Selasa, 09 Desember 2025
Beranda / Pemerintahan / Suara dari Aceh: Pak Presiden, Tolong Ganti Bahlil

Suara dari Aceh: Pak Presiden, Tolong Ganti Bahlil

Selasa, 09 Desember 2025 13:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Redaksi

Presiden Prabowo Subianto meninjau jembatan di Teupin Mane, Kecamatan Juli, Bireuen, Aceh yang putus akibat banjir. [Foto: Tangkapak layar Live YouTube/detikcom]



DIALEKSIS.COM | Aceh - Pernyataan Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia di hadapan Presiden Prabowo Subianto saat kunjungan ke Aceh menuai gelombang kemarahan publik. Dalam kunjungan ke Bireuen pada Minggu (7/12/2025), Bahlil menyampaikan bahwa “97 persen wilayah Aceh sudah menyala malam ini,” merujuk pada pemulihan listrik pascabencana banjir dan longsor.

Namun, kenyataan di lapangan berkata lain. Sejumlah wilayah di Banda Aceh, Aceh Utara, dan Pidie masih gelap gulita hingga malam hari. Bahkan, Pemerintah Aceh secara resmi membantah klaim Bahlil. 

“Kami minta semua pihak, termasuk pejabat pusat, berhati-hati dalam menyampaikan data. Jangan sampai memperkeruh suasana dan menyesatkan publik,” ujar juru bicara Pemerintah Aceh, seperti dikutip dari media lokal.

Kemarahan publik pun meluas. Di media sosial, tagar #BahlilBohong menggema. Warga menyuarakan kekecewaan atas pernyataan yang dianggap menyepelekan penderitaan mereka. Anggota DPR RI asal Aceh, TA Khalid, bahkan menyebut Bahlil telah “berbohong kepada Presiden” dan menuntut klarifikasi serta pertanggungjawaban.

Pengamat Politik dan Keamanan, Aryos Nivada, menilai pernyataan Bahlil bukan sekadar kesalahan teknis, melainkan bentuk pengkhianatan terhadap rakyat dan kepala negara.

“Berbohong kepada Aceh yang sedang ditimpa bencana sangat tidak patut dan itu pelanggaran yang tidak bisa dimaafkan. Ini bukan sekadar soal data, ini soal empati dan tanggung jawab. Ketika rakyat menderita dalam gelap, lalu seorang pejabat tinggi menyampaikan laporan palsu kepada Presiden, itu bukan hanya mempermainkan kepercayaan publik, tapi juga mempermalukan negara di hadapan warganya sendiri,” tegas Aryos.

Ia mendesak Presiden Prabowo untuk segera mengevaluasi posisi Bahlil. “Jika Presiden ingin menjaga wibawa dan integritas pemerintahannya, maka langkah pertama adalah mengganti pejabat yang telah gagal menjaga akurasi dan kejujuran dalam laporan,” tambahnya.

Aryos juga mengingatkan bahwa Aceh bukan sekadar provinsi, melainkan wilayah yang sarat sejarah dan luka kolektif. “Jangan jadikan Aceh sebagai panggung pencitraan. Rakyat di sini tahu mana yang tulus bekerja dan mana yang hanya datang membawa narasi palsu,” pungkasnya. [red]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI