DIALEKSIS.COM| Takengon- Musibah Aceh yang meluluhlantakan perkampungan, termasuk kawasan Linge, Aceh Tengah, telah membuat masyarakat di sana hidup dalam bayang-bayang maut. Mereka sudah kelelahan, hingga hari ke 25 musibah, lima desa di sana masih terisolasi.
Jeritan rakyat yang mendiami kawasan Linge (Kampung Linge, Kute Reje, Desa Delung Sekinel, Jamat dan Desa Reje Payung) disampaikan mantan ketua KIP Aceh Tengah, Sertalia, yang merupakan penduduk asli setempat.
Jeritan itu disampaikan melalui media akun FB miliknya, Sabtu (20/12/2025) pagi. Dalam ungkapan sayatan hatinya, Sertalia mengambarkan penderitaan masyarakat yang bertahan hidup hingga hari ke 25 musibah.
Unggahan disampaikan dalam Bahasa Gayo. Dialeksis,com menterjemahkan kepiluan hati masyarakat yang mendiami lima perkampungan di kerajaan Linge yang telah melahirkan raja terkemuka Aceh.
Sertalia menuliskan” Wahai saudaraku, kalian biarkan kah kami seperti ini. Sudah 25 hari kejadian musibah, kami tidak lagi sanggup”.
Saudaraku yang dekat dengan kantor Bupati dan Kantor DPR sampaikanlah keluhan kami kepada mereka.
“Raja kampung dan Camat sudah capek menyampaikan keadaan di lapangan kepada mereka. Saudara kami sudah sangat banyak yang lapar,”tulis Sertalia.
“Kami bukan mau mengemis, namun permudahkanlah jalan kami, agar kami bisa berusaha. Tenaga kami sudah habis untuk bergotong royong, mendirikan tenda pengungsian. Mencari harta yang tersisa dari amukan banjir bandang, yang bisa masih dipergunakan,” ungkap Sertalia.
Masyarakat juga membuka jalan, membuat jembatan gantung dari tali sling, membuat jembatan. Tenaga mereka terkuras, semantara makanan yang mereka asup tidak sebanding dalam bertahan hidup.
“Perubahan apa yang kami usahakan, itulah hasilnya. Bila kami tidak usahakan tidak akan ada hasil apapun. Kami sudah tidak sanggup lagi,”sebutnya.
“Bukalah hati nuranimu saudaraku. Ayah, ibu, saudara saudaramu dari daerah terisolir ini kepada kalian semuanya, kiranya meringankan langkah kalian untuk menjenguk kami yang benar benar kritis ini,”pintanya.
Kita semuanya bersaudara, kita satu ayah sama bunda. Inilah keadaan kami, apakah dibiarkan?
Jeritan hati rakyat di Linge ini yang dituangkan Sertalia di akun FB miliknya mendapat tanggapan simpati dan kesedihan para nitizen. Kalimat permohonanya menyayat hati.
Sampai saat ini kawasan Linge masih terisolir sejak bencana 25 hari lalu. Warga di sana yang mampu menyelamatkan diri, bertahan untuk hidup. Mereka bahu membahu saling menguatkan, bukan hanya membangun tenda pengungsi dalam kondisi tubuh yang sangat melelah.
Mereka membuka jalan, bergotong royong jembatan gantung, ada juga yang mencari sisa sisa harga mereka yang masih bisa dipergunakan akibat amukan banjir bandang ini. Kini mereka kelelahan, dalam ancaman kelaparan dan mulai sakit-sakitan.
