kip lhok
Beranda / Berita / Nasional / Alasan Jaga Data Pribadi Bacaleg, Bawaslu: KPU Keliru Pahami Aturan

Alasan Jaga Data Pribadi Bacaleg, Bawaslu: KPU Keliru Pahami Aturan

Senin, 04 September 2023 13:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Zulkarnaini


Anggota Bawaslu RI, Lolly Suhenty


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menganggapi alasan yang disampaikan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait pembatasan akses terhadap Sistem Informasi Pencalonan (Silon) dengan alasan menjaga data pribadi bakal calon anggota legislatif (bacaleg).

Pernyataan ini disampaikan oleh Anggota Bawaslu RI, Lolly Suhenty, selama sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) dalam Perkara Nomor 106-PKE-DKPP/VIII/2023 yang diadakan oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Bawaslu mengakui pentingnya menjaga privasi data pribadi calon anggota legislatif, namun juga menekankan pentingnya akses ke informasi yang relevan dalam rangka menjalankan fungsi pengawasan pemilu secara efektif. 

Pembatasan akses ke Silon dapat mempengaruhi transparansi dan akuntabilitas dalam pemilihan umum, yang merupakan prinsip dasar dalam demokrasi yang sehat.

Awalnya, Lolly menjelaskan bahwa pihaknya telah tiga kali mengirimkan surat kepada KPU untuk membuka akses Silon secara menyeluruh.

Namun, KPU disebut tetap berpendirian untuk membatasi akses data dan dokumen persyaratan secara menyeluruh pada Silon kepada Bawaslu dengan alasan data dan dokumen tersebut memuat informasi rahasia dengan menggunakan dasar UU Nomor 14 Tahun 2008.

Lolly menilai alibi yang disampaikan KPU melalui surat balasan dengan Nomor 725/PL.01.4-SD/05/2023 itu tidak beralasan menurut hukum.

"Para Pengadu telah memberi penjelasan bahwa permintaan tersebut merupakan konsekuensi yuridis dari berlakunya ketentuan Pasal 1 angka 7 UU Pemilu sebagai satu kesatuan fungsi Penyelenggara Pemilu dan tugas Para Pengadu yang mengawasi pada setiap tahapan Penyelenggaraan Pemilu sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 93 huruf d angka 4 UU Pemilu dan Pasal 3 ayat (1) Perbawaslu Nomor 8 Tahun 2023," kata Lolly di ruang sidang DKPP, Jakarta Pusat, Senin (4/9/2023).

Berdasarkan UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, lanjut Lolly, pemohon informasi publik adalah warga negara dan/atau badan hukum Indonesia, sedangkan yang menyediakan, memberikan, dan menerbitkan informasi publik yaitu badan publik yang merupakan lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), atau organisasi nonpemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN dan/atau APBD, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri.

"Apabila Para Teradu menggunakan rezim hukum Keterbukaan Informasi Publik berdasarkan UU Nomor 14 Tahun 2008 terhadap permintaan akses data dan dokumen pada Silon oleh Para Pengadu, maka Para Teradu telah keliru, karena Para Pengadu bukanlah termasuk dalam Pemohon Informasi Publik," tutur Lolly.

"Seharusnya, Para Teradu memahami konteks permintaan akses data dan dokumen pada Silon tersebut bukanlah dalam konteks permohonan Informasi Publik, melainkan dalam rangka melaksanakan tugas pengawasan yang berlaku dalam rezim UU Pemilu," tandas dia.

Perlu diketahui, KPU didalilkan membatasi tugas pengawasan Bawaslu berkaitan dengan pembatasan akses data dan dokumen pada Sistem Informasi Pencalonan (Silon) serta pembatasan pengawasan melekat pada Bawaslu berkaitan dengan jumlah personel dan durasi pengawasan.

Selain itu, KPU juga didalilkan telah melaksanakan tahapan di luar program dan jadwal tahapan Pemilu yang diatur dalam Undang-Undang Pemilu, PKPU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilu, serta PKPU Nomor 10 Tahun 2022 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPR Provinsi, dan DPR Kabupaten/Kota.

Sesuai ketentuan Pasal 31 ayat (1) dan (2) Peraturan DKPP Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Beracara Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan DKPP Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Beracara Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum, sidang akan dipimpin oleh Ketua dan Anggota DKPP.


Keyword:


Editor :
Zulkarnaini

riset-JSI
Komentar Anda