IDI Aceh Kecewa UU Kesehatan Disahkan, Peran Organisasi Kesehatan Dihilangkan
Font: Ukuran: - +
Reporter : Naufal Habibi
Ketua IDI Aceh, Dr dr Safrizal Rahman, MKes SpOT. [Foto: Naufal Habibi/Dialeksis]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Wilayah Aceh kecewa dengan disahkan UU Kesehatan, dalam hal ini peran organisasi profesi banyak dihilangkan. Salah satunya peran organisasi profesi dalam mengontrol kompetensi anggotanya.
Hal ini disampaikan oleh Ketua IDI Aceh, Dr dr Safrizal Rahman, MKes SpOT kepada Dialeksis.com, disela-sela kegiatan Forum Dekan AIPKI di Banda Aceh, Sabtu (22/7/2023).
"Hal tersebut telah menjadi perhatian serius dari seluruh organisasi profesi lintas Kesehatan. Masih ada banyak isu krusial yang disoroti, misalnya hilangnya peran organisasi profesi dalam mengontrol kompetensi anggotanya," kata Safrizal.
Safrizal Rahman mengatakan dengan adanya peran organisasi profesi yang dihilangkan dari RUU Kesehatan sangat disayangkan, Sebab, peran organisasi profesi sangat penting untuk menjaga kualitas pelayanan medis kepada masyarakat.
Organisasi profesi selama ini selalu memantau dan membina anggotanya agar senantiasa memberikan layanan yang profesional kepada pasien.
Hal ini dikontrol dan dibina melalui Pendidikan dan Pelatihan Berkelanjutan serta pemberian rekomendasi izin praktik. Sementara dalam draft RUU Kesehatan, peran organisasi profesi tersebut ditiadakan atau diambil alih oleh pihak lain.
“Akibat paling mendasar dari perubahan ini adalah mengancam akan berdampak pada faktor keselamatan pasien," ungkapnya.
Jadi selama ini seorang dokter itu diregistrasi setiap lima tahun sekali dilihat dari kompetensi. Apakah dia masih layak melayani pasien kemudian dikeluarkan rekomendasi uji kompetensi setelah itu berdasarkan kompetensi itu dia diminta untuk mengurus surat izin praktek.
Yang mengeluarkan rekomendasi itu dari kementerian kesehatan, dalam hal ini, sebutnya kenapa butuh rekomendasi, dari rekomendasi ini tentunya IDI akan memastikan apakah ini dokter atau tidak, Ini memang harus diselidiki karena perlu memastikan agar rakyat benar-benar dilayani oleh dokter.
"Jangan-jangan orang yang ngaku dokter ataupun tidak lulus terus dia minta," ujarnya.
Saat ini seluruh tahapan rekomendasi tersebut sudah dihapus dalam Undang-Undang Kesehatan, hal ini akan berdampak kepada pelayanan masyarakat.
"Kenapa harus kita pastikan itu. Owh itu teman kuliah saya dulu. Kalau sekarang oh itu kuliahnya dimana ya di universitas mana. Itu tidak semua orang mengerti. Masyarakat tidak tau. Jadi ini untuk mengetahui yang mana dokter dan yang mab dokter gadungan," pungkasnya. [NH]