Presiden Amerika Sebut Jakarta akan Tenggelam
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden menyebut DKI Jakarta terancam tenggelam 10 tahun lagi. Hal ini dia sampaikan saat berbicara mengenai perubahan iklim dalam pidatonya di Kantor Direktur Intelijen Nasional AS, 27 Juli lalu.
Biden menyebut perubahan iklim menyebabkan naiknya permukaan laut. Ribuan orang bisa kehilangan tempat tinggal, mata pencaharian dan kehidupan.
"... Apa yang terjadi di Indonesia jika proyeksinya benar bahwa, dalam 10 tahun ke depan, mereka mungkin harus memindahkan ibu kotanya karena mereka akan berada di bawah air?" kata Biden dalam pidatonya sebagaimana dipublikasikan whitehouse.gov, dikutip Jumat (30/7/2021).
Menanggapi pernyataan Biden, Direktur Sungai dan Pantai Kementerian PUPR, Bob Arthur Lambogia mengatakan PUPR sudah melihat soal ancaman Jakarta tenggelam di masa depan, salah satunya terkait penurunan permukaan tanah di Jakarta.
"Saya melihat presiden Amerika menyampaikan membandingkan Indonesia, terkait rencana Ibu Kota Negara Baru. Lalu DKI Jakarta dikaitkan dengan subsidence (penurunan muka tanah), dia itu hanya mencontohkan," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Jumat (30/07/2021).
Mengenai wacana Jakarta tenggelam menurutnya masih menunggu kajian terbaru. Kajian ini akan menjawab apakah benar setiap tahun permukaan tanah di Jakarta terus menurun.
"Subsidence (turunnya muka tanah) ini perlu dan sedang membuat rumusan terbaru, apakah masih terus berlanjut. Masih perlu ada kajian baru apakah benar turun terus tiap tahun atau tidak. Apakah turun dalam waktu terbatas atau ada batas hentinya," jelasnya.
Ihwal potensi tenggelamnya Jakarta sudah menjadi isu sejak lama. Banjir rob atau masuknya permukaan air laut di wilayah utara Jakarta juga terus terjadi tiap tahun.
Rencana ini juga tertuang dalam pengembangan National Capital Integrated Coastal Development (NCIC) dalam bentuk Giant Sea Wall, sebuah tanggul raksasa di bagian utara dari teluk Jakarta yang melindungi ibu kota dari banjir.
Bob menjelaskan perkembangan proyek Giant Sea Wall masih dalam proses pra desain terkait kapan pembangunan proyek ini lakukan juga masih menunggu kajian yang dilakukan,
"Giant Sea Wall ini proyek kerja sama hibah dari Korea Selatan dan Belanda. Saat ini dalam proses pra desain dan detail desain, juga menunggu kebijakan dari pemerintah. Ini membutuhkan budget yang besar. Sekarang masih dalam tahap pra desain," tuturnya.
Menanggapi pidato Biden yang mengatakan Jakarta akan tenggelam, Badan Antariksa AS NASA menyampaikan berdasarkan laporannya kenaikan suhu dan mencairnya lapisan es membuat kawasan pesisir menghadapi resiko banjir yang semakin besar.
NASA menyebut hanya sedikit tempat yang menghadapi tantangan seperti Jakarta. Masalah banjir itu juga semakin memburuk dalam beberapa dekade karena adanya pemompaan air tanah yang menyebabkan tanah tenggelam atau surut, dikutip Jumat (30/7/2021).
Kenaikan laut global yang rata-rata naik sebesar 3,3 mm per tahun. Sejak tahun 1990-an bahkan banjir besar telah terjadi di Jakarta dan musim hujan 2007 membawa kerusakan dengan 70% wilayah terendam.
Berdasarkan gambar unggahan NASA Jakarta berevolusi dalam tiga dekade terakhir. Adanya pembabatan hutan dan vegetasi lain dengan permukaan kedap air di daerah pedalaman di sepanjang sungai Ciliwung dan Cisadane telah mengurangi jumlah air yang dapat diserap.
Ini juga yang menyebabkan adanya limpahan serta banjir bandang. Populasi wilayah Jakarta lebih dari dua kali lipat antara tahun 1990 dan 2020 telah membuat lebih banyak orang yang memadati dataran banjir dengan resiko tinggi.
Celakanya lagi, banyak saluran sungai dan kanal yang menyempit atau tersumbat secara berkala oleh sedimen dan sampah, sehingga sangat rentan terhadap luapan.
Salah satu gambar yang menunjukkan wilayah pada tahun 1990, lahan buatan dan pembangunannya baru menyebar ke perairan dangkal Teluk Jakarta. Salah satu analis data menunjukkan orang membangun setidaknya 1.185 hektar lahan bar di sepanjang pantai.
Ilmuwan Penginderaan Jauh di East China Normal University, Dhritiraj Sengupta mengungkapkan lahan tersebut sebagai besar digunakan untuk perumahan kelas atas dan lapangan golf.
NASA juga menyoroti Pulau-Pulau buatan seringkali merupakan jenis tanah yang paling cepat surut karena pasir dan tanahnya mengendap dan menjadi padat seiring waktu.
Sengupta menyebut satelit dan sensor berbasis darat mencatat sebagian Jakarta Utara mengalami penurunan puluhan milimeter per tahun. Di pulau-pulau buatan angka itu melonjak hingga 80 mm per tahun.
Kepala Balai Konservasi Air Tanah, Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Isnu Hajar Sulistyawan mengatakan proyeksi tenggelamnya Jakarta yang disampaikan Biden menggunakan hitung-hitungan linier soal penurunan permukaan tanah.
Padahal menurutnya berdasarkan pengamatan Badan Geologi, tidak semua penurunan muka tanah di wilayah DKI Jakarta terjadi secara linier. Bahkan, tidak semua wilayah di Jakarta Utara (Jakut), daerah yang paling rentan, mengalami penurunan tanah yang sama cepatnya.
"Kalau yang disampaikan Joe Biden itu dihitung linier. Mereka hitung dari interpretasi linier dihitung rate dari kemarin sampai sekarang," paparnya kepada CNBC Indonesia, Jumat (30/07/2021).
Dia menyebut, penurunan tanah di sekitar Tanjung Priok 0,8 cm per tahun. Namun, ada juga penurunan tanah di Jakarta Utara yang lebih cepat seperti di Pluit mencapai 8,6 cm per tahun.
Isnu menjelaskan penurunan tanah di Jakarta bisa cegah. Di mana pemakaian air tanah menjadi salah satu penyebab penurunan permukaan tanah. Oleh karena itu pemerintah berupaya melakukan pencegahan pemakaian air tanah yang berlebihan.
"Selama ini beberapa peneliti juga fokus ke air tanah, Badan Geologi fokus di Jakarta bentuk balai konservasi air tanah, lakukan fokus ke air tanah ini," jelasnya.
Berdasarkan pemantauan melalui sumur pantau di daerah Banjir Kanal Timur (BKT) penurunan rata-ratanya 1,64 cm per tahun, tapi dalam 10 tahun terakhir dia sebut penurunannya melandai. Sumur untuk dengan kedalaman 300 meter ini berfungsi untuk memantau penurunan tanah.
"Memang ada yang katakan 50 tahun ke depan, 10 tahun ke depan, tapi berdasarkan data kita ya seperti itu," lanjutnya.[CNBC Indonesia]