Penertiban Mobil Kopi di Banda Aceh Upaya Penegakan Syariat Islam
Font: Ukuran: - +
Reporter : fatur
Anggota DPRK Banda Aceh, Tuanku Muhammad. [Foto: Istimewa]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Coffe Car yang berada berjualan di bantaran sungai Lamnyong menjadi sebuah perhatian khusus bagi seluruh masyarakat sekitar terutama menjelang sholat Magrib.
Beberapa waktu lalu, beredar sebuah video salah satu warga meminta agar pemuda/i yang masih berada di bantaran sungai Lamnyong dan Alue Naga untuk segera meninggalkan lokasi pinggiran sungai menjelang Magrib.
Dikutip dari Serambinews.com, Rabu (16/3/2022), Petugas Satpol PP dan WH Banda Aceh, Jumat (18/2/2022) malam, melakukan penertiban terhadap mobil kopi yang berjualan di sepanjang bantaran Krueng Lamnyong, Darussalam.
Penertiban itu dilakukan menyusul adanya dugaan pelanggaran syariat Islam di sepanjang bantaran sungai, yaitu menjadi tempat muda-mudi berpacaran hingga tengah malam.
Sebelumnya, pihak Satpol PP Banda Aceh juga sudah melakukan beberapa kali razia terhadap coffe car yang berjualan di kawasan Banda Aceh. Hal ini guna meminimalisir terjadi pelanggaran syariat islam di kota Banda Aceh khususnya.
Anggota DPRK Banda Aceh, Tuanku Muhammad mengatakan, mobil kopi yang berjualan di kawasan Prada atau stadion Haji Dhimurthala sempat ditertibkan oleh Satpol PP.
“Seperti mobil kopi yang berada di kampung Rukoh atau bantaran krueng (Sungai) Lamnyong ini juga menjadi sebuah perhatian khusus kita bersama, sebenarnya upaya razia dari Satpol PP itu merupakan bagian daripada penertiban,” ucapnya kepada Dialeksis.com, Rabu (16/3/2022).
Dirinya menyampaikan, hal itu dilakukan demi meminimalisir pelanggaran syariat islam. “Dikepemimpinan Aminullah Usman-Zainal Arifin mengusung tema gemilang dalam bingkai syariat islam, jadi memang syariat islam menjadi sebuah tolak ukur berhasilnya kepemimpinan mereka,” ujarnya.
Oleh karena itu, kata Tuanku, ketika mobil kopi ditertibkan hal itu dicurigai adanya sebuah transaksi prostitusi yang berlangsung. “Walaupun kita belum menemukan perzinaan secara nyata, tapi itu menjadi tempat mangkalnya atau terjadi transaksi prostitusi,” tukasnya.
“Saya melihat ini adalah merupakan sebuah kebijakan dari Pemko Banda Aceh. Namun, kita juga harus memikirkan, artinya kita tegakkan syariat islam dan juga jangan sampai mematikan perputaran ekonomi masyarakat juga, dalam hal ini mobil kopi tersebut,” ujarnya.
Lanjutnya, penting sekali kita harus duduk bersama memikirkan atau membuat sebuah terobosan bersama-sama agar para anak muda ini tetap bisa berjualan namun juga tak menjadi sebuah ladang atau lokasi transaksi prostitusi itu terus berlangsung.
“Ini harus ada keinginan bersama, maksudnya, mereka yang menikmati kopi, harus bisa menghargai warga sekitar, orang yang berjualan dan tidak menjadikan atau memanfaatkan untuk hal yang tidak baik, karena jika hal itu saja tidak diindahkan kerugiannya tidak hanya kepada secara pribadi, bahkan juga dialami oleh orang yang berjualan atau pemilik usahanya (Mobil kopi),” jelasnya.
“Dan hal ini juga berlaku terhadap para pemilik usaha (Mobil kopi), misalkan dengan memberi nasihat kepada para penikmat dengan aturan syariat yang berlaku, atau misalnya tidak menghidupkan musik dengan volume yang tinggi, atau ketika sudah waktunya sholat maka off dulu sementara, dengan begitu sudah menghargai warga sekitar juga dan menjaga ketentraman warga sekitar,” tambahnya.
Lebih lanjut, dirinya menyampaikan, jadi ketika ada tokoh masyarakat yang menegur para pengunjung di kawasan tersebut terutama di lokasi bantaran krueng Lamnyong itu harus dipahami untuk menertibkan kawasan tersebut.
“Itu juga harus kita pahami juga bahwa bertujuan untuk menertibkan dan itu harus disyukuri karena masih ada orang-orang yang berdakwah secara terang-terangan,” ujarnya lagi.
“Dan juga bagi siapapun yang datang ke Banda Aceh dengan tujuan untuk berinvestasi, menuntut ilmu, berdagang, ataupun merantau silahkan saja, namun harus bisa menghargai tempat dan ikut aturan yang ada terutama juga aturan daripada syariat islam,” pungkasnya. [ftr]