DIALEKSIS.COM | Aceh Tamiang - Genap sebulan setelah banjir dan longsor melanda Kabupaten Aceh Tamiang, warga masih berjuang memulihkan kehidupan mereka. Syukurdi M, warga Aceh Tamiang yang akrab disapa Didi, menyampaikan kondisi terkini masyarakat melalui sebuah rekaman video yang diterima redaksi Dialeksis, Jumat (26/12/2025).
Dalam keterangannya, Didi mengatakan banjir dan banjir bandang yang terjadi sebulan lalu telah merenggut harta benda, tempat tinggal, bahkan nyawa sejumlah warga. “Banyak masyarakat kehilangan rumah dan sanak saudara akibat bencana ini,” ujarnya.
Didi menyampaikan apresiasi kepada berbagai pihak relawan, lembaga kemanusiaan, organisasi masyarakat, hingga warga dari daerah lain yang telah menyalurkan bantuan berupa pakaian, makanan, dan minuman. Bantuan tersebut, kata dia, membuat warga mampu bertahan selama sebulan di tengah keterbatasan pascabencana.
Meski demikian, Didi menegaskan bahwa saat ini masyarakat tidak lagi ingin terjebak dalam perdebatan mengenai status bencana, apakah perlu ditetapkan sebagai bencana nasional atau tidak. Menurut dia, perdebatan serupa tidak lagi relevan bagi korban yang masih berjuang memenuhi kebutuhan dasar.
“Kami sudah satu bulan bertahan dan mencoba hidup dengan memperbaiki barang-barang yang rusak dan mengais apa yang masih bisa diselamatkan,” kata Didi.
Ia juga menolak narasi yang menyalahkan masyarakat sebagai penyebab bencana, termasuk tudingan pembalakan liar atau aktivitas pertambangan. Didi menyebut, warga justru sangat dibatasi dalam memanfaatkan kayu, bahkan di kebun milik sendiri. Sementara itu, keberadaan sumur-sumur minyak di sekitar permukiman, yang disebut-sebut milik negara, telah lama ada tanpa kejelasan bagi masyarakat setempat.
Menurut Didi, bencana beserta dampak psikologis dan sosialnya telah diterima warga. Yang kini mendesak, kata dia, adalah penanganan konkret dan segera dari pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan.
Ada dua kebutuhan utama yang disorot warga. Pertama, penyediaan air bersih yang hingga kini belum mengalir ke banyak rumah warga terdampak. Didi berharap pemerintah dapat segera menyalurkan air bersih melalui PDAM atau skema lain. Kedua, percepatan pembangunan hunian sementara, penyaluran dana rehabilitasi rumah, serta pembangunan kembali tempat tinggal bagi warga yang kehilangan rumah.
“Semua yang lambat mohon dipercepat agar kehidupan bisa kembali normal,” ujarnya.
Didi juga mengajak pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan pihak swasta untuk terus membantu korban bencana. Ia menekankan, warga tidak lagi membutuhkan perdebatan panjang soal penyebab maupun status bencana, melainkan penanganan terbaik dan sesegera mungkin.
Hingga kini, sebagian warga Aceh Tamiang masih tinggal di rumah yang rusak atau lingkungan yang belum sepenuhnya pulih. Keterbatasan akses air bersih dan tempat tinggal yang layak menjadi tantangan utama dalam upaya pemulihan pascabencana di wilayah tersebut. [arn]