DIALEKSIS.COM | Jakarta - Kepala BPOM Taruna Ikrar mengunjungi PT Combiphar, salah satu industri farmasi dalam negeri yang baru saja memproduksi obat dengan kandungan zat aktif fezolinetant. Taruna menyebut bahwa kedatangannya hari ini menjadi wujud tekadnya untuk mendorong percepatan proses izin edar produk obat, khususnya obat-obat inovatif.
Percepatan pemberian izin edar produk obat sebelum beredar ini dimungkinkan dengan telah diterapkannya mekanisme reliance dalam proses evaluasi registrasi obat oleh BPOM. Mekanisme reliance dilakukan dengan mengacu pada hasil evaluasi dari otoritas negara referensi yang memiliki sistem regulasi yang telah mapan. Melalui pendekatan ini, diharapkan dapat memangkas waktu evaluasi registrasi obat dari 120 hari kerja (HK) menjadi 90 HK.
“Pada 4 Maret 2025 lalu, BPOM telah menerbitkan izin edar pertama untuk pengobatan gejala vasomotor (vasomotor symptoms/VMS) dengan zat aktif fezolinetant dalam waktu evaluasi 54 HK,” tutur Taruna Ikrar. “Ini menjadi tekad saya sejak dilantik menjadi Kepala BPOM agar proses sertifikasi, khususnya untuk obat-obat inovator, cepat dapat izin edar. Jadi, target kami rata-rata 90 HK saja, tapi kami buktikan bahwa bisa hanya dalam 54 HK,” lanjutnya.
Dengan pendekatan mekanisme reliance, selain mempercepat proses registrasi, BPOM berupaya agar keamanan, khasiat, dan mutu produk obat tetap terjamin sesuai standar internasional. Hal ini didukung dengan komitmen BPOM untuk aktif turun langsung ke lapangan untuk meninjau kesesuaian fasilitas produksi di industri dengan standar Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)/Good Manufacturing Practices (GMP).
“Sesuai peraturan yang ada, tahap pre-market sampai post-market itu otoritasnya BPOM. Kami ingin memastikan pengawasan berjalan dengan baik. Ini yang menjadi salah satu inti dari kunjungan kami hari ini, yaitu untuk menjamin bahwa sertifikat yang kami keluarkan bisa menjamin keamanan, mutu, dan efikasi produknya,” jelas Taruna Ikrar lagi.
Obat dengan zat aktif fezolinetant 45 mg yang baru diterbitkan izin edarnya oleh BPOM ini merupakan obat inovator yang diproduksi oleh PT Combiphar bekerja sama dengan PT Astellas Pharma Indonesia. Obat tersebut diindikasikan untuk pengobatan gejala vasomotor derajat sedang hingga berat yang terkait dengan menopause.
Gejala vasomotor atau vasomotor symptoms/VMS merupakan kondisi yang sering dialami oleh perempuan pada masa menopause, ditandai dengan hot flashes (rasa panas tiba-tiba) yang dialami oleh sekitar 80% wanita menopause. Fezolinetant bekerja secara spesifik pada reseptor neurokinin-3 sehingga mampu mengurangi gejala vasomotor secara signifikan.
Gejala VMS mungkin dialami pada perempuan berusia di atas 40 tahun dengan gejala yang bervariasi di setiap wilayah dan dapat mempengaruhi kualitas hidup perempuan. Untuk itu, kehadiran obat inovator dengan kandungan fezolinetant ini diharapkan dapat menjadi alternatif terapi baru bagi perempuan yang mengalami VMS sedang hingga berat, terutama bagi mereka yang belum mendapatkan hasil optimal dari terapi konvensional.
Menurut Taruna Ikrar, produk ini menunjukkan potensi besar dalam mendorong pertumbuhan pasar farmasi Indonesia, mengingat populasi pasien wanita usia menopause (45”55 tahun) yang cukup besar, yaitu 25 juta orang (berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2023). Hal ini juga sejalan dengan visi pemerintah dalam mendorong kemandirian farmasi nasional untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap obat-obatan berkualitas dan terjangkau.
Kepala BPOM kembali menegaskan tekad untuk dapat berkontribusi menghadirkan produk obat yang memenuhi standar keamanan, mutu, dan efikasi dengan harga yang terjangkau. Percepatan registrasi obat melalui mekanisme reliance menjadi salah satu langkah yang akan terus digenjot BPOM, termasuk mendorong industri farmasi untuk mengoptimalkan kapasitas dan kualitas produksi, khususnya untuk obat inovator.
“Kami sangat berharap PT Combiphar bisa melakukan transfer teknologi dari obat-obat inovator. Kita tahu 94% obat di negeri kita bahan bakunya masih diimpor. Kami berharap itu bisa turun, kita maksimalkan teknologi yang kita miliki,” ujar Taruna Ikrar. [*]