan adalah suara korban yang harus didengarkan dan ditindaklanjuti.

“Kami mengapresiasi keberanian masyarakat dalam menyuarakan kasus-kasus kekerasan terhadap anak. Ini adalah bentuk kepedulian nyata yang membantu kami untuk bisa hadir dan bertindak cepat. Masyarakat bukan hanya saksi, tapi juga mitra penting dalam perlindungan anak,” ujar Menteri PPPA.

Dalam triwulan pertama, sebanyak 26 kasus telah memasuki tahap penegakan hukum dan 23 kasus berada dalam proses pemulihan psikososial bagi korban. KemenPPPA juga terus memantau beberapa kasus lain yang ditangani oleh UPTD PPA di berbagai daerah.

“Beberapa kasus yang mencuat di masyarakat telah ditangani secara komprehensif, termasuk kasus siswa SD di Medan yang dihukum gurunya karena belum mengambil rapor. Dalam kasus ini, Kemen PPPA bersama pemerintah daerah, anggota DPR, dan berbagai pihak melakukan asesmen sosial dan psikologis, serta memberikan dukungan lanjutan hingga anak tersebut kembali bersekolah,” tambah Menteri PPPA.

Sementara itu, kasus pengeroyokan oleh empat Anak Berkonflik dengan Hukum (AKH) di Tasikmalaya juga mendapat pendampingan intensif dari KemenPPPA, termasuk dalam proses hukum hingga putusan banding di pengadilan, dengan tetap menjamin pemenuhan hak-hak anak sesuai UU Sistem Peradilan Pidana Anak. Kemen PPPA melalui tim layanan SAPA129 juga menangani kasus kekerasan seksual terhadap balita di Balikpapan dengan pendekatan lintas lembaga. Selain memastikan visum dan pendampingan psikologis, KemenPPPA turut menghadirkan tim psikolog forensik untuk membantu proses penyelidikan, serta mendampingi keluarga korban sejak awal hingga penetapan tersangka oleh pihak kepolisian.

Ke depan, KemenPPPA akan terus memperkuat sinergi dengan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, khususnya melalui optimalisasi peran UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota.

“Perlindungan anak adalah urusan semua. Tidak cukup hanya dengan regulasi dan intervensi pemerintah. Kami butuh dukungan keluarga, sekolah, masyarakat, hingga dunia usaha untuk menciptakan lingkungan yang benar-benar aman dan ramah bagi anak-anak kita,” tutup Menteri PPPA.[*]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
dinsos
inspektorat
koperasi
disbudpar