Beranda / Tajuk / Gebrakan Kontroversi Bustami di Bank Aceh, Tepatkah?

Gebrakan Kontroversi Bustami di Bank Aceh, Tepatkah?

Sabtu, 06 April 2024 10:30 WIB

Font: Ukuran: - +


DIALEKSIS.COM | Tajuk - Kepemimpinan Bustami Hamzah sebagai Pejabat (Pj) Gubernur Aceh memunculkan kejutan di kalangan publik, karena mengeluarkan kebijakan kontroversial dengan mencopot direksi Bank Aceh. Tindakan ini menimbulkan gejolak di dunia perbankan, yang berdampak langsung pada lingkungan bank daerah kebanggaan Aceh.

Tindakan ini dianggap terkesan sebagai penyalahgunaan kekuasaan oleh publik, karena pencopotan orang nomor satu sebagai komisaris utama?, ataukah ada alasan lain yang melatarbelakanginya? Perlu dihindari penyalahgunaan kekuasaan, mengingat praktek semacam ini sering terjadi dalam tatanan pemerintahan daerah ketika pejabat memiliki otoritas penuh.

Menurut catatan dari Dialeksis fenomena pergantian direksi BPD secara tiba-tiba telah menjadi tren yang meresahkan, tanpa mempertimbangkan kinerja atau prinsip-prinsip tata kelola yang baik (Good Corporate Governance/GCG).

Keadaan serupa terjadi di Bank Aceh, menunjukkan adanya penambahan kasus di mana pemimpin yang menjadi pemegang saham mayoritas, yaitu Pj Gubernur Aceh, mencopot direksi Bank Aceh, yaitu Muhammad Syah dan Zulkarnaini, dinonaktifkan setelah berbuka puasa pada Jumat, 5 Maret 2024, hingga dilaksanakannya Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sekitar sebulan ke depan.

Pergantian direksi Bank Aceh sangat mencolok di mata publik Aceh dan terkesan memiliki motif politis atau kepentingan subjektif, bukan berdasarkan evaluasi kinerja yang objektif. Praktik semacam ini berpotensi merugikan Bank Aceh sebagai institusi bisnis yang beroperasi secara berkelanjutan, serta dapat menimbulkan ketidakpastian bagi para stakeholder, termasuk pemerintah, nasabah, karyawan, dan masyarakat luas.

Perlu diakui bahwa Bank Aceh memiliki peran penting dalam menyumbangkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), sehingga tindakan yang mengganggu stabilitas dan kelangsungan operasional Bank Aceh akan berdampak luas terhadap ekonomi daerah.

Sebagai Pejabat (Pj) Gubernur Aceh, Bustami Hamzah seharusnya mempertimbangkan secara matang kepentingan semua pihak, bukan hanya kepentingan politis sesaat atau ego personal, ketika secara tiba-tiba mencopot direksi Bank Aceh. Hal ini sangat relevan dengan keberlangsungan Bank Aceh dalam menghadapi tantangan masa depan.

Akan menjadi sulit dan memakan waktu lama untuk mencari direksi baru Bank Aceh di tengah agenda besar yang sudah di depan mata, seperti Pekan Olahraga Nasional (PON), pertemuan kebencanaan internasional, kegiatan tsunami internasional, dan lain sebagainya.

Pencopotan direksi Bank Aceh oleh Pj Gubernur tidak boleh menjadi alasan untuk merusak kelangsungan Bank Aceh itu sendiri atau mengabaikan prinsip-prinsip tata kelola yang baik, karena menjaga integritas dan kemandirian Bank Aceh sebagai salah satu pilar ekonomi daerah.

Dalam menghadapi masa transisi ini, penting bagi semua pihak untuk memprioritaskan kepentingan jangka panjang dan kelangsungan Bank Aceh sebagai lembaga keuangan yang berperan penting dalam pembangunan ekonomi daerah. Setiap langkah yang diambil harus mengutamakan prinsip keadilan, transparansi, dan kelangsungan, serta tidak terjebak dalam kepentingan politis yang sempit.

Jika dilihat dari perspektif Teori Good Corporate Governance (GCG), seperti yang diungkapkan oleh Michael C. Jensen dan William H. Meckling dalam teori agensi mereka, penting untuk memastikan bahwa kepentingan pemegang saham dan pihak terkait lainnya dilindungi dengan menerapkan prinsip-prinsip GCG yang baik. Ini mencakup transparansi, akuntabilitas, keterbukaan informasi, dan perlindungan terhadap kepentingan semua stakeholder, bukan hanya kepentingan politis atau individu tertentu. Artinya, jangan biarkan kepentingan pribadi atau kelompok tertentu mengaburkan keputusan yang diambil dalam konteks kepentingan masyarakat Aceh terhadap keberadaan Bank Aceh.

Sejalan dengan pemikiran R. Edward Freeman yang menekankan pentingnya memperhatikan kepentingan semua stakeholder dalam pengambilan keputusan. Dalam konteks pencopotan direksi Bank Aceh, Pj Gubernur harus mempertimbangkan dampaknya terhadap berbagai pihak yang terlibat, termasuk pemegang saham, nasabah, karyawan, dan masyarakat luas.

Bank daerah yang sehat tidak boleh dipolitisasi atau diabaikan karena kepentingan personal atau kelompok tertentu, jika tujuannya adalah menjadikan bank tersebut berkembang dan menghasilkan pendapatan bagi daerahnya serta kebanggaan bagi daerah.

Mengakhiri praktik-praktik yang merugikan kelangsungan Bank Aceh adalah langkah yang harus diambil secara serius oleh semua pihak yang terlibat. Hanya dengan menjaga integritas dan kemandirian Bank Aceh, kita dapat memastikan bahwa peran mereka sebagai pilar ekonomi Aceh tetap terjaga dan memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat. Semoga kebijakan sang Pj Gubernur Aceh Bustami tidak membuat rusak bank tercinta kebanggaan masyarakat Aceh, biar waktu menjawab jawaban itu.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda