Indeks Persepsi Korupsi RI Anjlok 4 Poin, Ini Pembelaan KPK
Font: Ukuran: - +
Foto: Ist
DIALEKSIS.COM | Nasional - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) angkat bicara mengenai anjloknya Corruption Percepcion Index (CPI) atau Indeks Persepsi Korupsi (IPK). Lembaga antirasuah itu menilai perlunya tanggungjawab bersama untuk menekan tingkat korupsi di Indonesia.
"Pencapaiannya pun menjadi tanggung jawab sekaligus peran bersama seluruh elemen bangsa. Oleh karena itu lah KPK senantiasa mendorong penguatan kolaborasi dan sinergi seluruh pemangku kepentingan untuk tujuan menurunkan tingkat korupsi di Indonesia," ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Kamis 2 Februari 2023.
Penilaian IPK, kata Ali, mencakup pada aspek-aspek di berbagai institusi yang ada di Indonesia. Tak terkecuali politik, ekonomi maupun masyarakat sosial. Oleh sebab itu, menjadu tanggungjawab semua elemen untuk menekan angka korupsi di Indonesia.
"Penilaian IPK mencakup multi-aspek yang tentunya dipengaruhi oleh banyak variable capaian kinerja di berbagai institusi serta situasi kondisi politik, ekonomi, maupun sosial masyarakat," katanya.
Ali mengatakan pada aspek pencegahan korupsi sendiri, lembaga antirasuah itu menuntut keseriusan semua pihak dalam menindaklanjuti korupsi.
"Guna menutup celah-celah rawan korupsi. Sehingga kita bisa menciptakan praktik-praktik good governance," ucap Ali.
Dalam penegakan hukum dan bidang penindakan, kata Ali, pihaknya memastikan penegakkan itu dilakukan sesuai dengan prosedur dan ketentuan hukum yang berlaku.
"Hal itu bertujuan untuk memberikan efek jera para pelakunya dan pengoptimalan pemulihan kerugian keuangan Negara (asset recovery)," tutur Ali.
Sementara itu, Indonesia Memanggil (IM57+) Institute menyebut skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tahun 2022 di angka 34 membuktikan kampanye kerja, kerja, kerja Presiden Joko WIdodo (Jokowi) terbukti.
Namun, diterangkan Ketua IM57+ Institute M. Praswad Nugraha, kerja dimaksud justru dalam rangka pelemahan pemberantasan tindak pidana korupsi.
"Kata-kata Presiden Joko Widodo terkait kerja, kerja dan kerja dalam kampanye calon presiden pada 2019 yang lalu akhirnya menjadi kenyataan. Ironisnya kerja tersebut dikonkretkan presiden secara nyata melalui kerja pelemahan pemberantasan korupsi," kata Praswad melalui keterangan tertulis, Rabu, 1 Februari 2023.
Pemberantasan Korupsi di Titik Nadir
Praswad menilai penurunan skor IPK yang diikuti pula dengan turunnya komponen PRS International Country Risk Guide, PERC Asia, dan sub-komponen lain secara signifikan, mencerminkan terpuruknya performa kinerja pemberantasan korupsi hampir di semua aspek, termasuk competitiveness yang selalu digadang-gadang dalam sektor investasi.
Alih-alih melakukan berbagai upaya penguatan, ditekankan Praswad, Jokowi justru tidak berhenti mengeluarkan paket kebijakan yang secara vulgar memukul mundur kinerja pemberantasan korupsi.
Kebijakan dimaksud yakni pemberlakuan Revisi UU KPK, tidak terungkapnya pelaku intelektual penyerangan Novel Baswedan, serta pemberhentian pegawai KPK melalui asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) dengan melanggar HAM dan malaadministrasi.
"Kemudian disusul semakin menurunnya kualitas kasus yang ditangani KPK adalah contoh nyata proses pelemahan tersebut. Diperburuk lagi, tontonan drama klasik dinasti politik semakin membabi buta telah bisa dilihat oleh publik secara kasat mata tanpa malu-malu lagi," ujarnya.
Praswad menambahkan narasi yang dibangun Presiden Jokowi merevisi UU KPK dengan dalih memperkuat pemberantasan korupsi hanya sekadar halusinasi belaka untuk menutupi kepentingan lain.
"Pasca-revisi, ternyata kondisi pemberantasan korupsi tindak kunjung membaik, dan hari ini, faktanya pemberantasan korupsi kita melemah dan terpuruk pada titik terendah," imbuhnya.
Sebelumnya diberitakan, Deputi Transparency International Indonesia (TII) Wawan Suyatmiko membeberkan alasan mengapa Corruption Perception Index (CPI) atau Indeks Persepsi Korupsi (IPK) pada tahun 2022 merosot empat poin. Wawan mengatakan bahwa pemberantasan korupsi di Indonesia tidak efektif.
"Turun drastisnya skor CPI Indonesia tahun 2022 ini membuktikan bahwa strategi dan program pemberantasan tidak efektif," ujar Wawan dalam keterangannya, Selasa 31 Januari 2023.
Menurutnya, revisi undang-undang (UU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tahun 2019 sejatinya itu merupakan strategi pemerintah untuk mengurangi dan mencegah korupsi. Wawan beranggapan bahwa karena merosotnya skor CPI, menunjukan strategi tersebut tidak berjalan.
"Berbagai program pemberantasan korupsi dalam pelayanan publik dan pelayanan bisnis, seperti digitalisasi pelayanan publik dan bahkan UU Cipta Kerja diklaim sebagai strategi besar untuk memberantas korupsi melalui pencegahan. Tetapi merosotnya skor CPI menunjukkan strategi tersebut tidak berjalan," kata Wawan. [viva.co.id]