kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Duta Baca Aceh Sampaikan PR Pada Pemerintah dan Para Aktivis Literasi

Duta Baca Aceh Sampaikan PR Pada Pemerintah dan Para Aktivis Literasi

Jum`at, 01 Januari 2021 09:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Alfi Nora

Duta Baca Aceh, Maman Abdullah [IST]

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Literasi di Aceh kembali menggeliat. Indeks Alibaca (Aktivitas literasi dan membaca) menunjukkan bahwa Aceh meraih skor 34.37 dari rata-rata skor nasional sebesar 37.32 dan berada di urutan ke 17 dari 34 provinsi, hasil itu merupakan hasil survey Kemendikbud RI. 

Persentase tersebut disampaikan oleh Maman Abdullah, Duta Baca Aceh, saat dihubungi Dialeksis.com, Jumat (1/1/2021).

Maman mengatakan, di masa pandemi banyak literasi digital yang mulai disorot dan mulai berkembang di masyarakat, hal itu menunjukkan masyarakat Aceh mulai melek terhadap pentingnya literasi.

Kedua lanjutnya, dari sisi duta baca sendiri berkaca dengan berbagai kegiatan yang telah terlaksana itu hampir 80 persen sukses karena partisipasi masyarakat yang ikut serta menyukseskan kegiatan tersebut.

“Mereka berminat untuk mengikuti kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh duta baca, salah satunya kegiatan webinar kemarin diikuti sekitar 50-100 orang,” sebutnya.

Maman menyampaikan beberapa "PR" atau tugas besar para aktivis literasi tersebut mengadapi tahun 2021.

“Pertama harus ada inovasi baik dari pemerintah maupun aktivis literasi harus lebih berinovasi, ide-ide baru harus lebih menarik, yang mana saat ini terbatas inovasinya, misal hanya webinar, sosialisasi dan juga hanya diskusi-diskusi online yang notabennya memang sudah dilakukan dari dulu,” jelasnya.

Hal itu, tidak begitu signifikan terhadap meningkatnya literasi tetapi dengan adanya inovasi harus bisa lebih fosus mencurahkan ide atau gagasan terhadap kegiatan yang berbasis literasi serta menginovasikan sesuatu yang baru.

Selanjutnya, peningkatan fasilitas karena saat ini masih kekurangan fasilitas, kalau pembangunan secara fisik Gedung perpustakaan sudah banyak, namun fasilitas di Gedung itu sendiri yang masih sangat kurang.

“ Misal mesin pinjam buku, tata cara mencari buku dan katalog. Kalau perpustakan yang sudah mumpuni seperti pustaka Unsyiah dan UIN yang telah berstandar internasional. Tetapi berbeda terbalik dengan perpustakaan di daerah lain,” kata Maman.

Terakhir, koordinasi dan sinkronisasi antara program pemerintah dengan para aktivis literasi harus sejalan, karena selama ini ia melihat pemerintah jalan sendiri dan aktivis literasi juga jalan sendiri. Sehingga tidak bertemu sinergitas antara dua belah pihak padahal jika lebih bersinergi, literasi Aceh akan jauh lebih meningkat.

“Harapan saya, pemerintah harus lebih fokus meningkatkan literasi jangan hanya fokus ke sektor ekonomi dan pembangunan fisik, karena pembangunan literasi itu sangat penting, literasi itu berbanding lurus dengan kesejahteraan masyarakat,” harapnya.

Semoga pemerintah dapat mengakomodir seluruh kebutuhan dari para aktivis literasi sehingga bisa berkolaborasi dengan segala program-program literasi sehingga tercipta lingkungan literasi yang luar biasa besar.


Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda