Ketika Makam Sultan di Aceh Terbengkalai
Font: Ukuran: - +
Reporter : Agam K
DIALEKSIS.COM - Matahari sudah memancarakan cahaya dari ufuk timur, pancaran sinarnya yang cerah terasa menyengat dan cukup panas.
Disepanjang jalan terlihat rabat beton yang cukup sempit, hanya bisa dilalui oleh satu mobil saja. Disitulah terlihat bejejer makam, namun sayangnya kondisi makam itu sedikit tidak terawat.
Makam Bate Balee itulah namanya, yang terletak di Desa Meucat, Kecamatan Samudera, Kabupaten Aceh Utara. Maka tersebut merupakan tempat dimakamkan sultan yang hidup di zaman Kerajaan Samudera Pasai.
Peneliti Sejarah Aceh Husaini Usman menyebutkan, maka tersebut menyimpan Peradaban Islam yang cukup tinggi. Makam tersebut sudah ada sejak abad ke 15, dimana generasinya merupakan periode ketiga dari kerajaan Samudera Pasai.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dari setiap nama sultan yang tertera pada mata uang atau dirham dikeluarkan oleh Kerajaan Samudera Pasai, maka makam sultan tersebut di komplek makam Batee Balee itu.
“Peristiwa sejarah merupakan peristiwa yang terjadi dimasa lalu dan tidak bisa diulang kembali, setiap rentetan peristiwa yang terjadi itu, maka akan selalu kekal abadi, serta selalu ada dalam ingatan,” ujar Husaini.
Dari ratusan batu nisan tersebut, maka sebagian nama-nama sultan yang dimakamkan di komplek Makam Bate Balee tersebut yaitu, Sultan Shalahuddin, Abu Zaid Ahmad, Mu’izzuddunya Waddin Ahmad, Muhammad Syah, Al Kamil bin manshur, Abdullah bin Manshur, Muhammad Syah III, Abdullah bin Mahmud dan Sultan Zainal Abidin IV.
Bukan hanya itu saja, penasehat Kolonial Belanda Christiaan Snouck Hurgronje, juga pernah berkunjung ke makam tersebut dan sempat lama melakukan penelitian, sehingga hasil penelitianya itu digunakan oleh penjajahan Belanda untuk menghilangkan jejak sejarah.
Namun kini kondisi makam tersebut mulai rusak dan bahkan tulisan-tulisan di batu nisannya banyak yang mulai pudar, serta tidak terlihat dengan jelas. Apabila tidak diperhatikan sama sekali, maka jejak sejarah itu akan sirna.
“Makam ini merupakan peninggalan peradaban Islam di masa lalu, namun saya kalau tidak ada yang memperdulikannya, maka ini akan sirna begitu saja. Kalau saja tulisan di nisan nya itu sudah tidak bisa dibaca lagi, maka ini merupakan pukulan berat bagi kita semua,” tutur Husaini.
Dirinya berharap kepada Pemerintah Aceh agar lebih memperdulikan tentang situs sejarah, karena sangat banyak sekali situs sejarah yang terbengkalai. Sejarah ini merupakan identitas, apabila identitas itu hilang, maka suatu daerah tersebut tidak lagi memiliki jati diri.
“Saya berharap agar ada perhatian dari pemerintah untuk merawat situs sejarah Bate Balee, karena ini sangat penting, menginggat nilai sejarahnya cukup tinggi,” ungkap Husaini Usman.