Batu Bara Melimpah Tapi PLN Kritis
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Beberapa pembangkit listrik PT PLN (Persero) sempat mengalami krisis pasokan batu bara karena ada puluhan perusahaan, tepatnya 34 perusahaan batu bara, yang tidak memenuhi komitmen ke PLN selama 1 Januari-31 Juli 2021.
Di sisi lain, disparitas harga antara harga batu bara di dalam negeri dan harga di pasar internasional kini jauh berbeda. Disparitas harga ini juga disebut menjadi pemicu produsen batu bara enggan menjual batu bara ke dalam negeri.
Lantas, bagaimana cara untuk menghindari kondisi ini agar tidak terulang lagi di masa mendatang?
Ketua Indonesia Mining Energy Forum (IMEF) Singgih Widagdo melihat ada beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mengatasi permasalahan ini.
Pertama, melihat permasalahan pemenuhan kebutuhan dalam negeri (DMO) ini sebagai permasalahan rantai pasok (supply chain). Agar PLN bisa menerima beragam jenis kadar, maka menurutnya perlu disediakan pabrik pengolahan batu bara (blending plant) atau coal processing plant (CPP)
Kedua, evaluasi mengenai DMO ini harus dilakukan setiap tiga bulan dari yang selama ini dilakukan secara tahunan.
"Sehingga kebutuhan PLN termonitor, pasokan juga termonitor, komitmen dan punishment/reward lebih tegas karena banyak juga perusahaan besar yang bisa penuhi di atas DMO," tuturnya kepada CNBC Indonesia, Jumat (13/08/2021).
"Intinya, perbaikan PLN bagaimana mempersiapkan coal processing plant karena variasi batu bara di Indonesia banyak. Blue print harus ada dulu, siapa yang membangun itu masalah nanti," imbuhnya.
Menurut Singgih, permasalahan pasokan batu bara untuk domestik ini memang harus diperbaiki terus menerus.
Sebelumnya, Direktur Penerimaan Mineral dan Batu Bara Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Ditjen Minerba) Kementerian ESDM, Muhammad Wafid mengatakan beberapa pembangkit sudah dalam kondisi kritis, di mana stok batu bara di beberapa PLTU kurang dari 10 hari. Dengan demikian, ini memicu Kementerian ESDM memberikan sanksi kepada 34 perusahaan batu bara yang tidak memenuhi kewajibannya, pada 7 Agustus 2021.
Namun kini, hampir sepekan setelah 34 perusahaan batu bara itu dikenakan sanksi pelarangan ekspor, kondisi pasokan batu bara di beberapa pembangkit listrik itu sudah mengalami perbaikan. Hal ini diungkapkan Direktur Energi Primer PLN Rudy Hendra Prastowo.
"Sudah ada peningkatan. Komitmen dari pemasok juga meningkat," ujarnya kepada CNBC Indonesia, Kamis (12/8/2021).[CNBC Indonesia]