Selasa, 25 November 2025
Beranda / Berita / Aceh / Murthalamuddin: Karakter Anak Terbentuk dari Contoh Nyata Guru

Murthalamuddin: Karakter Anak Terbentuk dari Contoh Nyata Guru

Selasa, 25 November 2025 11:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Arn

Plt Kepala Dinas Pendidikan Aceh, Murthalamuddin, S.Pd., MSP. Foto: Naufal/Dialeksis 


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Di tengah tantangan moral generasi muda yang semakin kompleks, keteladanan guru kini menjadi kebutuhan mendesak dalam dunia pendidikan. Seorang pendidik tidak cukup hanya menguasai materi pelajaran, tetapi harus mampu menampilkan perilaku yang patut dicontoh oleh peserta didik, baik di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah. Keteladanan ini dipandang sebagai hal penting dan prioritas, karena pembiasaan positif yang dibangun melalui contoh nyata jauh lebih efektif dalam membentuk karakter anak.

Plt Kepala Dinas Pendidikan Aceh, Murthalamuddin, S.Pd., MSP, menegaskan bahwa keberhasilan pendidikan karakter tidak hanya ditentukan oleh isi kurikulum, tetapi oleh perilaku guru yang menjadi panutan di depan para siswa. Menurutnya, dalam era disrupsi digital dan derasnya pengaruh media sosial, figur guru sebagai teladan moral menjadi semakin krusial.

“Guru adalah cerminan pertama yang dilihat dan ditiru siswa. Tindakan, tutur kata, dan sikap guru memiliki pengaruh besar dalam membentuk karakter anak. Karena itu, keteladanan guru harus tampil nyata, bukan sekadar diajarkan dalam teori,” ujarnya kepada Dialeksis saat dihubungi, Selasa 25 November 2025. 

Murthalamuddin menjelaskan bahwa karakter tidak lahir dari nasihat semata, melainkan dari contoh konsisten yang dihadirkan guru setiap hari. Guru yang disiplin akan menumbuhkan budaya disiplin. Guru yang santun akan membangun etika sopan santun. Guru yang jujur akan melahirkan ekosistem kejujuran di sekolah.

“Pendidikan karakter adalah proses pembiasaan. Anak akan melakukan apa yang mereka lihat setiap hari. Jika guru menjadi contoh yang baik, maka sekolah akan menjadi ruang pembentukan karakter yang efektif,” katanya.

Ia menegaskan bahwa karakter yang terbangun dari lingkungan sekolah akan terbawa hingga ke kehidupan masyarakat. Karena itu, guru memiliki tanggung jawab moral untuk membentuk generasi Aceh yang berintegritas, santun, dan beretika.

Menurut Murthalamuddin, budaya keteladanan tidak bisa dibangun oleh guru secara individual. Seluruh elemen sekolah kepala sekolah, tenaga administrasi, hingga petugas kebersihan harus menjadi bagian dari ekosistem pendidikan karakter.

“Anak melihat semuanya. Mereka merekam bagaimana guru berinteraksi, bagaimana kepala sekolah mengambil keputusan, bagaimana lingkungan sekolah mengatur diri. Semua itu membentuk nilai yang akan mereka bawa sepanjang hidup,” ujarnya.

Ia menilai pembiasaan melalui program sekolah, seperti salam-sapa, budaya antre, piket kebersihan, literasi pagi, hingga kegiatan ekstrakurikuler, harus menjadi prioritas dalam penguatan nilai moral dan sosial siswa.

Murthalamuddin juga mengingatkan bahwa peran guru sebagai panutan tidak berhenti pada jam pelajaran. Di masyarakat, guru tetap menjadi figur yang dihormati dan ditiru, sehingga integritas dan etika profesi harus dijaga setiap waktu.

“Guru harus menjaga integritas baik di sekolah maupun di luar sekolah. Karena di mata anak didik, guru adalah figur yang mereka hormati dan tiru setiap waktu,” tegasnya.

Ia mendorong penguatan kode etik guru, pelatihan etika profesi, serta forum diskusi yang membahas peran moral pendidik dalam masyarakat.

Lebih jauh, Murthalamuddin menegaskan bahwa pendidikan karakter merupakan pondasi utama bagi Aceh untuk mempersiapkan generasi masa depan. Menurutnya, kecerdasan akademik tidak akan berarti jika tidak disertai dengan integritas moral dan etika sosial.

“Aceh membutuhkan generasi yang bukan hanya cerdas, tetapi juga santun, jujur, disiplin, dan berkarakter. Semua itu berawal dari ruang kelas dari contoh yang diberikan guru setiap hari,” pungkasnya.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI