Menyorot Indikasi Penyimpangan Mobil Bupati Abdya
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM - Pengadaan mobil dinas baru Bupati Aceh Barat Daya (Abdya) seharga Rp 1,018 miliar mendapat sorotan publik dalam beberapa hari terakhir. Pasalnya, mobil merk Nissan Elgrand yang dibeli dengan APBK Abdya tahun 2019 itu dinilai cacat hukum.
Menurut informasi dihimpun Dialeksis.com, pengadaan mobil dinas Bupati Akmal Ibrahim itu tanpa proses lelang sebagaimana seharusnya, melainkan melalui mekanisme Penunjukan Langsung (PL).
"Padahal PL hanya bisa dilakukan jika memenuhi kriteria tertentu seperti tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah," kata peneliti Jaringan Survei Inisiatif (JSI) Nasrul Rizal di Banda Aceh, Selasa (23/7/2019), kepada Dialeksis.com.
Dia menerangkan, dalam Perpres No 16 tahun 2018 pasal 38 ayat (3) disebutkan, Pengadaan Langsung dilaksanakan untuk barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya yang bernilai paling banyak Rp 200 juta.
"Jika di atas Rp 200 juta, maka pengadaan mobil dinas itu harus melalui tender," ujarnya.
Selanjutnya, dalam pasal yang sama ayat (4) disebutkan, Penunjukan Langsung dilaksanakan untuk barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya dalam keadaan tertentu, seperti kegiatan mendadak.
Untuk diketahui, imbuh Nasrul, mobil dinas Bupati Abdya berplat BL 1 C itu sebelumnya menggunakan Toyota Land Cruiser Prado. Armada ini dibeli dengan APBK Abdya 2014. Harganya Rp 1,4 miliar. Kondisi saat ini masih layak pakai.
"Intinya pengadaan mobil tidak bisa PL jika nilainya di atas Rp 200 juta, bukan barang spesifik, penyedianya tidak tunggal, dan peruntukannya tidak mendesak. Apakah pembelian mobil Bupati Abdya telah sesuai dengan ketentuan tersebut?" ujar Nasrul.
Pembelian mobil dinas Bupati Abdya itu memang PL, diakui Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Setdakab Abdya Teuku Indra. Karena kebutuhannya spesifik yaitu mobil jenis Nissan Elgrand. Pengadaan kendaraan umum lainnya baru bisa dilelang terbuka.
Pun menurut keterangan di laman lpse.acehbaratdayakab.go.id. Pengadaan mobil dinas baru Bupati Abdya dilakukan melalui PL atau non tender. Pagunya Rp 1,065 miliar dengan sumber dana APBK Abdya tahun anggaran 2019.
Paket dengan nama tender Pengadaan Kendaraan Dinas Operasional Pimpinan Daerah ini dimenangkan peserta tunggal, PT Wahana Wirawan, yang beralamat di Kecamatan Darul Imarah, Aceh Besar dengan HPS Rp 1,018 miliar.
Nissan Elgrand itu dibeli berdasarkan perencanaan dari Bagian Umum Setdakab Abdya. "Kabag Umum langsung yang menjadi Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK). Sedangkan kita sebagai PPK hanya melakukan eksekusi saja," sebut Indra.
Sorotan pembelian BL 1 C itu berhembus hingga ke Pusat. Tanggapan misalnya dilontarkan Direktur Pengembangan Strategi dan Kebijakan Pengadaan Umum Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) RI, Fadli Arif.
Dia menilai, jika dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemerintah tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, maka status kontraknya dianggap tidak sah serta cacat hukum.
"Kalau proses menuju kontraknya tidak sesuai peraturan, berarti kontraknya tidak sah. Statusnya diserahkan kepada pihak yang berwajib untuk menilainya," kata Fadli Arif, seperti dikutip AJNN, Senin (22/7/2019).
Praktisi PBJ Pekerjaan Konstruksi dan Team Konsultasi Pekerjaan Konstruksi pada LKPP-RI Riad Horem ikut berkomentar.
Pengadaan kendaraan dinas pimpinan daerah yang dananya mencapai Rp 1 miliar lebih dengan mekanisme PL tidak dibolehkan aturan.
Namun dia menegaskan, pengadaan barang dan jasa tersebut bisa saja PL dalam kondisi dan tergantung urgensinya; apakah pengadaan itu mendesak dan tidak ada penyedia jasa yang lain di daerah tersebut.
"PL itu (untuk keadaan) mendesak atau penyedianya hanya satu," sebutnya kepada media.
Bupati Abdya membalas pantun. Seperti dikutip Dialeksis.com dari halaman Facebook-nya Akhiruddin ketika mantan wartawan itu membalas pertanyaan media terkait pengadaan mobil dinas tersebut.
"Saya baru minta laporan soal pengadaan mobil ini," tulisnya.
Dia melanjutkan. Rencana pengadaannya sudah masuk Sirup dan tercatat di LPSE. Kebetulan, penyedia barangnya tunggal, yaitu Dealer Nissan.
"Di Aceh ada satu dealer (Nissan_red) dan di Medan ada satu. Kebetulan harga di Medan lebih mahal, makanya pilih yang di Aceh," sambungnya.
Dia menambahkan, harga mobil itu sebenarnya Rp 960 juta namun ditambah pajak negara jadinya Rp 1,018 miliar.
"Karena tak ada jasa penyedia lain, maka PPK menunjuk dealer di Banda Aceh. Kebetulan mobil itu juga tak ada dalam e-katalog," jelasnya.
Selain penyedianya tunggal, Akmal berkilah, pengadaan mobil dinas itu bila ditender harus ditambah keuntungan kontraktor sekitar 15 persen. Tapi kalau langsung ke penyedianya, bisa menghemat 15 persen.
"Begitu laporan yang saya terima. Bagaimana detailnya, saya juga enggak tahu persis," pungkas Akmal Ibrahim yang menjalani jabatan Bupati Abdya periode kedua ini.
Wakil Rakyat di DPRK Abdya juga kena semprot. Setidaknya komentar Wakil Ketua DPD I Golkar Aceh Sufrijal Yusuf yang juga tokoh masyarakat Abdya.
Menurutnya, pembelian mobil dinas Bupati Abdya jangan hanya menyalahkan eksekutif (pemerintah). Tetapi juga harus dipertanyakan pihak legislatif (DPRK Abdya). Dewan turut ‘berperan’ karena sudah meloloskan anggarannya.
Dia pun meminta DPRK Abdya untuk menjelaskan dan bertanggung jawab. Apa pasal mengesahkan anggaran pembelian mobil dinas baru untuk bupati padahal mobil lama masih layak pakai.
Sufrijal menduga telah terjadi persekongkolan antara legislatif dan eksekutif di Abdya. Sebab di tahun terakhir masa jabatannya, DPRK Abdya masih meloloskan anggaran pembelian mobil dinas baru bupati yang menurutnya tak terlalu mendesak.
"Kita patut mencurigai ada apa dibalik ini," tegasnya seperti dilansir AJNN.
Polemik ini terus menggelinding. Kita tunggu saja, bagaimana akhir cerita indikasi penyimpangan pembelian mobil dinas baru Bupati Abdya.(Makmur Emnur/dbs)