Senin, 08 Desember 2025
Beranda / Berita / Aceh / Aceh Tamiang Porak-poranda Pascabanjir, Warga Desak Presiden Tinjau Lokasi

Aceh Tamiang Porak-poranda Pascabanjir, Warga Desak Presiden Tinjau Lokasi

Senin, 08 Desember 2025 15:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Redaksi

Banjir yang melanda Aceh Tamiang sejak 26 November hingga 3 Desember 2025 meninggalkan kerusakan masif di seluruh wilayah kabupaten. [Foto:  Hendra Vramenia untuk Dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Aceh Tamiang - Banjir yang melanda Aceh Tamiang sejak 26 November hingga 3 Desember 2025 meninggalkan kerusakan masif di seluruh wilayah kabupaten. Dua belas kecamatan terdampak, 209 dari 216 desa rusak berat, dan ribuan warga kehilangan tempat tinggal. Infrastruktur pendidikan, kesehatan, hingga jembatan penghubung antarwilayah lumpuh. Warga meminta pemerintah pusat turun tangan langsung.

Melalui dialeksis.com, warga Aceh Tamiang Muhammad Hendra Vramenia, yang juga Wakil Sekretaris Karang Taruna Aceh, menyebut kondisi daerahnya kini “luluh lantak”. Ia menegaskan bahwa skala bencana kali ini tidak bisa disikapi sebagai kejadian biasa.

“Dari 12 kecamatan, semuanya terdampak banjir. Ratusan desa porak-poranda. Data yang kami himpun menunjukkan 209 desa mengalami kerusakan berat,” kata Hendra saat menyampaikan kepada Dialeksis.com pada Senin (8/12/2025).

Ia menyebut kerusakan itu meliputi rumah warga, fasilitas pendidikan, ruang publik, hingga pusat layanan sosial. “Sebagian desa nyaris rata dengan tanah,” ujarnya.

Hendra sepakat dengan pernyataan Gubernur Aceh, Muzakir Manaf (Mualem), yang menilai Aceh Tamiang merupakan daerah terdampak paling parah dibanding kabupaten lain. Menurutnya, situasi di lapangan menunjukkan kebutuhan mendesak untuk penanganan skala nasional.

“Bapak Presiden Prabowo Subianto, kalau tidak menetapkan banjir Sumatera ini sebagai bencana nasional, datanglah ke Aceh Tamiang dan lihat sendiri kondisi kami. Banyak sekolah rusak parah, ratusan keluarga kehilangan rumah, jembatan penghubung putus, dan akses desa terputus,” ujar Hendra.

Foto: Hendra Vramenia untuk Dialeksis.com

Ia menyampaikan bahwa narasi yang beredar di media sosial tentang Aceh Tamiang “tidak sebanding dengan kenyataan”. “Keadaannya jauh lebih mencekam. Warga hidup dalam ketidakpastian. Anak-anak tidak bisa sekolah, ribuan orang bertahan di posko dengan fasilitas minim,” tuturnya.

Menurut Hendra, kerusakan sarana pendidikan menjadi salah satu yang paling memprihatinkan. Puluhan sekolah terendam dan peralatan belajar hilang. Kondisi itu membuat ribuan siswa tidak memiliki ruang belajar yang layak. Di beberapa titik pengungsian, relawan mencatat keluhan kesehatan seperti diare dan infeksi kulit akibat sanitasi buruk.

Hendra menuturkan Karang Taruna, relawan lokal, dan kelompok masyarakat telah bergerak sejak hari pertama banjir, namun skala bencana membuat upaya penanganan tak sebanding dengan kebutuhan. 

“Kami bekerja siang malam, tetapi kapasitas kami terbatas. Kami butuh alat berat, logistik medis, dan dukungan penuh dari pemerintah pusat,” katanya.

Warga Aceh Tamiang, lanjut Hendra, meminta pemerintah segera mengambil langkah-langkah strategis. Di antaranya penetapan status bencana nasional, percepatan perbaikan akses jalan dan jembatan, pembangunan ruang belajar sementara, penyediaan air bersih, serta bantuan untuk keluarga yang kehilangan rumah.

Hendra menegaskan bahwa kehadiran Presiden di lokasi akan memberi harapan sekaligus mempercepat koordinasi lintas lembaga.

“Kami menunggu kehadiran Bapak Presiden di Aceh Tamiang. Bukan untuk seremonial, tapi untuk melihat langsung situasi agar pemulihan berjalan cepat,” ujarnya.

Foto: Hendra Vramenia untuk Dialeksis.com

Hingga kini, sebagian wilayah Aceh Tamiang masih terputus aksesnya. Relawan melaporkan distribusi bantuan belum merata dan sejumlah desa hanya bisa dijangkau dengan perahu. Pemerintah daerah terus memperbaharui data korban, kerusakan, dan kebutuhan mendesak untuk disampaikan kepada pemerintah pusat.

Dengan kerusakan masif dan kebutuhan yang kian mendesak, warga berharap pemerintah segera mengambil keputusan cepat dan menyeluruh.

“Ini bukan sekadar bencana daerah. Ini bencana nasional yang dampaknya akan panjang jika tidak ditangani sekarang,” tutup Hendra. [hv]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI