kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Kunjungan Presiden ke Aceh, Rumoh Geudong Dihancurkan, Ini Pendapat Pengamat Politik

Kunjungan Presiden ke Aceh, Rumoh Geudong Dihancurkan, Ini Pendapat Pengamat Politik

Senin, 26 Juni 2023 16:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Rizkita Gita

Dosen Antropologi FISIP Unimal, Teuku Kemal Fasya. [Foto: Dialeksis.com/Rizkita


DIALEKSIS.COM | Lhokseumawe - Tempat bersejarah Rumoh Geudong di Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh, dirobohkan lantaran Presiden Jokowi melakukan kerja ke wilayah tersebut masih menjadi buah bibir dikalangan masyarakat Aceh, bahkan menuai kecaman dari berbagai pihak.

Sejatinya, orang nomor satu di Indonesia dijadwalkan ke Aceh pada 27 Juni 2023 untuk mengisi kegiatan kick-off atau peluncuran penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu secara non yudisial.

Menanggapi hal itu, Pengamat Politik dan Dosen Universitas Malikussaleh (Unimal), Teuku Kemal Fasya mengapresiasi kedatangan Presiden Jokowi ke Aceh. Dirinya menilai bahwa terjadi kesalahan teknis dalam pembersihan lahan itu.

“Tamunya nanti yang hadirkan ribuan orang. Menurut saya tempat itu tidak layak dijadikan tempat pertemuan karena lahan banyak pohon-pohon di sana, tapi Jokowi bersikeras mau buat pertemuan di lokasi itu, seharusnya kita hargai itu,” kata Kemal Fasya, saat ditemui Dialeksis.com di Kota Lhokseumawe, Senin (26/6/2023).

Menurut Dosen Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Malikussaleh itu, seharusnya Aceh fokus pada penyelesaiannya dan fokus terhadap hak- hak korban termasuk hak sejarah mereka para korban.

“Yang perlu diketahui bahwa kasus ini akan diselesaikan secara non yudisial. Artinya tidak akan ada pikiran untuk menarik pelaku di peradilan HAM,” katanya.

Disisi lain Kemal menjelaskan, selama MoU Helsinki para petinggi eks kombatan GAM selama ini tidak terlalu memikirkan tentang bangunan Rumoh Geudong di Kabupaten Pidie.

“Selama ini eks kombatan GAM, bahkan dari eks kombatan GAM dari mereka sudah pernah menjabat sebagai bupati hingga gubernur, apa yang bisa mereka buat terhadap rumah gedong itu? Selama ini tidak jadi apa- apa. Kenyataannya terbengkalai bahkan menjadi semak belukar,” ujarnya.

Pihaknya berpendapat bahwa, tujuan Presiden Jokowi mengangkat kasus itu belum terkoneksi dengan baik antara pikiran Presiden dengan implementasi di tingkat bawah.

“Saya rasa Presiden sangat idealis, jadi kita jangan tunjuk Jakarta melulu, tapi lihat Aceh sendiri apa yang bisa dilakukan untuk Rumoh Geudong? tidak ada apa-apa. Anggaran untuk rekonstruksi sejarahnya itu miliaran, riset tentang itu miliaran. Tapi tidak ada situs sejarah yang dibuat sedikitpun, minimal dibuatlah monumen,” sebutnya.

Tambahnya, meski sebelumnya dikabarkan sempat dibakar oleh orang tidak dikenal, seharusnya pihak terkait di Aceh bisa membangun monumen di lokasi yang sama. Sehingga tidak ada alasan untuk dihancurkan seperti yang hangat dibicarakan saat ini.

“Nah, Pj Bupati mungkin tidak punya pengetahuan tentang sejarah itu, lalu dibersihkan, nah setelah dibersihkan mendapatkan resposn dari pada aktivis HAM. Saya masih positif thinking Presiden akan menyelesaikan itu secara komprehensif, karena dibandingkan presiden sebelumnya hanya Jokowi yang mau membuka kasus pelanggaran HAM yang terjadi pada masa lalu, terjadi di Indonesia,” pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya, sebuah bangunan yang menjadi saksi sejarah atas pelanggaran HAM ketika Aceh dilanda konflik di Kabupaten Pidie, yaitu Rumoh Geudong dihancurkan rata dengan tanah menggunakan alat berat ekskavator.

Hal itu untuk mempersiapkan kunjungan kerja Presiden Jokowi kick-off atau peluncuran penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu, khususnya untuk Aceh, dan Indonesia pada umumnya secara non-yudisial.

Banyak pihak yang mengusulkan agar di lokasi Rumoh Geudong dibangun monumen, torture museum. Namun pemerintah rencananya akan membangun sebuah masjid untuk dimanfaatkan oleh masyarakat. [RG]
Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda