Virus Nipah, Ancaman Pandemi Baru di Asia
Font: Ukuran: - +
Ilustrasi. Kelelawar buah diyakini jadi sumber penyebaran virus Nipah [Dok. Shutterstock]
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Di tengah pandemi Covid-19 yang belum berakhir, para ilmuwan dilaporkan sedang berusaha keras untuk memastikan virus Nipah tidak menjadi pandemi berikutnya.
Virus Nipah memiliki tingkat kematian 75 persen dan sampai saat ini belum ada vaksinnya.
Seorang ahli asal Thailand, Supaporn Wacharapluesadee, yang bekerja sebagai peneliti di Red Cross Emerging Infectious Disease-Health Science Centrer, telah menganalisa banyak sampel spesies pada Januari 2020, termasuk kelelawar dan menemukan hewan ini bisa menimbulkan ancaman baru, seperti halnya Covid-19.
"Ini sangat mengkhawatirkan karena belum ada obatnya dan tingkat kematian yang tinggi akibat virus ini," katanya dikutip dari BBC.
Apa itu virus Nipah?
Sebagaimana dikutip dari situs WHO, infeksi virus Nipah adalah penyakit zoonosis yang ditularkan ke manusia dari hewan, dan juga dapat ditularkan melalui makanan yang terkontaminasi atau langsung dari orang ke orang.
"Virus ini juga dapat menyebabkan penyakit parah pada hewan seperti babi, yang bisa mengakibatkan kerugian ekonomi yang signifikan bagi peternak," demikian keterangan WHO.
Meskipun virus Nipah hanya menyebabkan beberapa wabah yang diketahui di Asia, virus ini cukup mengancam karena menginfeksi berbagai macam hewan dan menyebabkan penyakit parah hingga kematian pada manusia.
Virus Nipah pertama kali dikenali di Malaysia pada 1999 Malaysia, yang juga mempengaruhi Singapura. Kebanyakan infeksi pada manusia disebabkan oleh kontak langsung dengan babi yang sakit atau jaringannya yang terkontaminasi.
Dalam wabah berikutnya di Bangladesh dan India pada 2001, konsumsi buah-buahan atau produk buah-buahan (seperti jus kurma mentah) yang terkontaminasi dengan urin atau air liur dari kelelawar buah yang terinfeksi diduga menjadi sumber utama penyebaran.
Apa yang menyebabkan virus Nipah mematikan?
Pada orang yang terinfeksi, virus Nipah dapat menyebabkan berbagai penyakit dari infeksi asimtomatik (subklinis) hingga penyakit pernapasan akut dan ensefalitis atau radang otak fatal.
Orang yang terinfeksi awalnya mengalami gejala termasuk:
- Demam
- Sakit kepala
- Mialgia (nyeri otot)
- Muntah
- Sakit tenggorokan.
"Ini dapat diikuti dengan pusing, mengantuk, kesadaran yang berubah, dan tanda-tanda neurologis yang mengindikasikan ensefalitis akut," tulis WHO.
Beberapa orang juga dapat mengalami pneumonia atipikal dan masalah pernapasan yang parah, termasuk gangguan pernapasan akut.
Ensefalitis dan kejang bisa terjadi pada kasus yang parah, dan berkembang menjadi koma dalam waktu 24 hingga 48 jam.
Masa inkubasi (interval dari infeksi hingga timbulnya gejala) diyakini berkisar dari 4 hingga 14 hari. Namun, masa inkubasi yang lama mencapai 45 hari pun telah dilaporkan.
Kebanyakan orang yang selamat dari ensefalitis akut dan sembuh total, tetapi kondisi neurologis jangka panjang juga telah dilaporkan terjadi pada mereka yang selamat.
Sekitar 20 persen pasien mengalami konsekuensi neurologis residual seperti gangguan kejang dan perubahan kepribadian. Sejumlah kecil orang yang sembuh kemudian kambuh atau mengembangkan ensefalitis onset tertunda.
Tingkat kematian kasus virus Nipah diperkirakan 40-75 persen.
"Angka ini dapat bervariasi tergantung pada wabah tergantung pada kemampuan lokal untuk surveilans epidemiologi dan manajemen klinis," tulis WHO. (cnnindonesia)