KPK Hapus Nilai Religiusitas, Eks Penasihat: Tunggu Detik-detik Sakaratul Mautnya
Font: Ukuran: - +
Abdullah Hehamahua. [Foto: TEMPO/Ratih Purnama]
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi telah merampungkan revisi kode etik bagi Filri Bahuri cs. Salah satu yang diubah dalam revisi terbaru itu adalah dihapus dan digantikan nilai religiusitas dengan nilai sinergi.
Sebelumnya, nilai dasar KPK meliputi religiusitas, integritas, keadilan, profesionalisme dan kepemimpinan. Eks Penasihat KPK Abdullah Hehamahua menceritakan, terpilihnya religiusitas menjadi nilai dasar KPK lahir dari hasil diskusi sekitar 100 pegawai dan lima pimpinan KPK periode 2005.
"Dasar filosofinya sila pertama pancasila dan Pasal 29 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945. Di KPK jilid I dan II, nilai dasar KPK adalah integritas, profesional, produktivitas, transparan, kepemimpinan, dan religiusitas," kata Abdullah saat dihubungi pada Jumat (7/3/2020) malam.
Selanjutnya di masa pimpinan KPK jilid III, urutan tersebut diubah. Religiusitas naik ke urutan pertama. Abdullah berujar, religiusitas diutamakan karena untuk memastikan bahwa nilai kepribadian KPK seperti pancasila. "Di mana sila pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa," ucap Abdullah.
Di pimpinan KPK jilid V ini, KPK memutuskan untuk mengeluarkan nilai religiusitas. Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri menjelaskan keputusan menghapus nilai religiusitas itu diambil oleh Dewan Pengawas KPK setelah berdiskusi dengan para ahli.
Dia mengatakan religiusitas tak perlu disebut karena melekat pada semua manusia dan memayungi nilai dasar yang ada.
Namun di sisi lain, Abdullah melihat dihapusnya nilai religiusitas itu berarti KPK mengabaikan masalah integritas.
"By the time, tunggu detik-detik sakaratul mautnya KPK," ucap dia.
Eks Penasihat KPK lainnya, Budi Santoso, juga melihat tidak ada urgensinya meniadakan nilai religiusitas sebagai nilai dasar KPK. Sebab, nilai itu diperlukan sebagai pedoman dalam menjalankan pekerjaan.
"Jadi pemahaman bahwa bekerja bagian dari ibadah terpatri dalam keseharian mereka di KPK. Maka dari itu saya melihat konteks religiusitas tetap diperlukan," kata Budi saat dihubungi. (Tempo)