kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Dirjen Kebudayaan Serukan Pentingnya Pengembangan Budaya di Aceh

Dirjen Kebudayaan Serukan Pentingnya Pengembangan Budaya di Aceh

Jum`at, 06 September 2024 08:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Nora

Dirjend Kebudayaan Kemendikbud RI, Hilmar Farid, P.hD., bersama Rektor USK, Prof. Marwan. Foto: Nora/Dialeksis


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Menandai rangkaian tur studium generale ke 11 universitas di seluruh Indonesia, Direktur Jenderal Kebudayaan, Hilmar Farid, menyampaikan kuliah umum di Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Kamis (5/9/2024). 

Acara ini merupakan bagian dari upaya Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk membahas isu-isu strategis terkait amanat Undang-Undang No. 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.

Dalam kuliah umumnya, Hilmar Farid menyoroti pentingnya Pemajuan Kebudayaan di Provinsi Aceh. Ia menekankan bahwa Aceh memiliki kekayaan budaya dan keanekaragaman bio kultural yang luar biasa, seperti ekosistem Leuser, Ulu Masen, dan mangrove yang terhubung erat dengan budaya lokal. 

"Pengetahuan tentang alam yang bersumber dari interaksi masyarakat dengan ekosistem ini adalah bagian inti dari kebudayaan," ujar Hilmar kepada awak media. 

Ia menggarisbawahi bahwa sebagian besar pengetahuan lokal yang menjadi dasar dari pengobatan modern, seperti aspirin dan kina, berasal dari warisan tradisional. 

"Potensi biokultural Indonesia sangat besar, tetapi belum dimanfaatkan secara optimal," tegasnya.

Lebih lanjut, Hilmar menyampaikan bahwa tantangan terbesar saat ini adalah bagaimana memanfaatkan kekayaan tersebut dengan baik. Ia mencontohkan bahwa di Aceh terdapat tanaman langka yang berpotensi besar untuk pengobatan, namun risetnya masih minim. 

"Kekayaan biokultural Aceh bisa menjadi kunci dalam pengembangan wellness dan gaya hidup sehat berbasis kearifan lokal," tambahnya.

Selain itu, Hilmar menekankan pentingnya menjaga ketahanan budaya agar tetap relevan di tengah perubahan global.

 "Jika kita mampu mengelola kekayaan biokultural dengan baik, budaya kita akan tetap kuat dan tidak tergerus oleh budaya asing," ungkapnya.

Isu mendesak lainnya adalah kebutuhan pembukaan program pendidikan tinggi di bidang Arkeologi, Epigrafi, Antropologi, Film dan Televisi, serta Tata Kelola Seni, yang saat ini belum tersedia di Aceh. Hilmar menyebutkan, "Pendidikan tinggi dalam bidang kebudayaan di Aceh bukan hanya kebutuhan, tetapi juga menjadi landasan penting agar dapat memanfaatkan biokultural masa depan."

Selain itu, Hilmar menekankan pentingnya sinergi transdisipliner yakni kolaborasi multi aktor seperti Wali Nanggroe, Majelis Adat, Dewan Kesenian, dan Dewan Kebudayaan dalam merumuskan kebijakan budaya yang komprehensif di Aceh. Partisipasi publik juga ditekankan, dengan ajakan kepada masyarakat Aceh untuk lebih aktif terlibat dalam inisiatif-inisiatif seni dan budaya, termasuk pemanfaatan ruang publik sebagai pusat kegiatan budaya.

Rektor Universitas Syiah Kuala, Prof. Dr. Ir. Marwan, dalam sambutannya, memberikan kata pengantar yang menggarisbawahi pentingnya sinergi antara lembaga seperti perguruan tinggi dan pemerintah dalam Pemajuan Kebudayaan.

 "Universitas Syiah Kuala terus berupaya untuk tidak hanya menjadi pusat pendidikan dan riset tetapi juga pusat kebudayaan yang berkontribusi pada pelestarian dan pembangunan budaya. Harapannya agar para generasi muda tidak hanya mengenal kebudayaan tetapi memiliki komitmen untuk melestarikan dan memajukan kebudayaan," ujar Prof. Marwan.

Kuliah umum ini diharapkan dapat menjadi pemicu lahirnya inisiatif-inisiatif baru dalam pemajuan kebudayaan, terutama di Provinsi Aceh, serta memperkuat sinergi antara pemerintah, akademisi, dan masyarakat dalam menjaga dan mengembangkan kekayaan budaya bangsa. 

Kuliah umum ini dihadiri 1000 peserta yang terdiri dari birokrat, akademisi, mahasiswa, budayawan, seniman, pelaku budaya, pegiat literasi, perwakilan dari 30 Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA), juga instansi yang membidangi kebudayaan di kabupaten/kota se-Aceh serta perwakilan dari Unit Pelaksana Teknis (UPT) dari Kemendikburistek. Ke-1000 peserta ini adalah bagian dari Ekosistem Kebudayaan yang akan mempercepat akselerasi gerakan Pemajuan Kebudayaan Indonesia.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI
Komentar Anda