Mabes Polri Ungkap Unggahan 8 Aktivis KAMI, Singgung Molotov
Font: Ukuran: - +
Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Argo Yuwono (kanan), menjelaskan alasan di balik penangkapan delapan aktivis KAMI, di Mabes Polri, Kamis (15/10/2020). (Foto: Beritasatu)
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Mabes Polri menjelaskan alasan dibalik penangkapan delapan aktivis KAMI di Medan dan Jakarta. Polisi menyakini unggahan delapan orang tersebut, yang di Medan di WA Grup KAMI Medan dan di Jakarta di akun media sosial masing-masing, terkait dengan eskalasi aksi demo rusuh khususnya tanggal 8 Oktober 2020. Polisi menemukan ada kata “China” dan “molotov”.
“Jadi ini kan bermula dari demo yang rusuh pada 8 Oktober kemarin. Dari perusak yang sudah kita tangkap, tahan, dan ada yang tidak ditahan karena ancaman di bawah 5 tahun, ini kita menyambungkan ada apa kok banyak korban? Kita cek ke belakang kenapa bisa terjadi anarkis dan ternyata ada kegiatan (pelaku) yang terpantau di Medsos,” kata Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono di Mabes Polri Kamis (15/10/2020).
Untuk di Medan misalnya Khairi Amri, sebagai admin, menulis dalam WA Grup internal mereka. Dia mengunggah foto kantor DPR dan ia menulis, “Dijamin komplit kantor sarang maling dan setan”. Ia juga menulis, “Kalian Jangan Takut dan Jangan Mundur.”
Kemudian Juliana menulis dalam WA Grup yang sama: “Batu kena satu orang, bom molotov bisa membakar 10 orang. Dan bensin bisa berceceran. Buat skenario seperti 98. Penjarahan toko China dan rumah-rumahnya. Preman diikutkan untuk menjarah.”
Devi menulis, “Pemerintah Bakal perang sendiri sama China.” Dan Wahyu Rasari Putri menulis, “besok wajib bom molotov.”
Makanya begitu demo berjalan rusuh dan polisi menemukan bom Molotov, polisi yakin mereka telah melakukan penghasutan.
“Ini salah satu contoh. Masih dianalisis tulisan yang lain. Semua (rusuh) ini terjadi karena pola hasut. Ini kelihatan. Pola vandalisme dan peran masing-masing tersangka. Ada barang bukti juga uang Rp 500.000 untuk suplai logisitik. KA (Khairi) sudah mengumpulkan massa dan memberikan nasi bungkus sambil memberikan arahan. Semua sudah di-BAP dan nanti akan dibuktikan di sidang,” sambung Argo dikutip dari beritasatu.
Mereka dijerat Pasal 28 ayat (2) junto Pasal 45 UU ITE ditambah Pasal 160 KUHP ancaman 6 tahun. Kasus mereka ditarik ke Jakarta dan dilakukan penyidikan gabungan oleh Polda Sumut dengan Bareskrim.
Polisi juga merinci kesalahan empat tersangka KAMI yang ditangkap di Jakarta. Jumhur Hidayat misalnya disalahkan polisi karena mengunggah tulisan, “UU ini memang untuk primitive investor dari RRC dan Pengusaha Rakus.” Atas tulisannya ini menurut Argo, Jumhur diancam hukuman maksimal 10 tahun penjara.
Sedangkan Anton Permana diciduk polisi karena memosting di Facebook dan Youtubenya, “mulitifungsi Polri melebihi dwi fungsi ABRI yang dulu kita caci maki” dan menulis “NKRI jadi negara kepolisian republik Indonesia.” Ia juga menulis UU Cipta Kerja bukti negara ini telah dijajah. Negara sudah dikuasai cukong. Dia diancam 6 tahun.
Syaganda Nainggolan disalahkan karena berusaha membuat pola hasutan dan hoax, dengan mengatakan menolak Omnibus Law dan mendukung buruh. “Modusnya, ada foto, dikasih tulisan, keterangan yang tidak sama kejadiannya. Seperti, kejadian di Karawang, gambar berbeda, ini salah satu, ada dua lagi. Beberapa akan dijadikan barang bukti penyidik,” kata Argo lagi. Syahganda diancam enam tahun.
Sedangkan Annida memosting, “Bohong kalau urusan omnibus law bukan urusan istana tapi ini sebuah kesepakatan.” Ia juga diancam 6 tahun.