Dalam Kondisi Pandemi Covid-19, RI Terancam Krisis Energi
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Pertumbuhan konsumsi energi terus naik seiring pertumbuhan penduduk. Keinginan Indonesia untuk menjadi negara maju pun harus didukung dengan ketersediaan energi yang mencukupi.
Namun sayangnya cadangan migas RI hanya 2,5 miliar atau sekitar 8,7 tahun masih kalah dengan Vietnam yang 4,4 miliar barel. Ekonom Faisal Basri mengatakan cadangan energi Indonesia semakin menurun.
Bukan hanya minyak, gas dan batu bara juga mengalami penurunan. Saat ini cadangan batu bara di RI hanya 3,7% dari cadangan dunia, tapi seperempat dari ekspor batu bara dunia atau 26% berasal dari Indonesia.
"Konsumsi minyak mencapai 1,7 juta barel sehari, sementara produksi 781 ribu barel sehari, dan batu bara diekspor habis-habisan," kata Faisal Basri, Sabtu (29/08/2020).
Indonesia mengalami ancaman defisit energi karena saat ini konsumsi sudah lebih besar dari produksi. Sehingga pada 2021 diperkirakan akan mengalami defisit energi. Bahkan pada 2040 defisit energi diperkirakan bisa menacapai US$ 80 miliar.
Untuk Bauran Energi pun masih belum maksimal, meskipun porsi migas mengecil tapi dari sisi volume sebenarnya naik. Pada 2016 kebutuhannya di 26,58 juta ton oil equivalent, 2025 jadi 103 juta ton, dan 2050 jadi 206.
"Artinya kita tidak boleh leha-leha meskipun punya unlimited renewable energy. Jangan lengah untuk migas, harus kerja keras untuk renewable maupun non renewable," katanya.
Faisal mengatakan jika ingin menghindari 2040, tidak bisa dilakukan model bisnis seperti biasanya. Apalagi saat ini menurutnya pemerintah membuat kebijakan yang membingungkan, dengan upaya membangun kilang tetapi juga mengembangkan biofuel, dan juga kendaraan listrik.
"Ibaratnya kalau semua program itu dimasukan dalam komputer bisa hang karena tidak tahu prioritasnya yang mana," ujarnya.
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama Plt Dirjen ESDM Migas Ego Syahrial mengatakan untuk bauran energi saat ini 34% migas dengan kebutuhan 1,45 juta barel sehari. Pada 2025 migas turun jadi 25% di bauran energi.
Tapi konsumsi naik jadi 1,9 juta barel sehari. Sementara itu pada 2050 konsumsi minyak bisa sampai 3 juta barel per hari.
Sedangkan cadangan minyak yang dimiliki RI hanya 2,5 miliar barel atau 8 tahun lagi atau hanya 0,2% dunia. Kemudian cadangan gas 1,53% dunia.
"Dulu kita berjaya dan masuk OPEC dengan produksi 1,5 juta barel sehari tapi dari wilayah kerja yang berada di Sumatra, Jawa, East Kalimantan. Sekarang produksi kita hanya sekitar 700 ribuan barel per hari," kata dia.
Dia mengakui tantangannya sulit karena eksplorasi tidak mudah, selain itu dalam 10 tahun terakhir temuan cadangan kecil, di bawah 200 juta barel. Padahal yang dibutuhkan Indonesia adalah dengan skala miliaran barel untuk penuhi kebutuhan 2025 sampai 2050.
"Di masa transisi, kami juga membuka diri. Misalnya saja Mesir menemukan lapangan baru, Turki, Norwegia juga membuka sistem datanya. Yang kita butuhkan miliar barel bukan hanya 100 barel," kata Ego.
"Kita butuh long term exploration, tapi itu high risk, capital besar, dan bisa dimonetisasi 10-15 tahun lagi," tambahnya.